SEJARAH IBADAH MINGGU Perubahan dari hari Sabat kepada Minggu sebagai Hari berbakti muncul perlahan-lahan. Tidak ada bukti perbaktian Kristen pada hari Minggu dalam minggu itu sebelum abad kedua, akan tetapi bukti menunjukkan bahwa pada pertengahan abad itu beberapa orang Kristen secara sukarela memelihara Hari Minggu sebagai hari perbaktian, bukan sebagai hari perhentian. [7] Pada abad-abad pertama, di Roma, yang menjadi ibukota Kekaisaran Romawi, rasa anti Yahudi sangat kuat, dan dan waktu ke waktu semakin kuat saja. Reaksi terhadap sentimen kebangsaan ini, orang-orang Kristen yang diam di kota itu berusaha membedakan diri mereka dari orang Yahudi. Mereka mulai meninggalkan beberapa kebiasaan yang dilakukan orang Yahudi dan mulai cenderung menjauh dan pemeliharaan hari Sabat sehingga menuju kepada pemeliharaan hari Minggu secara eksklusif. [8] Dan abad kedua sampai abad kelima, pengaruh hari Minggu mulai bangkit, orang-orang Kristen masih terus memelihara Sabat Hari ketujuh di hampir seluruh Kerajaan Roma. Sejarawan abad kelima, Socrates, menulis sebagai berikut: "Hampir semua gereja di seluruh dunia memelihara Sabat yang kudus setiap minggu, namun orang Kristen yang di Alexandria maupun di Roma, dengan alasan bebenara tradisi kuno, berhenti melakukannya." [9] Pada abad ke-4 dan abad ke-5 banyak orang Kristen yang berbakti baik pada hari Sabat maupun hari Minggu. Sozomen, seorang sejarawan lain pada kurun waktu yang sama, menulis, "Penduduk Konstantinopel, dan hampir semua dimana-mana pun, berkumpul bersama-sama pada hari Sabat, dan juga pada hari pertama dalam minggu itu, kebiasaan yang tidak pernah dipelihara di Roma atau di Aleksandria." [10] Para Ahli sejarah menduga kepopuleran dan pengaruh penyembahan matahari dari budaya kekafiran Kekaisaran Romawi memegang penanan penting dalam pemeliharaan Hari Minggu, yang semakin bertumbuh penerimaannya sebagai hari perbaktian. Penyembahan matahari memegang peranan penting selama sejarah purbakala. Ini merupakan "sebuah komponen yang paling tua dari agama Romawi....dan bagian awal abad kedua Masehi, aliran Sol Invictus sangat dominan di Roma dan di pelbagai bagian kerajaan itu." [11] Agama populer ini memberi dampak pada jemaat Kristen yang mula-mula melalui orang-onang yang baru bertobat. "Orang-orang Kristen yang ditobatkan dan kafir tetap tertarik pada pemujaan matahari. Ini diindikasikan bukan hanya oleh betapa seringnya penghakiman atas praktik semacam ini dan pihak bapa-bapa gereja tetapi juga oleh refleksi yang begitu bermakna dan penyembahan Matahani di dalam liturgi Kristen." [12] Pada abad keempat undang-undang hari Minggu mulai diperkenalkan. Undang-undang hari Minggu yang pertama dikeluarkan dan kemudian menjadi undang-undang hari Minggu yang bersifat religius. Undang-undang sipil pertama mengenai hari Minggu didekritkan oleh kaisar Konstantinus I pada tanggal 7 Maret 321 M. Dengan melihat bahwa hari Minggu itu sangat populer di kalangan pemuja matahari dan juga di kalangan Kristen, sehingga Konstantin berharap bahwa dengan menjadikan hari Minggu itu sebagai hari libur, ia dapat memastikan dukungan dan kedua konstituensi ini bagi pemerintahannya. [13] Undang-undang hari Minggu Konstantin membayangkan latar-belakangnya selaku penyembah matahari. "Pada Hari pemujaan Matahari (venerabili die Solis) hendaknya para hakim dan penduduk yang tinggal di kota-kota beristirahat dan tempat-tempat kerja ditutup. Di pedesaan, penduduk yang berhubungan dengan pertanian dapat dengan bebas dan didukung undang-undang meneruskan usaha mereka." [14] Beberapa dekade kemudian gerejapun mengikuti teladan itu. Konsili Laodikea (364 M), yang tidak merupakan konsili universal pertama kalinya mengeluarkan undang-undang pemeliharaan hari Minggu. Dalam Kanon 29 ketentuan gereja menyatakan bahwa orang-orang Kristen haruslah memuliakan hari Minggu dan "jika mungkin janganlah bekerja hari itu," sementara itu mencela praktik pemeliharaan hari Sabat, dan mengatakan supaya orang-orang Kristen janganlah "berpangku tangan pada Sabtu (kata Yunani sabbaton, "Sabat"), dan harus bekerja pada hari itu." [15] Pada tahun 538 M, Konsili ketiga Gereja Katolik Roma mengeluarkan sebuah undang-undang yang lebih keras dari yang dikelurkan Konstantin. Kanon 28 dan konsili ini mengatakan bahwa pada hari Minggu "pekerjaan pertanian pun harus disingkirkan agar dengan demikian orang-orang tidak terhalang datang ke gereja" [16]
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar