Ben,
Selama ini dengan IAA saja kita sudah melayani sekitar 20.000 anak (miskin) dan memang dari sekian itu tendensi putus sekolah itu ya rata rata banyak sekali. Mereka miskin, kesekolah jauh tidak dengan minum dan makan. Mereka perlu uang jajan sekitar 1000 – 2000 rp per hari atau makan dan minum (rata 60.000 rb per anak per bulan), orang tua dengan pendapatan 100.000 rb per bulan tentu sangatlah berat untuk memberikan uang jajan ini, belum lagi kalau anak minta buku, pensil dll.; kalau anak lebih dari 1 saja semua sudah tidak mungkin; itu membuat motivasi orang tua untuk menyekolahkan anak menjadi sangat tidak ada.
Saya kurang paham bagaimana dana BOS itu di kelola, karena yang kita lihat di sekolah miskin pun, buku tidak ada, sekolah megah sendiri, guru berpakaian seragam yang rapih sendiri, kantor sekolah bagus, malahan ada yang ber komputer, walaupun kegunaannya hanya sekedar 'word' saja. Tentu dengan listrik yang lemah sering rusak, alat kantor saja yang bagus. Di sekolah tidak ada cukup buku pelajaran, jadi buku pelajaran hanya panduan untuk guru saja. Jadi saya tidak tau bagaimana dana BOS itu di kelola, karena buku dasarpun nggak ada. Kalau di sekolah di kota, mereka mendapatkan buku dari dana BOS, tapi kalau sudah ke pelosok, sama sekali kita tidak melihat buku BOS itu. Perhitungan BOS itu menjadi tidak dapat di pahami pemanfaatannya, tidak bisa di ukur efektif dan efisiennya atau di periksa pertanggungan jawabannya di setiap sekolahnya.
Kita (IAA) tidak mempunyai kekuatan apapun untuk memaksa anak kembali ke sekolah, walaupun kita sudah mendekati orang tua, camat, guru, kelian, bendesa dll. Kalau motivasi orang tua ada, pastinya mereka dengan dorongan kita, orang tua tersebut mendorong anaknya untuk sekolah.
Di dusun Kayuaya, Lebah, Bukit, Nusu - daerah berbatu, pasir, kering dan tandus sepanjang tahun, ada anak anak yang di tinggal oleh orang tua dan di urus oleh tetangga, kita dekati dengan memberikan pakaian, uang saku.... wali mereka mau mengantar mereka ke sekolah.
Pekerjaan ini tidak mudah dan juga tidak murah. Kemauan anak atau orang tua untuk menyekolahkan anak ke SD saja sudah jauh... SMP lebih jauh lagi dan jarang jadi mereka miskin bagaimana mereka cari SMP jauh... naik apa???? SMP satu atap itu sangat efektif kalau bisa di setiap SD yang ada. Tapi guru menjadi kendala lagi, karena mereka harus share dengan guru SD.
Jadi wajib belajar 9 tahun itu hanya program mimpin... tidak di dukung oleh sarana dan prasarana yang cukup saja yang mendukung proses belajar itu.
Tahun ini 2010, aku buat strategi 'earlychildhood education' dari umur 1 sampai 5 tahun, mencoba mencari jalan keluar untuk problem yang di atas itu. Mendekatkan pendidikan sedini mungkin dan sambil mendekatkan para orang tua (ibu dan bapak) yang mengantarkan mereka ke kelompok belajar ini; jadi anak kecil kecil bersama orang tuanya di ajak untuk bermain dan belajar dengan harapan 'otak' mereka terdorong dan termotivasi bahwa pendidikan itu penting. Terutama di daerah daerah yang miskin dan terpencil.
Bersambung........
From: bali-bali@yahoogroups.com [mailto:bali-bali@yahoogroups.com] On Behalf Of ngurah beni setiawan
Sent: 01 September 2010 10:45
To: bali@lp3b.or.id; bali-bali@yahoogroups.com
Cc: Asana Viebeke Lengkong
Subject: [bali-bali] Apa-apaan ini Mbo?
Mbo Vieb yang sering "keliling" dan semeton sinamian,
Miris sekali saat membaca berita dibawah. Kapasitas selama ini hanya berbuat hal kecil-kecil saja bersama beberapa kawan di Jakarta. Tapi statistik menunjukkan angka yang fantastis.
Keberadaan Siswa di Bali |
129.848 Orang Terancam ''Drop Out'' |
Denpasar (Bali Post)- |
ngurah beni setiawan
P Save a tree...please don't print this e-mail unless you really need to
__._,_.___
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar