hi..hi..hi..
hello pasukans ,
kemarin ketika rapat BOS , saya dimarah.
"Tidak boleh nulis agama !"
Nah... pokoknya saya gak ada nulis masalah agama ya..?
Makasih pasukans lain yang nulis agama ( yang belum dimarah).
saya selamat.... na..na...na. ..na.
shanti si smiling.
--- In
bali-bali@yahoogrou ps.com, Lili Gundi <lili_gundi@ ...> wrote:
>
> Kita harus merobah paradigma tentang toleransi. Kita harus
menghormati (hak azasi) seluruh dan setiap manusia, apapun
keyakinan agamanya, bahkan termasuk yang tidak beragama dan atheis.
Tetapi terhadap agama, kita berikan toleransi, setelah dia lulus
dari ujian akal kritis serta kode moral yang diterima secara
universal.
> Agama-agama, kitab sucinya, pendirinya, harus dianalisis secara
mendalam. Dari analisis itu kita ketahui ada agama-agama yang
mengajarkan kebencian dan kekerasan; ada agama-agama yang
mengajarkan persaudaraan universal dan welas asih. Dengan permohonan
maaf, harus dikatakan agama-agama Semitik mengajarkan yang pertama;
agama-agama Timur mengajarkan yang kedua. Mengapa demikian? Agama-
agama Timur didirikan oleh para maharesi yogi dan filsuf.
> Agama Semitik itu didirikan oleh para petani berpindah, pengembala
ternak nomaden gurun pasir yang keras atau karyawan dagang buta
huruf. Mereka pada umumnya adalah atau bertindak sebagai kepala
suku yang berjuang mempertahankan sukunya dari tekanan suku lain
yang lebih besar, atau ingin memperluas wilayahnya dengan merebut
tanah-tanah suku lain, dan membunuh lawan-lawannya, menawan mereka
yang takluk untuk dijual sebagai budak, atau dijadikan pemuas seks.
Tuhan (yang) mereka (persepsikan) hampir sama dengan sifat-sifatnya
(kepala suku itu).. Tuhan-tuhan itu hanya membela sukunya
(pengikutnya) saja, dan memusuhi suku (pengikut keyakinan) lain.
Bahkan ada Tuhan yang ikut sibuk terlibat dalam urusan ranjang
kepala suku itu. Ini pastilah bukan Tuhan menciptakan alam semesta.
Ini adalah tuhan suku, yang telah jatuh menjadi pelayan
domestik..
> Itulah sebabnya di dalam kitab suci mereka kita temukan kebencian,
permusuhan dan perintah kekerasan terhadap suku atau pemeluk
keyakinan lain.
> Dalam Torah Yahudi (Perjanjian Lama Kristen) ada narasi kebencian
terhadap orang Mesir, Kanaan, dan Filistin. Bahkan Yahweh ikut
mengirimkan bencana wabah kepada orang Mesir. Di dalam Perjanjian
Baru ada narasi kebencian dan kekerasan terhadap orang Yahudi,
karena dituduh membunuh Yesus, dan para "God Killers" ini mengalami
hidup yang sulit selama berabad-abad di Eropa Kristen, berpuncak
pada holocaust di Jerman, yang tidak diakui oleh pak Ahmaddinejad .
Juga ada kebencian dan permusuhan terhadap orang Roma yang menindas
para missionaris Kristen Awal. (Andaikata sebatas Kotbah di Atas
Bukit, Kristen adalah agama damai).
> Di dalam Quran ada perintah kebencian dan kekerasan, mula-mula
terhadap orang Arab Mekkah, kemudian terhadap orang Yahudi Medina,
lalu terhadap Kristen Syiria, Parsi Iran dan akhirnya terhadap
seluruh manusia yang tidak beragama Islam. Isinya sebagian besar
polemik, pertengkaran, kutukan dan ancaman. Selain dimasukkan neraka
janaman secara abadi, para kafir penyembah berhala itu juga dapat
atau harus dibunuh.
> Para pendiri agama juga harus disorot oleh kode moral. Apakah
selama hidupnya dia berprilaku moral atau tidak. Apakah dia hidup
dari keringatnya sendiri, atau menjarah harta orang lain? Bagaimana
kehidupan seksualnya? Apakah dia dapat mengendalikan nafsu
seksualnya atau malah mengumbarnya?
> Terhadap agama-agama yang mengajarkan doktrin jahat dan berbahaya
ini bagaimana sikap kita?
> "Toleransi" kritis. Artinya toleransi tidak mematikan pemikiran
kritis, pemikiran kritis tidak berarti mencari musuh. Justru
pemikiran kritis yang telah menghantarkan manusia pada peradabannya
sekarang ini. Dan pemikiran kritis ini akan terus membawa kita
kepada kemajuan lebih jauh, tidak hanya di bidang sains dan
teknologi, tetapi dan terutama dibidang moral dan spiritual,
dimana .kebencian dan kekerasan – termasuk yang konon datang
dari "tuhan" - akan ditolak oleh sebagian besar, kalau pun tidak
oleh seluruh manusia. Savere aude, beranilah menggunakan pikiran.
Itulah pencerahan, menurut Immanuel Kant.
> Tabik
> LGS
>
>
>
>
>
>
> ____________ _________ _________ __
> From: Cokorda Raka Angga Jananuraga <rakabali78@ ...>
> To:
bali-bali@yahoogrou ps.com> Sent: Wednesday, January 28, 2009 9:34:50 PM
> Subject: [bali-bali] Re: Analisis Mendalam Tentang Agama, Tuhan
dan Negara
>
>
> Tulisan yang bagus. Tapi mungkin bagi yang males baca panjang-
panjang,
> mungkin bisa diringkas sebagai berikut:
>
> "Kacau nih indonesia gara-gara fundamentalisme agama gurun
(islam)".
>
> [islam gak disebut-sebut dalam tulisan aslinya, mungkin supaya PC,
> politically correct, tapi, kita kan gak perlu PC terus kan?]
>
> -Raka-
>
> --- In bali-bali@yahoogrou ps.com, Bulantrisna Djelantik <btrisna@
>
> wrote:
> >
> > Tulisan yang sangat bagus dan memberi pencerahan, terimakasih
untuk
> sdr
> > Surya, Biang Bulan
> >
> > 2009/1/28 Nusantara Jaya <nusantarajaya69@ ...>
> >
> > > Pak Suarsawan saudaraku, terima kasih sebuah tulisan gedoran
> pikiran
> > > dan nurani yang berkecamuk menyaksikan fakta hidup di dunia
ini
> dan asupan
> > > pagi yang lumayan memprovokasi pikir setelah liburan Imlek.
> > >
> > > Saya tertarik untuk minta pendapat dan berbagi jikalau waktu
> mengijinkan
> > > kita untuk bertemu.
> > >
> > > Surya
> > >
> > > --- On *Tue, 1/27/09, ptsuarsawan <ptsuarsawan@ ...>* wrote:
> > >
> > > From: ptsuarsawan <ptsuarsawan@ ...>
> > > Subject: [bali-bali] Analisis Mendalam Tentang Agama, Tuhan
dan
> Negara
> > > To: bali-bali@yahoogrou ps.com
> > > Date: Tuesday, January 27, 2009, 4:01 AM
> > >
> > >
> > > Analisis Mendalam Tentang Agama, Tuhan dan Negara
> > >
> > > Siapa tidak risau melihat kenyataan yang terjadi di Indonesia.
Ada
> > > berbagai agama besar dengan umatnya yang besar (terutama
Islam),
> namun
> > > kasih sayang, kebenaran dan keadilan malah nyaris tidak ada.
Atau
> > > justru sebaliknya, kekerasan, kerusuhan, pembunuhan, ketidak
> adilan,
> > > korupsi dan berbagai pelanggaran HAM justru terjadi di
Indonesia
> dan
> > > barangkali mencapai index prestasi nomor wahid didunia.
Demikian
> pula
> > > yang terjadi dengan di negara2 yang kental sekali agamanya,
> seperti
> > > negara2 Amerika Latin (Colombia, Argentina, Bolivia),
Philipina
> (jaman
> > > Marcos), negara2 Timur Tengah, Pakistan, Aljasair, Afganistan,
> dst.
> > > Apanya yang salah? Berikut ini adalah butir2 analisis yang
> mendalam
> > > tentang Agama, Tuhan, dan Bangsa.
> > >
> > > Dalil 1.
> > > Tuhan itu tidak beragama, jadi Ia berlaku adil bagi semua
manusia.
> > > Agama adalah sekedar sarana untuk mengenalkan Tuhan, namun
Tuhan
> > > sendiri tidak beragama.
> > >
> > > Dalil 2.
> > > Agama mempunyai keterbatasan yang cukup mencolok seperti
> disebutkan
> > > dalam kitab-kitab suci Al- Quran dan Injil. Misal dalam Al-
Quran
> > > ditandaskan bahwa apabila semua ajaran Allah SWT dituliskan,
maka
> > > tinta sebanyak samudera rayapun tidak akan mencukupi. Demikian
> pula
> > > dengan Injil yang menandaskan apabila semua ajaran Isa Almasih
> > > dituliskan maka buku setebal gunungpun tidak akan bisa memuat.
Ke
> > > "Mahabesaran Tuhan" tidak mungkin cukup diwadahi dalam buku
> setebal
> > > kitab suci. Ke "Mahabesaran Tuhan" juga tercermin pada luas dan
> > > dalamnya ilmu pengetahuan. Dengan terbatasnya kitab suci, ini
> berarti
> > > umat beragama diminta untuk lebih banyak belajar ilmu beserta
> > > kebenarannya diluar kitab suci masing2 agama (jadi isi masing2
> kitab
> > > suci ternyata hanya sedikit sekali!). Dengan banyak belajar
diluar
> > > kitabsuci, diharapkan IQ, EQ dan Iman terus berkembang
sejajar,
> tidak
> > > timpang, dan tidak fanatik. Bila orang hanya dalam pada sisi
> "Iman"
> > > saja, maka ia mudah diperalat oleh para politisi.
> > >
> > > Dalil 3.
> > > Pencapaian puncak pemahaman agama adalah religiositas. Ibarat
> kuliah,
> > > ini adalah Philosophy Degree atau gelar Doktor. Setelah
bergelar
> > > Doktor, maka ilmu lebih penting daripada almamaternya. Kalau
baru
> > > taraf kuliah, seorang mahasiswa masih suka memamerkan
identitas2
> > > universitasnya. Demikian pula dengan agama, Tuhan dengan sifat
> dasar
> > > Nya ("Maha Pengasih dan Penyayang") menjadi lebih penting
daripada
> > > agama itu sendiri, atau bahkan agama menjadi tidak perlu lagi.
> Jadi,
> > > kalau sudah mumpuni keagamaan seseorang, bukan agamanya yang
> penting,
> > > melainkan religiositasnya yang amat sangat penting. Ia tidak
lagi
> > > tersekat-sekat oleh kotak sempit yang disebut agama.
Religiositas
> > > setingkat lebih atas daripada agama. Religiositas dapat
diperoleh
> > > tanpa melalui agama. Salah satu definisi umum tentang
religiositas
> > > adalah sbb.: sikap hatinurani, batin dan pikiran manusia yang
> selalu
> > > diarahkan kepada perbuatan baik, kasih sayang, kebenaran dan
> keadilan.
> > >
> > > Dalil 4.
> > > Agama adalah sesuatu yang abstrak dan sulit dicerna, oleh
sebab
> itu
> > > sebaiknya tidak diberikan kepada anak-anak yang belum dewasa
> > > (disekolah dasar), apalagi dipaksakan sebagai pendidikan agama
> (ini
> > > pelanggaran HAM, agama adalah kebebasan untuk memilih); kalau
> sebagai
> > > pengajaran tentang berbagai agama, ini penting dan perlu
diajarkan
> > > (misalnya keanekaragaman agama beserta ciri mereka masing2).
> Sebaiknya
> > > agama sebagai pendidikan (untuk menarik pengikut baru)
diberikan
> > > kepada manusia dewasa, waktu kecil cukup diberikan budi
pekerti.
> Kalau
> > > sejak kecil sudah dicuci otak dengan agama, maka hasilnya mirip
> > > Indonesia saat ini. Bukan kekeluargaan atau kasih sayang
melainkan
> > > kecurigaan, 'keterkotakan' (SARA) dan bahkan kekerasan yang
justru
> > > muncul. Dinegara modern seperi USA, Jepang, Korsel, Taiwan,
> Inggris,
> > > Australia, dst. agama memang tidak boleh diberikan pada anak2
SD
> > > sebagai pendidikan(kecuali sekolah yang berafiliasi dengan
agama
> > > tertentu), namun sebagai pengajaran (transfer of knowledge)
yang
> > > mengajarkan berbagai agama beserta karakteristiknya
diperbolehkan,
> > > pendidikan agama adalah merupakan tanggung jawab orang tua.
Untuk
> > > anak, yang lebih baik dan lebih penting adalah budi pekerti.
Budi
> > > pekerti mengajarkan sopan-santun, taat hukum, keadilan dan
hidup
> > > bersosial secara baik. Benarkah dan pernahkah Nabi Muhammad
SAW
> dan
> > > Nabi Isa mengarahkan agama kepada anak2? Tidak kan? Oleh sebab
> itu,
> > > kasihanilah para anak2 dengan tidak membebani otak mereka
kepada
> > > pengetahuan yang belum saatnya; dan yang lebih penting dan
> mendasar:
> > > agama syarat dengan dogma2 yang beku, bila diajarkan secara
kurang
> > > tepat justru akan membelenggu kecerdasan anak2, bahkan justru
> anak2
> > > akan mulai terkotak-kotak sejak dini! Masih ingin
> > > bukti? Lihatlah prestasi masyarakat RRC yang komunis, ternyata
> lebih
> > > religius, tidak main membunuh orang (maling ayam dan pencopet),
> > > prestasi olahraga dan IPTEK nya hebat, pemerintahnya bisa
> menghidupi
> > > 1,2 milyar (lima kali penduduk kita), berani menghukum mati
para
> > > pelaku KKN, dst. Kemudian, tentang kualitas pendidikan,
Indonesia
> > > berada dibawah Vietnam (yang komunis). Pendidikan dan
pengajaran
> agama
> > > harus disertai penekanan tentang keterbatasan agama, sejarah
hitam
> > > agama (misal: Katholik diabad 17 yang membuat Eropa mundur,
dan
> Islam,
> > > bila tidak hati2, diabad ini
> > > bisa mengalami hal yang serupa dengan Katholik diabad 17),
semua
> agama
> > > besar pernah mengalami pasang surut dalam sejarah, semua agama
> juga
> > > mengalami perpecahan internal (Katholik-Protestan , Syiah-
Suni,
> dst);
> > > penekanan cita2 pemahaman tertinggi agama yang disebut
> religiositas,
> > > dan penekanan kemungkinan penyalahgunaan agama untuk politik!
> Agama
> > > juga selalu jauh tertinggal (terbirit-birit) dalam
perkembangannya
> > > dibandingkan ilmu pengetahuan. Dengan penekanan demikian, umat
> yang
> > > mendalami agama mempunyai wawasan yang luas, tidak arogan dan
> terbuka!
> > >
> > > Dalil 5.
> > > Agama bukan jaminan moralitas, kesejahteraan, kedamaian dan
> keadilan.
> > > Lihat saja, ada berbagai agama besar di Indonesia, namun
> persaudaraan,
> > > perdamaian dan keadilan justru tidak ada. Demikian pula
korupsi
> justru
> > > meraja lela. Para elit (militer, politik dan birokrat), yang
> notabene
> > > berpendidikan dan berjabatan tinggi justru merupakan sebab
utama
> > > kehancuran bangsa Indonesia. Yang diatas rajin korupsi namun
bebas
> dan
> > > terhormat, yang dibawah: begitu menangkap pencuri ayam langsung
> > > dibakar begitu saja! Di Amerika Latin yang didominasi agama
> Katholik,
> > > seperti Meksiko, Brasil, Argentina, dan Colombia, juga
didominasi
> > > kekerasan dan korupsi, demikian pula Pilipina. Di Timur Tengah
> > > (negara2 Arab), Pakistan, Aljasair, Afganistan, Irak,
Iran,dst...,
> > > kekerasan dan pelanggaran HAM luarbiasa. TKW kita di Timur
Tengah
> > > menjadi salah satu bukti nyata. Sebaliknya, negara RRC yang
> komunis
> > > justru menampilkan kesejahteraan, kedamaian dan keadilan,
koruptor
> > > kelas kakap justru tegas ditembak mati. Kesejahteraan yang
timbul
> > > dalam agama seringkali hanya terjadi pada para birokrat
(pemimpin)
> > > agama itu sendiri. Penegakan hukum lebih menjamin tingginya
> > > moralitas dan pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya akan
> memberikan
> > > kesejahteraan, kedamaian dan keadilan bagi rakyat.
> > >
> > > Dalil 6.
> > > Agama Harus Menghormati Budaya Setempat.
> > > Semua agama besar di Indonesia berasal dari luar negeri, maka
bias
> > > budaya pasti ada. Artinya, budaya asing mendompleng agama akan
> masuk
> > > dan mempengaruhi budaya lokal. Alangkah sedihnya kita, apabila
di
> > > Malioboro, seorang menyapa dengan Amitaba .... (Budha, bhs.
Cina),
> lalu
> > > dijawab yang lainnya dengan Assalam ...... (Islam, bhs. Arab),
> kemudian
> > > ada lagi yang menyahut Syallom ..... (Kristen, bhs. Yahudi),
tak
> > > ketinggalan ada yang berkata Hong wilaheng .... (Hindu, bhs.
> Hindi);
> > > kemudian ada yang menjawab secara rasional, sopan dan
nasionalis:
> > > Selamat Siang. Demikian pula dengan budaya berpakaian, alangkah
> > > sedihnya apabila blangkon dan surjan Yogya terdesak oleh
pakaian
> Arab
> > > atau sari India. Memeluk agama asing haruslah tidak boleh
> mengorbankan
> > > budaya setempat. Yang paling menakutkan adalah penjiplakan cara
> > > berpikir dan berperilaku, misalnya menganggap ilmu pengetahuan
dan
> > > teknologi itu "setan" yang harus dijauhi, dan kekerasan demi
> pembelaan
> > > agama, konsep yang salah "right or wrong for my religion" (sisi
> > > "wrong" sangat berbahaya bagi kesehatan nurani). Bayangkan
bila
> kita
> > > tidak kritis diberbagai bidang, pinjaman uang (utang) luar
negeri
> yang
> > > bersyarat telah membelit kita, kurs nilai mata uang yang jauh
dari
> > > keadilan telah menjajah kita, dan budaya asing yang
mendominasi
> budaya
> > > kita lewat agama telah menghantui kita, lalu kita mau jadi
bangsa
> apa?
> > >
> > > Dalil 7.
> > > Agama mudah diperalat.
> > > Oleh para elit politik maupun penipu biasa, agama sering
> diperalat.
> > > Kesetiaan dan ketaatan hampir seratus persen kepada Tuhan
melalui
> > > agama disalah gunakan oleh 'manusia cerdas tapi jahat'. Antara
> Agama
> > > dan partai politik sudah sulit dibedakan. Antara filsafati
yang
> suci
> > > bersih dan politik yang hitam kelam bercampur baur. Umat
beragama
> > > bingung, apakah ia sedang mendengarkan sabda Tuhan atau orasi
> politik
> > > yang ulung dari seorang Dai (misalnya Dai sejuta umat), atau
> apakah ia
> > > sedang ada di mesjid atau sedang ada di kantor partai politik?
> Awas,
> > > jika para politisi di Jakarta ahli mempolitisir agama, apalagi
> para
> > > pakar politik Barat yang bagaimanapun kita harus akui
> > > kualitasnya lebih unggul daripada para politisi kita, mereka
pasti
> > > juga ikut dan lebih pandai menggunakan jurus politisasi agama.
> Dengan
> > > politisasi agama, kasih sayang dimanipulasi menjadi kekerasan
dan
> > > bahkan pembunuhan, dan bangsa ini akan terjebak dan dibuat
sibuk
> > > mengurusi hal2 yang tidak penting (biarkan masyarakat beragama
> > > sendiri), sedangkan para politisi dari negara modern
(pemerintah
> > > asing) bebas dan sibuk 'mencuri' kekayaan alam kita yang luar
> biasa
> > > kayanya. Lihatlah fakta kekerasan dan pembunuhan di negara2
yang
> > > agamis seperti: Colombia, Argentina, Aljasair, Afganistan,
> Pilipina,
> > > Indonesia, Bosnia, Yugoslavia, dst. Kasus penyerbuan Amerika ke
> > > Taliban, dipakai oleh regim ORBA untuk mengalihkan perhatian
> bangsa
> > > kepada hal lain yang tidak banyak manfaatnya atau justru
merugikan
> > > negara! Seandainya saja, kesetiakawanan umat Islam
dipergunakan
> untuk
> > > hal yang baik dan nasionalis, misalnya saja jihad melawan KKN,
> > > pelanggaran HAM dan mafia peradilan, hasilnya akan bukan main!
> > > Indonesia akan maju pesat sekali; sayang sekali, tongkat
komando
> agama
> > > Islam saat ini masih ditangan orang2 Regim Orde Baru! Sehingga
> > > kesetiaan umat terhadap Tuhan justru disalah gunakan untuk adu
> domba,
> > > pengalihan perhatian dan pembodohan bangsa! Didalam negeri
sendiri
> > > sudah begitu banyak masalah (macetnya agenda Reformasi), tapi
> justru
> > > masih dicarikan penyakit baru yaitu dengan melibatkan diri
> kepersoalan
> > > luar negeri yang kurang relevan! Inilah keculasan manusia2
Orde
> Baru,
> > > demi keselamatan regim dari segala tuntutan dahsyat bangsa atas
> > > tindakan selama 32 tahun, mereka rela membodohi bangsanya
sendiri!
> > > Dinegara yang patuh hukum, para pelaku regim ORBA ini pastilah
> sudah
> > > mengalami hukuman yang sangat berat dan setimpal, banyak dari
> mereka
> > > yang pantas untuk mendapat hukuman mati. Namun saat ini,
mereka
> masih
> > > dihormati justru oleh para dosen, pakar, mahasiswa, jurnalis,
dan
> kaum
> > > agamawan. Aneh bin ajaib!
> > >
> > > Dalil 8.
> > > Agama dapat menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
> (IPTEK).
> > > Lihatlah sejarah Eropa diabad 17 an. Agama Katholik saat itu
> sering
> > > menghukum ilmuwan, dengan alasan ilmuwan itu membuat
pernyataan
> yang
> > > dianggap bertentangan dengan isi Injil. Ilmuwan besar yang
> dikucilkan
> > > antara lain adalah Copernicus dan Darwin. Pada abad itu ketika
> agama
> > > Katholik begitu dominan, Eropa justru mengalami jaman
kegelapan.
> > > Sekarang, lihatlah perbedaan antara negara Amerika Latin (yang
> dominan
> > > agamanya) dan USA serta Kanada (yang dominan
religiositasnya) .
> Sangat
> > > kontras sekali, misalnya saja antara USA dan Meksiko yang
> berbatasan.
> > > USA sangat modern, makmur, tentram, sebaliknya Meksiko,
padahal
> mereka
> > > sama2 pendatang dari Eropa. Negara-negara Islam juga sama saja,
> > > katakan saja Turki (Bosnia, Albania) adalah negara Islam paling
> > > modern, ternyata masih jauh dibelakang negara2 Eropa dalam
IPTEK
> dan
> > > kemakmuran. Selama pemahaman agama itu masih sempit (fanatisme
> agama,
> > > bukan religiositas) , maka selama itu pula negara akan
terjebak
> dalam
> > > hiruk pikuk eforia agama.
> > > Bandingkan pula dengan pemahaman demokrasi kita, yang baru
tarap
> > > belajar dan eforia, dengan negara2 Eropa/USA. Kita juga dibuat
> > > tercengang dengan para ilmuwan negara komunis, misal RRC,
mereka
> maju
> > > pesat, lihat negara kita dibanjiri otomotif produk mereka.
Berapa
> ribu
> > > jam belajar yang sudah dihabiskan oleh anak-anak SD untuk
> "menghapal"
> > > hal yang belum saatnya dipelajari (agama asing beserta bahasa
dan
> > > budayanya)? Bukankah anak2 itu ibarat di "brain washing"
sehingga
> daya
> > > kreativitas dan daya saing mereka untuk tingkat dunia menjadi
> rendah
> > > sekali. Hasilnya apa? Toh mirip P4, PMP, dst. Sementara itu,
> setelah
> > > SD, kita harus menghabiskan sekian ribu jam pelajaran lagi
untuk
> > > belajar dan mengejar ketertinggalan dalam bahasa Inggris, lalu
> kapan
> > > SDM kita bisa maju kalau kita tidak effisien dalam menggunakan
> waktu
> > > dalam pendidikan?
> > >
> > > Dalil 9.
> > > Semakin udara suatu bangsa penuh polusi doa puja-puji kepada
> Tuhan,
> > > semakin rusak moral bangsa itu.
> > > Kalau kita amati, seringkali tembok-tembok ditulisi: Ngebut,
> benjut;
> > > Yang Kencing disini hanyalah anjing; Daerah bebas narkotik;
> Dilarang
> > > buang sampah disini; dst... Dinegara maju yang masyarakatnya
sudah
> > > mencapai religiositas, tulisan2 berisi ancaman dan aturan kasar
> > > semacam itu sudah tidak ada lagi, sebab aturan itu sudah
tertulis
> > > dihati sanubari mereka semenjak dini/kecil, yaitu melalui
> pendidikan
> > > budi pekerti. Begitu pula dengan masalah agama, semakin bumi
> nusantara
> > > ini dipenuhi polusi suara yang keras dan
> > > hingar bingar tentang agama (Tabliq Aqbar, istigotsah, azan
> masjid,
> > > koor gereja, dsb.), semakin menandakan bahwa masyarakatnya
masih
> > > sekedar pandai berdoa, sekedar bosa-basi agama, namun tidak
pandai
> > > melaksanakan ajaran agama. Siang maling atau korupsi,
> > > malam meditasi atau berdoa. Ucapan dan tindakan sangat kontras
> > > berbeda. Lihatlah kelihaian para politisi Orde Baru dalam ber
> "agama",
> > > kemudian lihatlah "track record" mereka. Alhamdulilah, seratus
> delapan
> > > puluh derajat bedanya! Dapat kita katakan, apa yang terjadi di
> > > Indonesia adalah pelecehan agama, bukan penghormatan agama,
> apalagi
> > > pengamalan agama! Pelecehan agama akan menyebabkan kehancuran
> moral
> > > suatu bangsa (Tuhan menurunkan hukum Nya!).
> > >
> > > Dalil 10
> > > Agama dapat melunakan hukum negara melalui persepsi yang salah.
> > > Dalam agama Islam dikenal konsep pengampunan total terhadap
dosa2
> > > manusia oleh Tuhan dalam event2 tertentu, misalnya dibulan
> pengampunan
> > > "Ramadhan" atau saat2 naik Haji ke Mekah, demikian pula dalam
> agama
> > > Nasrani dikenal konsep pengampunan total terhadap dosa2
manusia
> oleh
> > > Tuhan asal percaya kepada Yesus Kristus. Dengan sifatNya yang
> "Maha
> > > Pengasih dan Penyayang" (perhatikan kata Maha), maka bagi
Tuhan
> itu
> > > memang mungkin.. Namun hal ini sering disalah gunakan oleh para
> > > koruptor, pelanggar HAM, elit politik dan birokrat. Agama bagi
> mereka
> > > menjadi sarang persembunyian yang enak dan nyaman (kasus
islah),
> > > apalagi apabila sekian persen dari hasil kejahatan mereka,
lalu
> mereka
> > > sumbangkan untuk membangun masjid, gereja dan rumah yatim
piatu
> (model
> > > Robin Hood), dengan demikian walau bandit mereka tetap
dihormati
> oleh
> > > umat setempat. Ulama, pastor dan pendeta harus menandaskan
bahwa
> > > kejahatan manusia juga harus dipertanggung jawabkan didepan
> manusia
> > > (pengadilan) , jadi tidak hanya vertikal melainkan
horisontalpun
> > > penting! Ulama, pastor dan pendeta harus rajin ke DPR,
Kejagung,
> > > presiden , dst., dalam hal membela kebenaran/moral, tanpa harus
> > > berpolitik praktis, mereka harus merasa malu dengan daya juang
> para
> > > mahasiswa/LSM dalam hal pembelaan moral dan kebenaran! Mereka,
> para
> > > agamawan, juga harus malu kepada seorang wanita ceking yang
gigih
> > > membela manusia melarat dan
> > > tertindas, yang bernama Wardah Hafidz, yang tidak takut
> mengorbankan
> > > keamanan hidupnya! Mana ada ulama, pastur, pendeta atau biksu,
> yang
> > > turun tangan membela tukang becak, pnjual asongan, dst.,
secara
> nyata?
> > > Mana ada dari mereka yang menuntut tuntasnya kasus BLBI,
Trisakti,
> > > Priok, KKN, uang hibah haram, dst.?
> > >
> > > Dalil 11.
> > > Tuhan itu demokratis, sedangkan agama seringkali otoriter.
> > > Tuhan tidak melarang manusia untuk tidak beragama, karena Tuhan
> > > sendiri pada dasarnya tidak beragama. Tuhan mengharapkan agar
> manusia
> > > mencapai pemahaman tertinggi yang disebut religiositas melalui
> > > berbagai sarana seperti agama, "agama lokal" (misal Kejawen),
dan
> ilmu
> > > pengetahuan. Keotoriteran agama nampak pada keinginan mau
> menangnya
> > > sendiri seperti melarang berbagai hal yang tidak sepaham dan
ingin
> > > menjadi anak emas dinegara yang majemuk/pluralis!
> > >
> > > Penutup
> > > Agama itu penting, namun bukan segala-galanya. Belajar agama
harus
> > > sampai mencapai tingkat tertinggi yaitu religiositas.
Keterbatasan
> > > agama (iman/keyakinan) yang inherent harus diimbangi dengan
> > > perkembangan IQ dan EQ. Semua agama, berasal dari negara
asing,
> maka
> > > kita wajib waspada dan bisa memilahkan antara ajaran agama dan
> budaya.
> > > Kita janganlah dibiasakan meniru adat istiadat, pakaian,
budaya,
> > > apalagi cara pikir atau bahkan kekerasan yang mendompleng agama
> > > (melalui politik praktis). Manusia yang sudah mencapai derajat
> > > Religiositas yang tinggi, sudah tidak lagi mementingkan
wadahnya
> yaitu
> > > agama, melainkan lebih mementingkan isi (intisari/makna) suatu
> ajaran
> > > agama, sehingga ia menjadi manusia bebas merdeka yang tidak
> > > tersekat-sekat lagi. Berbahagialah orang yang tidak beragama
namun
> > > mempunyai religiositas yang tinggi, sebab ia akan bebas
merdeka
> dimana
> > > saja, kapan saja, dilingkungan apa saja, dan Tuhan selalu
> menyertai
> > > dia! Tingkat pemahaman agama di Indonesia, seperti juga dalam
hal
> > > demokrasi, masih dalam tingkatan rendah sekali, masih tahapan
> > > eforia/kulit, seperti Eropa abad 17 an, oleh sebab itu, mari
kita
> > > perbaiki bersama!
> > >
> > > Akhir kata, marilah beragama secara baik, santun, sehat,
rasional
> dan
> > > berwawasan luas, sebab agama sangat mempengaruhi budaya,
budaya
> sangat
> > > mempengaruhi pola-pikir dan tindak tanduk suatu bangsa!
> > >
> > >
> > >
> > >
> >
>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar