Rabu, 28 Januari 2009

Re: [bali-bali] OBAMA & TOGEL

luung sajan. nyama-nyama aku onyangan penjudi togel. kertas rumus-rumus menjadi bantalnya tiap hari, tak heran istrinya tidur di lain ranjang. bukannya kaya mendadak tapi utang disana-sini. Yang pasti meme stress dan shock harus nutup utang.

kudiang men, panak bungsu penunggu natah. Nak Bali mula liu  97 alias penjudi patologis. Trus, buin jep serangan (+nusa penida) dadi kasino?. Beh, bandar judi harus meli jas lan dasi kupukupu malu.

suba dimuat dimana bli artikel ne? dadi dipublish lagi di http://balebengong.net?

--

| Luh De Suriyani | Blog http://lodegen.wordpress.com |

--- On Sat, 1/24/09, Sugi Lanús <sugilanus@gmail.com> wrote:
From: Sugi Lanús <sugilanus@gmail.com>
Subject: [bali-bali] OBAMA & TOGEL
To: "Ikranagara" <ikra_twin@yahoo.com>
Cc: "bali-bali" <bali-bali@yahoogroups.com>
Date: Saturday, January 24, 2009, 8:45 PM

Pak Ikra yang senantiasa semangat,
 
Berikut catatan saya soal inagurasi Obama terkait dengan judi Togel. Semoga menikmati.
 
Oh ya, saya tak pernah mendengar kabar berita pak Soetoro bagaimana ya?
 
Soal Meru tumpang sebelas nanti kita cakapkan kalau ada masa untuk kita bercakap. Di Cakranegara juga ada meru tumpang 11, dekat Mayura.
 
Salam dari Bali-Lombok (PP),
Sugi Lanus
 

 

OBAMA & TOGEL

OLEH: SUGI LANUS
 
Judi illegal atau Togel di Indonesia 'buka' 5 kali seminggu. Layaknya sebuah agama, judi ini dilengkapi sebuah 'kitab suci': Kitab 1001 Mimpi. Setiap mimpi yang Anda alami bisa dikonversi/diterjem ahkan ke dalam angka oleh kitab ini.

Seandainya kita mengadakan survey nasional di Indonesia, saya yakin Kitab 1001 Mimpi ini lebih dikenal dari buku-buku Freud dan Juang. Kitab ini lebih lengkap dari tema-tema yang diangkat oleh Jung dan Freud, dua ilmuwan tersohor yang membahas dan peneliti 'ketaksadaran' dan mimpi. Kitab 1001 Mimpi mungkin telah mengalahkan ketersohoran Kisah 1001 Malam.

Sedemikian menyusupnya pengaruh kitab ini, banyak pasangan angka yang dipakai dalam rangkaian kalimat pada percakapan di kampung saya. Angka tersebut merujuk pada penanda/orang/ sifat atau perangai tertentu. Misalnya, kalau ada yang mengatakan: "Dia 97". Angka 97 dalam Kitab 1001 Mimpi adalah persamaan yang bergambar Orang Gila. Di kampung saya semua paham, orang yang disebut 97, maka dia orang gila. Ini bisa jadi ejekan atau memang untuk menyebut orang yang sungguh-sungguh tak waras. Demikian juga angka 03, merujuk pada "barang bangka" atau PSK (pekerja seks komersial). Angka 03 telah menjadi makian dan candaan di kalangan remaja dan teman sebaya.

Beberapa hari lalu, di sebuah warung sate Madura di wilayah Cakranegara- Lombok, seorang bapak tiba-tiba nyeletuk, "Obama keluar!" Saya kaget. Kok Obama keluar? Bapak itu tampaknya sedang bicara dengan penjual sate yang sedang kipas-kipas. Karena bapak itu duduk tepat di depan saya, maka saya tersenyum dan memberanikan diri bertanya.

"Maaf, ada apa dengan Obama?"

"Obama keluar!" katanya.

"Maksud Bapak?"

"Ya malam ini angka Togel yang keluar adalah 44. Obama kan presiden Amerika yang ke 44!", katanya dengan menggebu sambil menikmati satenya.

Diapun lanjut bercerita bahwa ia telah pasang Togel dengan angka 44, tapi keliru hari, "Saya pasang 44 kemarin, kan kemarin pelantikannya. Ternyata hari ini, sehari setelah pelantikan angka 44 keluar.. sementara saya pasang nomor lain. Mestinya kemarin angka itu keluar!" Ia mengerutu.

Hampir setiap desa di Bali atau di Lombok, serta berbagai belahan Indonesia, pecandu Togel eksis dan menjamur. Pecandu Togel telah menjadi bagian dari "keindonesian" kita. Ini penanda bahwa hal yang illegal dan "mimpi kaya mendadak" adalah bagian dari keseharian masyarakat Indonesia. Togel telah hadir (semenjak saya punya ingatan) di tahun 1980-an. Bahkan Togel pernah di-nasionalisasi menjadi Poskas, dan diatur oleh negara dengan dalih menggali dana untuk olah raga dan kegiatan sosial. Kemudian sempat ricuh, menuai protes, dan ditutup secara formal, tapi di masyarakat kebiasaan menebak dan membaca mimpi mereka menjadi formulasi nomor Togel tak pernah surut. Ia makin tumbuh subur, dan subur pula suap kepada petugas yang berusaha "menertibkan" mereka.

Ada yang menarik (tepatnya mengenaskan) , Togel telah turut mencipta bahasa masyarakat, menyusup ke ranah percakapan sehari-hari penduduk di pelosok negeri. Bahasa Togel, bisa dikatakan menjangkiti (memperkaya? ) bahasa masyarakat akar bawah. Di kampung saya di utara Bali, istilah "penyair" adalah ungkapan yang sempat identik dengan penjudi togel. Sang pecandu Togel tak beda layaknya penyair, berkecimpung dan sepenuh hati menumpahkan waktunya untuk "membaca" gelagat alam dan peristiwa sosial, mimpi serta berbagai variabel kehidupan di sekitarnya menjadi angka. Variabel-variabel itu dikonversi menjadi angka lewat Kitab 1001 Mimpi, atau lewat "rumus" yang mereka turunkan. Dengan penuh gairah mereka meyakini bahwa: Deratan angka yang keluar pada "bukaan" sebelumnya punya "logika matematis". Seorang perumus Togel punya tabel angka-angka yang pernah keluar dan membuat deretannya menjadi semacam deret ukur.

Turunan angka itu kalau dilihat secara visual mirip turunan unsur-unsur kimia yang diajarkan di sekolah menengah. Seorang "ahli rumus" bahkan berani menjajakan rumus mereka di halaman parkir pasar tradisional di banyak daerah yang "belum ditertibkan" petugas. Mereka dipercaya menjajakan angka-angka yang punya probabilitas tinggi menjadi deretan angka yang keluar pada bukaan selanjutnya!

Walaupun tentu saja tidak pernah meyakinkan semua orang, tapi rumusan dan hitung-hitungan mereka menjadi tontonan dan ajang kompetisi diam-diam di tengah masyarakat, dan membuat yakin banyak kalangan. Merumus dan membaca mimpi berjangkit di tengah kalangan bawah. Umumnya mereka penganggur yang telah kehilangan harapan karena ketaksediaan lapangan pekerjaan dan ketaktersedian pendidikan yang terjangkau. Ketika tak melihat harapan di tengah dunia sosial mereka, maka mereka memasuki dunia Togel sebagai alternatif mengejar mimpi mereka.

Seorang penyair Togel, harus melengkapi dirinya dengan "kemampuan membaca" berbagai variabel dan kejadian, serta dipadukan dengan kemampuan merumuskan menjadi angka. Penyair Togel ini tumbuh subur di alam Indonesia, tentu mengalahkan kemunculan penyair yang sesungguhnya. Mereka bisa Anda temui di warung-warung di pelosok Indonesia (khususnya bagian Indonesia Barat, tepatnya Sumatera-Jawa- Bali-Lombok) . Kegiatan menyair Togel kadang disebut pula menafsir. Tafsir menjadi sebuah kata yang bukan saja identik dengan kitab suci agama, tapi juga instrumen perjudian.

Memasuki dunia togel, kita diajak memasuki dunia berhala. Sebuah berhala yang menumbuhkan berhala-berhala purba. Bukan saja berhala rumus dan mimpi, tapi mereka tidak jarang pergi ke tempat-tempat angker minta nomor atau "petunjuk". Membawa sesaji sebagai sarana barter dengan "kegaiban" atau "keangkeran" untuk bertukar dengan nomor yang bisa "diuangkan". Di sebuah pedusunan yang rapat perumahannya, mimpi seorang bisa menjadi "mimpi publik". Seorang yang bermimpi tentang sesuatu bila diceritakan pada seorang tetangganya, tidak heran akan "dipasangi" (ditafsir sesuai Kitab 1001 Mimpi), lalu orang-orang sering ikut-ikutan membeli nomor yang sama berdasar mimpi itu.

Seorang nenek, tetangga orang tua saya, pernah dijuluki "pemimpi tertepat". Kata orang, si nenek A, sering mendapat kode dalam mimpinya. Orang-orang kerap menanyai mimpi nenek itu. Kadang ada orang yang memaksa si nenek untuk membagi mimpinya sekalipun si nenek dengan kukuh telah mengatakan bahwa ia tak bermimpi malam sebelumnya.

Kemunculan dukun Togel di sebuah desa juga sering terjadi. Seseorang bisa langsung kesoroh karena bisa memberi kode dan tanda pada para penjudi yang hendak pasang angka. Seorang yang dipercaya punya "kelebihan" sering didatangi oleh para pen-Togel. Dan celakannya, tidak jarang orang yang dipercaya punya kelebihan itu minta sarana ini itu sebagai 'tumbal/ganti rugi/sarana' ritual menurunkan kode atau angka dari alam lain. Mulai dari berbagai macam kembang sampai ayam berbulu tertentu.

Tak mengejutkan ketika keluarnya angka 44 dan urutan kepresidenan Obama tiba-tiba menjadi isu penting di kalangan pen-Togel. Togel membutuhkan narasi untuk tetap eksis. PenTogel membutuhkan "pembenaran" atas tindakannya yang dinilai tak logis oleh masyarakat yang menolak Togel. Pen-Togel mendapatkan "logika" dengan mengaitkan Obama dan Togel, bahwa: Angka Togel bukan sesuatu yang terpisah dari ranah kehidupan sosial, politik, dan peristiwa keseharian. Pelantikan Obama di tengah mereka menjadi bagian percakapan dalam perspektif mereka. Obama adalah kode. Ia penanda tersendiri bagi para pen-Togel. Obama adalah angka yang bisa diuangkan. Ia politis sekaligus mistis.

Kini di kalangan pen-Togel, Obama telah menjadi legenda yang "membenarkan" dunia Togel. Para pen-Togel akan mengenangnya sebagai angka 44, angka dimana pertistiwa politik beririsan dengan dunia perjudian. Obama barangkali bukan hanya bagian perjudian para pencandu Togel, Obama bisa jadi telah menjadi bagian dari "perjudian dunia". Dunia bursa- saham, perminyakan, terorisme, politik Timur Tengah dan Gaza, akan bergantung "faktor Obama". Dunia sedang pasang mata pasang telinga, menunggu "nomor-nomor" apa yang akan dikeluarkan kantor kepresidenan Obama.

Lembar-Padang Bali, Sabtu 24 Januari 2008
 
 
--
'The greatest event of our age is the meeting of cultures, meeting of civilizations, meeting of different points of view, making us understand that we should not adhere to any one kind of single faith, but respect diversity of belief. That is what we should attempt to do. The iron curtain, so to say, which divided one culture from another, has broken down. It is good that we recognize and emphasize the need of man to regard other people, their cultures, their beliefs etc. to be more or less on the same level as our own cultures and our own civilizations. It is not a sign of weakening faith; it is a sign of increasing maturity. If man is unable to look upon other people's cultures with sympathy and if he is not able to co-operate with them, then it only shows immaturity on the part of the human individual. We need co-operation, not conflict. It requires great courage in such difficult days as the present to speak of peace and co-operation. It is more easy to talk of enemies, of conflict and war. We should try to resist that temptation. Our attempt should always be to co-operate, to bring together people, to establish friendship and have some kind of a right world in which we can live together in happiness, harmony and friendship. Let us therefore realize that this increasing maturity should express itself in this capacity to understand what other points of view are'.

-Professor Sarvepalli Radhakrishnan, philosopher, President of India, his speech for the inauguration of the The Indian Institute of Advanced Study on 20 October 1965. http://www.iias. org/

__._,_.___

Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Tidak ada komentar: