kan nggak mau rugi sudah jutaan Rp.habis,dan siapa yg menjual lahan
danau itu kok bisa,,,mohon dijelasi bagiteman2 yg tau masalah ini
soalnya saya tidak tau runtutan masalahnya,,,wong dari nusa niki
nggak tau soalnya nggak pernah lagi ke danau main2!Bagi para PEGEDE2
kan dia yang tau duluan dari organisasi yg kita punya atas
kebawah/sebaliknya,jangan2 yah ini lah penyakit lama kalau sudah duit
masuk,,, urusan jadi belakangan,,kalau ribut2 nggak apalah,,biarin
semua ribut yang penting saya udah punya simpanan,nah ini lah yg
bikin masalah tidak pernah ada buntut2nya,yah kalau sudah masuk kamar
sidang nih pasti ada negoisasi antara siA dan siB dan salih salahkan
di depan masyarakat,dan media,tetapi kalau sudah pertemuannya selesai
bagi2 hasil,ini bukanya menuduh ,,,,,yah,,tapi kayaknya begitu
perkaliannya.
Suksma;
--- In bali-bali@yahoogroups.com, "wiranata" <wiranata@...> wrote:
>
> Bravo Ton.
>
> Peace for Indonesia
> Wr
>
>
> ----- Original Message -----
> From: Anton Muhajir
> To: baliblogger ; bali-bali
> Sent: Wednesday, January 28, 2009 9:36 AM
> Subject: [bali-bali] Bertengkar Sambil Menunggu Buyan Hilang
>
>
> http://www.balebengong.net/opini/2009/01/28/bertengkar-sambil-
menunggu-buyan-hilang.html
>
>
>
> 28th January 2009
> Bertengkar Sambil Menunggu Buyan Hilang
> Oleh Rofiqi Hasan
>
>
>
> Ups. Firasat saya ternyata benar. Ketika dua pekan lalu, SMS dari
Mbak Santi , staf Humas Pemda Propinsi Bali melayang ke HP saya,
feeling saya langsung berkata, bakalan terjadi kontroversi
berkepanjangan mengenai danau buyan. SMS itu memberi tahu, pada hari
Jumat itu bakal ada paparan PT Anantara mengenai rencana investasi di
danau Buyan.
>
> Firasat itu makin kuat ketika dengan bersemangat saya berusaha
menerobos masuk ke ruangan pertemuan pada pagi harinya. Di situ sudah
ada Gubernur Made Mangku Pastika (MMP) bersama staf lengkap dan
Bupati Buleleng.
>
> Tapi baru saja saya mencoba melangkah ke pintu sambil
bertanya, "bisa diliput kan?" pada Putu Suardika, Kepala Biro Humas,
dia langsung menjawab, "Enggak, enggak. Nanti saja!"
>
> Dan yang harus terjadi kemudian terjadilah.
>
> Kita semua tahu, hari-hari ini bola terus ditendang kalangan
penolak investasi dengan berbagai alasan. Sasarannya jelas. MMP
diminta untuk berkata tidak terhadap rencana investasi. Investasi
dinilai bakal merusak lingkungan danau dan merusak kesuciannya.
>
> Saya tak mau berdebat soal itu. Tapi menurut saya, semua
kontroversi sudah kehilangan konteks persoalan yang sebenarnya.
Konteks yang tepat untuk soal ini adalah nasib danau Buyan yang akan
hilang terlepas dari ada atau tidaknya investasi. Soal ini sayangnya
hanya lamat-lamat saja disuarakan MMP.
>
> Dalam satu wawancara dia menyebut, 10 tahun lagi danau bisa
hilang. Saat ini danau telah menyusut 60 ha. Tidak ada elaborasi atau
penjelasan apapun untuk mempertegas persoalan ini. Padahal inilah
PERSOALAN BESARNYA.
>
> Wawancara seorang teman dengan Pusat penelitian Lingkungan Hidup
Unud mengungkap data Danau Buyan yang kini memiliki luas 478,33
hektar telah mengalami penurunan permukaan sebanyak 5 meter pada
periode 2003 – 2005. Memasuki tahun 2006, kondisi tinggi muka air
danau makin menunjukkan penurunan yang signifikan.
>
> Ada tiga faktor penyebab turunnya muka air danau buyan. Yakni,
curah hujan yang sangat rendah dalam lima tahun terakhir. Curah hujan
di kawasan danau pada musim kemarau biasanya mencapai rata-rata 70
milimeter per bulan. Namun sejak tahun 2002, curah hujan di musim
kemarau bisa hanya sekitar 0-5 mili meter.
>
> Penurunan muka air danau juga dipengaruhi oleh alih fungsi lahan
di sekitar danau. Kebun kopi yang memiliki fungsi resapan air yang
sangat tinggi misalnya, kini beralih menjadi pertanian sayuran.
>
> Luasan kebun kopi di kawasan sekitar danau buyan pada 2003 hanya
tersisa 14,32 hektar, dibandingkan tahun 1981 lalu yang mencapai
118,34 hektar. Selain itu, tercatat luas pemukiman sekitar danau
meningkat dari hanya 58,06 hektar tahun 1981 menjadi 86,10 hektar
pada 2003.
>
> Kini konteks persoalan sudah menyempit ke soal investasi. Dan
saya tahu, untuk soal ini ada banyak trauma di kalangan aktivis
lingkungan terhadap proyek-proyek pariwisata. Bagi mereka moratorium
atau penghentian sementara pembangunan adalah jawabannya. Meski
moratorium jelas bukan jawaban untuk pertumbuhan ekonomi dan
penyediaan lapangan kerja. Juga seringkali juga bukan pemecahan
masalah bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi
proyek.
>
> Bagaimana pula dengan kondisi danau saat ini? Siapa yang mau
mengeruk ulang? Siapa yang harus mempertahankan perkebunan kopi?
>
> Karena konteks persoalan yang tidak tepat, arah kontroversi pun
telah kehilangan relevansinya. Apa gunanya menolak investasi kalau
danau Buyan tetap akan hilang juga. Well, menyuarakan penolakan
tentu jauh lebih mudah dibanding benar-benar harus turun tangan
menyelamatkan danau itu. Isu ini bahkan sudah diboncengi oleh suasana
menjelang pemilu dimana para politisi ingin memanfaatkan setiap
kesempatan untuk mengkampanyekan dirinya.
>
> Pembicaraan sebenarnya harus lebih terarah pada upaya pemecahan
masalah itu. MMP menyatakan sedang melakukan kajian dari sisi budaya,
sosial, ekonomi, dll. Saya berharap hasil kajian secepat mungkin
dikeluarkan dan bukan hanya menyangkut tawaran investasi PT Anantara.
Hasil itu mestinya berawal dari pemetaan yang kongkrit mengenai
kondisi tata ruang, ekonomi dan sosial budaya di wilayah itu serta
masalahnya ke depan. Lalu, sejumlah solusi yang komprehensif hingga
ke masalah teknis pembiayaan bisa ditawarkan.
>
> Investasi hanya salah-satu alternatif. Saya berharap PT Anantara
akan diberi kesempatan untuk melakukan presentasi terbuka kepada
publik mengenai rencananya hingga soal skema pembiayaannya. Di situ
akan bisa dinilai, apakah yang mereka lakukan benar-benar langkah
penyelamatan. Juga soal skema pembiayaan itu, jangan sampai konsesi
pengelolaan lahan kemudian digadaikan lagi ke pihak lain. Suara
masyarakat di sekitar danau juga harus didengar. Karena merekalah
yang bakal terkena dampak dari setiap kebijakan yang diambil.
>
> MMP benar ketika menyatakan, "Mari kita dengar dulu". Sayang, dia
belum mendorong agar bukan hanya kalangan pejabat yang mendengar,
tapi seluruh masyarakat Bali harus diberi hak yang sama. Sayang,
bahkan wartawan pun tak boleh meliput langsung paparan PT Anantara
itu.
>
> Tanpa keterbukaan itu, gelindingan masalah akan tetap berporos
pada penolakan investasi. Jaminan MMP bahwa dia akan tetap
mempertahankan lingkungan dan peka terhadap masalah kesucian akan
sulit diterima. Apriori terus terpupuk tanpa kejelasan masalah dan
langkah untuk memecahkannya.
>
> Apalagi di era dimana histeria demokrasi belum usai sepenuhnya.
Histeria yang seringkali membuat orang melupakan prosedur komunikasi
yang sehat.Yakni untuk melakukan konfirmasi dan check and re-check
sebelum menanggapi.
>
> Sekarang semua orang bicara dengan sudut pandang mereka sendiri
atau sudut pandang yang disodorkan media tanpa melakukan pengechekan
akan kebenarannya. Kini orang suka bicara dengan bahasa yang ekstrim
dan hitam putih seolah mereka yang paling benar. Esensi demokrasi
sebagai ruang tawar menawar ide dan gagasan telah disabotase sebagai
alat untuk mengukuhkan eksistensi diri.
>
> Hmm, tiba-tiba kepala saya pusing sebelah. Mungkin karena saya
merasa pendapat saya yang paling benar juga. Hiks.. Capek, deh. [b]
>
>
>
> --
> Anton Muhajir | http://rumahtulisan.com
>
------------------------------------
Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/bali-bali/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/bali-bali/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
mailto:bali-bali-digest@yahoogroups.com
mailto:bali-bali-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
bali-bali-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar