Siapa tidak risau melihat kenyataan yang terjadi di Indonesia. Ada
berbagai agama besar dengan umatnya yang besar (terutama Islam), namun
kasih sayang, kebenaran dan keadilan malah nyaris tidak ada. Atau
justru sebaliknya, kekerasan, kerusuhan, pembunuhan, ketidak adilan,
korupsi dan berbagai pelanggaran HAM justru terjadi di Indonesia dan
barangkali mencapai index prestasi nomor wahid didunia. Demikian pula
yang terjadi dengan di negara2 yang kental sekali agamanya, seperti
negara2 Amerika Latin (Colombia, Argentina, Bolivia), Philipina (jaman
Marcos), negara2 Timur Tengah, Pakistan, Aljasair, Afganistan, dst.
Apanya yang salah? Berikut ini adalah butir2 analisis yang mendalam
tentang Agama, Tuhan, dan Bangsa.
Dalil 1.
Tuhan itu tidak beragama, jadi Ia berlaku adil bagi semua manusia.
Agama adalah sekedar sarana untuk mengenalkan Tuhan, namun Tuhan
sendiri tidak beragama.
Dalil 2.
Agama mempunyai keterbatasan yang cukup mencolok seperti disebutkan
dalam kitab-kitab suci Al- Quran dan Injil. Misal dalam Al-Quran
ditandaskan bahwa apabila semua ajaran Allah SWT dituliskan, maka
tinta sebanyak samudera rayapun tidak akan mencukupi. Demikian pula
dengan Injil yang menandaskan apabila semua ajaran Isa Almasih
dituliskan maka buku setebal gunungpun tidak akan bisa memuat. Ke
"Mahabesaran Tuhan" tidak mungkin cukup diwadahi dalam buku setebal
kitab suci. Ke "Mahabesaran Tuhan" juga tercermin pada luas dan
dalamnya ilmu pengetahuan. Dengan terbatasnya kitab suci, ini berarti
umat beragama diminta untuk lebih banyak belajar ilmu beserta
kebenarannya diluar kitab suci masing2 agama (jadi isi masing2 kitab
suci ternyata hanya sedikit sekali!). Dengan banyak belajar diluar
kitabsuci, diharapkan IQ, EQ dan Iman terus berkembang sejajar, tidak
timpang, dan tidak fanatik. Bila orang hanya dalam pada sisi "Iman"
saja, maka ia mudah diperalat oleh para politisi.
Dalil 3.
Pencapaian puncak pemahaman agama adalah religiositas. Ibarat kuliah,
ini adalah Philosophy Degree atau gelar Doktor. Setelah bergelar
Doktor, maka ilmu lebih penting daripada almamaternya. Kalau baru
taraf kuliah, seorang mahasiswa masih suka memamerkan identitas2
universitasnya. Demikian pula dengan agama, Tuhan dengan sifat dasar
Nya ("Maha Pengasih dan Penyayang") menjadi lebih penting daripada
agama itu sendiri, atau bahkan agama menjadi tidak perlu lagi. Jadi,
kalau sudah mumpuni keagamaan seseorang, bukan agamanya yang penting,
melainkan religiositasnya yang amat sangat penting. Ia tidak lagi
tersekat-sekat oleh kotak sempit yang disebut agama. Religiositas
setingkat lebih atas daripada agama. Religiositas dapat diperoleh
tanpa melalui agama. Salah satu definisi umum tentang religiositas
adalah sbb.: sikap hatinurani, batin dan pikiran manusia yang selalu
diarahkan kepada perbuatan baik, kasih sayang, kebenaran dan keadilan.
Dalil 4.
Agama adalah sesuatu yang abstrak dan sulit dicerna, oleh sebab itu
sebaiknya tidak diberikan kepada anak-anak yang belum dewasa
(disekolah dasar), apalagi dipaksakan sebagai pendidikan agama (ini
pelanggaran HAM, agama adalah kebebasan untuk memilih); kalau sebagai
pengajaran tentang berbagai agama, ini penting dan perlu diajarkan
(misalnya keanekaragaman agama beserta ciri mereka masing2). Sebaiknya
agama sebagai pendidikan (untuk menarik pengikut baru) diberikan
kepada manusia dewasa, waktu kecil cukup diberikan budi pekerti. Kalau
sejak kecil sudah dicuci otak dengan agama, maka hasilnya mirip
Indonesia saat ini. Bukan kekeluargaan atau kasih sayang melainkan
kecurigaan, 'keterkotakan' (SARA) dan bahkan kekerasan yang justru
muncul. Dinegara modern seperi USA, Jepang, Korsel, Taiwan, Inggris,
Australia, dst. agama memang tidak boleh diberikan pada anak2 SD
sebagai pendidikan(kecuali sekolah yang berafiliasi dengan agama
tertentu), namun sebagai pengajaran (transfer of knowledge) yang
mengajarkan berbagai agama beserta karakteristiknya diperbolehkan,
pendidikan agama adalah merupakan tanggung jawab orang tua. Untuk
anak, yang lebih baik dan lebih penting adalah budi pekerti. Budi
pekerti mengajarkan sopan-santun, taat hukum, keadilan dan hidup
bersosial secara baik. Benarkah dan pernahkah Nabi Muhammad SAW dan
Nabi Isa mengarahkan agama kepada anak2? Tidak kan? Oleh sebab itu,
kasihanilah para anak2 dengan tidak membebani otak mereka kepada
pengetahuan yang belum saatnya; dan yang lebih penting dan mendasar:
agama syarat dengan dogma2 yang beku, bila diajarkan secara kurang
tepat justru akan membelenggu kecerdasan anak2, bahkan justru anak2
akan mulai terkotak-kotak sejak dini! Masih ingin
bukti? Lihatlah prestasi masyarakat RRC yang komunis, ternyata lebih
religius, tidak main membunuh orang (maling ayam dan pencopet),
prestasi olahraga dan IPTEK nya hebat, pemerintahnya bisa menghidupi
1,2 milyar (lima kali penduduk kita), berani menghukum mati para
pelaku KKN, dst. Kemudian, tentang kualitas pendidikan, Indonesia
berada dibawah Vietnam (yang komunis). Pendidikan dan pengajaran agama
harus disertai penekanan tentang keterbatasan agama, sejarah hitam
agama (misal: Katholik diabad 17 yang membuat Eropa mundur, dan Islam,
bila tidak hati2, diabad ini
bisa mengalami hal yang serupa dengan Katholik diabad 17), semua agama
besar pernah mengalami pasang surut dalam sejarah, semua agama juga
mengalami perpecahan internal (Katholik-Protestan, Syiah-Suni, dst);
penekanan cita2 pemahaman tertinggi agama yang disebut religiositas,
dan penekanan kemungkinan penyalahgunaan agama untuk politik! Agama
juga selalu jauh tertinggal (terbirit-birit) dalam perkembangannya
dibandingkan ilmu pengetahuan. Dengan penekanan demikian, umat yang
mendalami agama mempunyai wawasan yang luas, tidak arogan dan terbuka!
Dalil 5.
Agama bukan jaminan moralitas, kesejahteraan, kedamaian dan keadilan.
Lihat saja, ada berbagai agama besar di Indonesia, namun persaudaraan,
perdamaian dan keadilan justru tidak ada. Demikian pula korupsi justru
meraja lela. Para elit (militer, politik dan birokrat), yang notabene
berpendidikan dan berjabatan tinggi justru merupakan sebab utama
kehancuran bangsa Indonesia. Yang diatas rajin korupsi namun bebas dan
terhormat, yang dibawah: begitu menangkap pencuri ayam langsung
dibakar begitu saja! Di Amerika Latin yang didominasi agama Katholik,
seperti Meksiko, Brasil, Argentina, dan Colombia, juga didominasi
kekerasan dan korupsi, demikian pula Pilipina. Di Timur Tengah
(negara2 Arab), Pakistan, Aljasair, Afganistan, Irak, Iran,dst...,
kekerasan dan pelanggaran HAM luarbiasa. TKW kita di Timur Tengah
menjadi salah satu bukti nyata. Sebaliknya, negara RRC yang komunis
justru menampilkan kesejahteraan, kedamaian dan keadilan, koruptor
kelas kakap justru tegas ditembak mati. Kesejahteraan yang timbul
dalam agama seringkali hanya terjadi pada para birokrat (pemimpin)
agama itu sendiri. Penegakan hukum lebih menjamin tingginya
moralitas dan pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya akan memberikan
kesejahteraan, kedamaian dan keadilan bagi rakyat.
Dalil 6.
Agama Harus Menghormati Budaya Setempat.
Semua agama besar di Indonesia berasal dari luar negeri, maka bias
budaya pasti ada. Artinya, budaya asing mendompleng agama akan masuk
dan mempengaruhi budaya lokal. Alangkah sedihnya kita, apabila di
Malioboro, seorang menyapa dengan Amitaba ... (Budha, bhs. Cina), lalu
dijawab yang lainnya dengan Assalam ..... (Islam, bhs. Arab), kemudian
ada lagi yang menyahut Syallom .... (Kristen, bhs. Yahudi), tak
ketinggalan ada yang berkata Hong wilaheng .... (Hindu, bhs. Hindi);
kemudian ada yang menjawab secara rasional, sopan dan nasionalis:
Selamat Siang. Demikian pula dengan budaya berpakaian, alangkah
sedihnya apabila blangkon dan surjan Yogya terdesak oleh pakaian Arab
atau sari India. Memeluk agama asing haruslah tidak boleh mengorbankan
budaya setempat. Yang paling menakutkan adalah penjiplakan cara
berpikir dan berperilaku, misalnya menganggap ilmu pengetahuan dan
teknologi itu "setan" yang harus dijauhi, dan kekerasan demi pembelaan
agama, konsep yang salah "right or wrong for my religion" (sisi
"wrong" sangat berbahaya bagi kesehatan nurani). Bayangkan bila kita
tidak kritis diberbagai bidang, pinjaman uang (utang) luar negeri yang
bersyarat telah membelit kita, kurs nilai mata uang yang jauh dari
keadilan telah menjajah kita, dan budaya asing yang mendominasi budaya
kita lewat agama telah menghantui kita, lalu kita mau jadi bangsa apa?
Dalil 7.
Agama mudah diperalat.
Oleh para elit politik maupun penipu biasa, agama sering diperalat.
Kesetiaan dan ketaatan hampir seratus persen kepada Tuhan melalui
agama disalah gunakan oleh 'manusia cerdas tapi jahat'. Antara Agama
dan partai politik sudah sulit dibedakan. Antara filsafati yang suci
bersih dan politik yang hitam kelam bercampur baur. Umat beragama
bingung, apakah ia sedang mendengarkan sabda Tuhan atau orasi politik
yang ulung dari seorang Dai (misalnya Dai sejuta umat), atau apakah ia
sedang ada di mesjid atau sedang ada di kantor partai politik? Awas,
jika para politisi di Jakarta ahli mempolitisir agama, apalagi para
pakar politik Barat yang bagaimanapun kita harus akui
kualitasnya lebih unggul daripada para politisi kita, mereka pasti
juga ikut dan lebih pandai menggunakan jurus politisasi agama. Dengan
politisasi agama, kasih sayang dimanipulasi menjadi kekerasan dan
bahkan pembunuhan, dan bangsa ini akan terjebak dan dibuat sibuk
mengurusi hal2 yang tidak penting (biarkan masyarakat beragama
sendiri), sedangkan para politisi dari negara modern (pemerintah
asing) bebas dan sibuk 'mencuri' kekayaan alam kita yang luar biasa
kayanya. Lihatlah fakta kekerasan dan pembunuhan di negara2 yang
agamis seperti: Colombia, Argentina, Aljasair, Afganistan, Pilipina,
Indonesia, Bosnia, Yugoslavia, dst. Kasus penyerbuan Amerika ke
Taliban, dipakai oleh regim ORBA untuk mengalihkan perhatian bangsa
kepada hal lain yang tidak banyak manfaatnya atau justru merugikan
negara! Seandainya saja, kesetiakawanan umat Islam dipergunakan untuk
hal yang baik dan nasionalis, misalnya saja jihad melawan KKN,
pelanggaran HAM dan mafia peradilan, hasilnya akan bukan main!
Indonesia akan maju pesat sekali; sayang sekali, tongkat komando agama
Islam saat ini masih ditangan orang2 Regim Orde Baru! Sehingga
kesetiaan umat terhadap Tuhan justru disalah gunakan untuk adu domba,
pengalihan perhatian dan pembodohan bangsa! Didalam negeri sendiri
sudah begitu banyak masalah (macetnya agenda Reformasi), tapi justru
masih dicarikan penyakit baru yaitu dengan melibatkan diri kepersoalan
luar negeri yang kurang relevan! Inilah keculasan manusia2 Orde Baru,
demi keselamatan regim dari segala tuntutan dahsyat bangsa atas
tindakan selama 32 tahun, mereka rela membodohi bangsanya sendiri!
Dinegara yang patuh hukum, para pelaku regim ORBA ini pastilah sudah
mengalami hukuman yang sangat berat dan setimpal, banyak dari mereka
yang pantas untuk mendapat hukuman mati. Namun saat ini, mereka masih
dihormati justru oleh para dosen, pakar, mahasiswa, jurnalis, dan kaum
agamawan. Aneh bin ajaib!
Dalil 8.
Agama dapat menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Lihatlah sejarah Eropa diabad 17 an. Agama Katholik saat itu sering
menghukum ilmuwan, dengan alasan ilmuwan itu membuat pernyataan yang
dianggap bertentangan dengan isi Injil. Ilmuwan besar yang dikucilkan
antara lain adalah Copernicus dan Darwin. Pada abad itu ketika agama
Katholik begitu dominan, Eropa justru mengalami jaman kegelapan.
Sekarang, lihatlah perbedaan antara negara Amerika Latin (yang dominan
agamanya) dan USA serta Kanada (yang dominan religiositasnya). Sangat
kontras sekali, misalnya saja antara USA dan Meksiko yang berbatasan.
USA sangat modern, makmur, tentram, sebaliknya Meksiko, padahal mereka
sama2 pendatang dari Eropa. Negara-negara Islam juga sama saja,
katakan saja Turki (Bosnia, Albania) adalah negara Islam paling
modern, ternyata masih jauh dibelakang negara2 Eropa dalam IPTEK dan
kemakmuran. Selama pemahaman agama itu masih sempit (fanatisme agama,
bukan religiositas), maka selama itu pula negara akan terjebak dalam
hiruk pikuk eforia agama.
Bandingkan pula dengan pemahaman demokrasi kita, yang baru tarap
belajar dan eforia, dengan negara2 Eropa/USA. Kita juga dibuat
tercengang dengan para ilmuwan negara komunis, misal RRC, mereka maju
pesat, lihat negara kita dibanjiri otomotif produk mereka. Berapa ribu
jam belajar yang sudah dihabiskan oleh anak-anak SD untuk "menghapal"
hal yang belum saatnya dipelajari (agama asing beserta bahasa dan
budayanya)? Bukankah anak2 itu ibarat di "brain washing" sehingga daya
kreativitas dan daya saing mereka untuk tingkat dunia menjadi rendah
sekali. Hasilnya apa? Toh mirip P4, PMP, dst. Sementara itu, setelah
SD, kita harus menghabiskan sekian ribu jam pelajaran lagi untuk
belajar dan mengejar ketertinggalan dalam bahasa Inggris, lalu kapan
SDM kita bisa maju kalau kita tidak effisien dalam menggunakan waktu
dalam pendidikan?
Dalil 9.
Semakin udara suatu bangsa penuh polusi doa puja-puji kepada Tuhan,
semakin rusak moral bangsa itu.
Kalau kita amati, seringkali tembok-tembok ditulisi: Ngebut, benjut;
Yang Kencing disini hanyalah anjing; Daerah bebas narkotik; Dilarang
buang sampah disini; dst... Dinegara maju yang masyarakatnya sudah
mencapai religiositas, tulisan2 berisi ancaman dan aturan kasar
semacam itu sudah tidak ada lagi, sebab aturan itu sudah tertulis
dihati sanubari mereka semenjak dini/kecil, yaitu melalui pendidikan
budi pekerti. Begitu pula dengan masalah agama, semakin bumi nusantara
ini dipenuhi polusi suara yang keras dan
hingar bingar tentang agama (Tabliq Aqbar, istigotsah, azan masjid,
koor gereja, dsb.), semakin menandakan bahwa masyarakatnya masih
sekedar pandai berdoa, sekedar bosa-basi agama, namun tidak pandai
melaksanakan ajaran agama. Siang maling atau korupsi,
malam meditasi atau berdoa. Ucapan dan tindakan sangat kontras
berbeda. Lihatlah kelihaian para politisi Orde Baru dalam ber "agama",
kemudian lihatlah "track record" mereka. Alhamdulilah, seratus delapan
puluh derajat bedanya! Dapat kita katakan, apa yang terjadi di
Indonesia adalah pelecehan agama, bukan penghormatan agama, apalagi
pengamalan agama! Pelecehan agama akan menyebabkan kehancuran moral
suatu bangsa (Tuhan menurunkan hukum Nya!).
Dalil 10
Agama dapat melunakan hukum negara melalui persepsi yang salah.
Dalam agama Islam dikenal konsep pengampunan total terhadap dosa2
manusia oleh Tuhan dalam event2 tertentu, misalnya dibulan pengampunan
"Ramadhan" atau saat2 naik Haji ke Mekah, demikian pula dalam agama
Nasrani dikenal konsep pengampunan total terhadap dosa2 manusia oleh
Tuhan asal percaya kepada Yesus Kristus. Dengan sifatNya yang "Maha
Pengasih dan Penyayang" (perhatikan kata Maha), maka bagi Tuhan itu
memang mungkin. Namun hal ini sering disalah gunakan oleh para
koruptor, pelanggar HAM, elit politik dan birokrat. Agama bagi mereka
menjadi sarang persembunyian yang enak dan nyaman (kasus islah),
apalagi apabila sekian persen dari hasil kejahatan mereka, lalu mereka
sumbangkan untuk membangun masjid, gereja dan rumah yatim piatu (model
Robin Hood), dengan demikian walau bandit mereka tetap dihormati oleh
umat setempat. Ulama, pastor dan pendeta harus menandaskan bahwa
kejahatan manusia juga harus dipertanggung jawabkan didepan manusia
(pengadilan), jadi tidak hanya vertikal melainkan horisontalpun
penting! Ulama, pastor dan pendeta harus rajin ke DPR, Kejagung,
presiden , dst., dalam hal membela kebenaran/moral, tanpa harus
berpolitik praktis, mereka harus merasa malu dengan daya juang para
mahasiswa/LSM dalam hal pembelaan moral dan kebenaran! Mereka, para
agamawan, juga harus malu kepada seorang wanita ceking yang gigih
membela manusia melarat dan
tertindas, yang bernama Wardah Hafidz, yang tidak takut mengorbankan
keamanan hidupnya! Mana ada ulama, pastur, pendeta atau biksu, yang
turun tangan membela tukang becak, pnjual asongan, dst., secara nyata?
Mana ada dari mereka yang menuntut tuntasnya kasus BLBI, Trisakti,
Priok, KKN, uang hibah haram, dst.?
Dalil 11.
Tuhan itu demokratis, sedangkan agama seringkali otoriter.
Tuhan tidak melarang manusia untuk tidak beragama, karena Tuhan
sendiri pada dasarnya tidak beragama. Tuhan mengharapkan agar manusia
mencapai pemahaman tertinggi yang disebut religiositas melalui
berbagai sarana seperti agama, "agama lokal" (misal Kejawen), dan ilmu
pengetahuan. Keotoriteran agama nampak pada keinginan mau menangnya
sendiri seperti melarang berbagai hal yang tidak sepaham dan ingin
menjadi anak emas dinegara yang majemuk/pluralis!
Penutup
Agama itu penting, namun bukan segala-galanya. Belajar agama harus
sampai mencapai tingkat tertinggi yaitu religiositas. Keterbatasan
agama (iman/keyakinan) yang inherent harus diimbangi dengan
perkembangan IQ dan EQ. Semua agama, berasal dari negara asing, maka
kita wajib waspada dan bisa memilahkan antara ajaran agama dan budaya.
Kita janganlah dibiasakan meniru adat istiadat, pakaian, budaya,
apalagi cara pikir atau bahkan kekerasan yang mendompleng agama
(melalui politik praktis). Manusia yang sudah mencapai derajat
Religiositas yang tinggi, sudah tidak lagi mementingkan wadahnya yaitu
agama, melainkan lebih mementingkan isi (intisari/makna) suatu ajaran
agama, sehingga ia menjadi manusia bebas merdeka yang tidak
tersekat-sekat lagi. Berbahagialah orang yang tidak beragama namun
mempunyai religiositas yang tinggi, sebab ia akan bebas merdeka dimana
saja, kapan saja, dilingkungan apa saja, dan Tuhan selalu menyertai
dia! Tingkat pemahaman agama di Indonesia, seperti juga dalam hal
demokrasi, masih dalam tingkatan rendah sekali, masih tahapan
eforia/kulit, seperti Eropa abad 17 an, oleh sebab itu, mari kita
perbaiki bersama!
Akhir kata, marilah beragama secara baik, santun, sehat, rasional dan
berwawasan luas, sebab agama sangat mempengaruhi budaya, budaya sangat
mempengaruhi pola-pikir dan tindak tanduk suatu bangsa!
------------------------------------
Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/bali-bali/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/bali-bali/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
mailto:bali-bali-digest@yahoogroups.com
mailto:bali-bali-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
bali-bali-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar