Kita harus merobah paradigma tentang toleransi. Kita harus menghormati (hak azasi) seluruh dan setiap manusia, apapun keyakinan agamanya, bahkan termasuk yang tidak beragama dan atheis. Tetapi terhadap agama, kita berikan toleransi, setelah dia lulus dari ujian akal kritis serta kode moral yang diterima secara universal.
Agama-agama, kitab sucinya, pendirinya, harus dianalisis secara mendalam. Dari analisis itu kita ketahui ada agama-agama yang mengajarkan kebencian dan kekerasan; ada agama-agama yang mengajarkan persaudaraan universal dan welas asih. Dengan permohonan maaf, harus dikatakan agama-agama Semitik mengajarkan yang pertama; agama-agama Timur mengajarkan yang kedua. Mengapa demikian? Agama-agama Timur didirikan oleh para maharesi yogi dan filsuf.
Agama Semitik itu didirikan oleh para petani berpindah, pengembala ternak nomaden gurun pasir yang keras atau karyawan dagang buta huruf. Mereka pada umumnya adalah atau bertindak sebagai kepala suku yang berjuang mempertahankan sukunya dari tekanan suku lain yang lebih besar, atau ingin memperluas wilayahnya dengan merebut tanah-tanah suku lain, dan membunuh lawan-lawannya, menawan mereka yang takluk untuk dijual sebagai budak, atau dijadikan pemuas seks. Tuhan (yang) mereka (persepsikan) hampir sama dengan sifat-sifatnya (kepala suku itu). Tuhan-tuhan itu hanya membela sukunya (pengikutnya) saja, dan memusuhi suku (pengikut keyakinan) lain. Bahkan ada Tuhan yang ikut sibuk terlibat dalam urusan ranjang kepala suku itu. Ini pastilah bukan Tuhan menciptakan alam semesta. Ini adalah tuhan suku, yang telah jatuh menjadi pelayan domestik.
Itulah sebabnya di dalam kitab suci mereka kita temukan kebencian, permusuhan dan perintah kekerasan terhadap suku atau pemeluk keyakinan lain.
Dalam Torah Yahudi (Perjanjian Lama Kristen) ada narasi kebencian terhadap orang Mesir, Kanaan, dan Filistin. Bahkan Yahweh ikut mengirimkan bencana wabah kepada orang Mesir. Di dalam Perjanjian Baru ada narasi kebencian dan kekerasan terhadap orang Yahudi, karena dituduh membunuh Yesus, dan para "God Killers" ini mengalami hidup yang sulit selama berabad-abad di Eropa Kristen, berpuncak pada holocaust di Jerman, yang tidak diakui oleh pak Ahmaddinejad . Juga ada kebencian dan permusuhan terhadap orang Roma yang menindas para missionaris Kristen Awal. (Andaikata sebatas Kotbah di Atas Bukit, Kristen adalah agama damai).
Di dalam Quran ada perintah kebencian dan kekerasan, mula-mula terhadap orang Arab Mekkah, kemudian terhadap orang Yahudi Medina, lalu terhadap Kristen Syiria, Parsi Iran dan akhirnya terhadap seluruh manusia yang tidak beragama Islam. Isinya sebagian besar polemik, pertengkaran, kutukan dan ancaman. Selain dimasukkan neraka janaman secara abadi, para kafir penyembah berhala itu juga dapat atau harus dibunuh.
Para pendiri agama juga harus disorot oleh kode moral. Apakah selama hidupnya dia berprilaku moral atau tidak. Apakah dia hidup dari keringatnya sendiri, atau menjarah harta orang lain? Bagaimana kehidupan seksualnya? Apakah dia dapat mengendalikan nafsu seksualnya atau malah mengumbarnya?
Terhadap agama-agama yang mengajarkan doktrin jahat dan berbahaya ini bagaimana sikap kita?
"Toleransi" kritis. Artinya toleransi tidak mematikan pemikiran kritis, pemikiran kritis tidak berarti mencari musuh. Justru pemikiran kritis yang telah menghantarkan manusia pada peradabannya sekarang ini. Dan pemikiran kritis ini akan terus membawa kita kepada kemajuan lebih jauh, tidak hanya di bidang sains dan teknologi, tetapi dan terutama dibidang moral dan spiritual, dimana .kebencian dan kekerasan – termasuk yang konon datang dari "tuhan" - akan ditolak oleh sebagian besar, kalau pun tidak oleh seluruh manusia. Savere aude, beranilah menggunakan pikiran. Itulah pencerahan, menurut Immanuel Kant.
Tabik
LGS
From: Cokorda Raka Angga Jananuraga <rakabali78@yahoo.com>
To: bali-bali@yahoogroups.com
Sent: Wednesday, January 28, 2009 9:34:50 PM
Subject: [bali-bali] Re: Analisis Mendalam Tentang Agama, Tuhan dan Negara
Tulisan yang bagus. Tapi mungkin bagi yang males baca panjang-panjang,
mungkin bisa diringkas sebagai berikut:
"Kacau nih indonesia gara-gara fundamentalisme agama gurun (islam)".
[islam gak disebut-sebut dalam tulisan aslinya, mungkin supaya PC,
politically correct, tapi, kita kan gak perlu PC terus kan?]
-Raka-
--- In bali-bali@yahoogrou ps.com, Bulantrisna Djelantik <btrisna@... >
wrote:
>
> Tulisan yang sangat bagus dan memberi pencerahan, terimakasih untuk
sdr
> Surya, Biang Bulan
>
> 2009/1/28 Nusantara Jaya <nusantarajaya69@ ....>
>
> > Pak Suarsawan saudaraku, terima kasih sebuah tulisan gedoran
pikiran
> > dan nurani yang berkecamuk menyaksikan fakta hidup di dunia ini
dan asupan
> > pagi yang lumayan memprovokasi pikir setelah liburan Imlek.
> >
> > Saya tertarik untuk minta pendapat dan berbagi jikalau waktu
mengijinkan
> > kita untuk bertemu.
> >
> > Surya
> >
> > --- On *Tue, 1/27/09, ptsuarsawan <ptsuarsawan@ ...>* wrote:
> >
> > From: ptsuarsawan <ptsuarsawan@ ....>
> > Subject: [bali-bali] Analisis Mendalam Tentang Agama, Tuhan dan
Negara
> > To: bali-bali@yahoogrou ps.com
> > Date: Tuesday, January 27, 2009, 4:01 AM
> >
> >
> > Analisis Mendalam Tentang Agama, Tuhan dan Negara
> >
> > Siapa tidak risau melihat kenyataan yang terjadi di Indonesia. Ada
> > berbagai agama besar dengan umatnya yang besar (terutama Islam),
namun
> > kasih sayang, kebenaran dan keadilan malah nyaris tidak ada. Atau
> > justru sebaliknya, kekerasan, kerusuhan, pembunuhan, ketidak
adilan,
> > korupsi dan berbagai pelanggaran HAM justru terjadi di Indonesia
dan
> > barangkali mencapai index prestasi nomor wahid didunia. Demikian
pula
> > yang terjadi dengan di negara2 yang kental sekali agamanya,
seperti
> > negara2 Amerika Latin (Colombia, Argentina, Bolivia), Philipina
(jaman
> > Marcos), negara2 Timur Tengah, Pakistan, Aljasair, Afganistan,
dst.
> > Apanya yang salah? Berikut ini adalah butir2 analisis yang
mendalam
> > tentang Agama, Tuhan, dan Bangsa.
> >
> > Dalil 1.
> > Tuhan itu tidak beragama, jadi Ia berlaku adil bagi semua manusia.
> > Agama adalah sekedar sarana untuk mengenalkan Tuhan, namun Tuhan
> > sendiri tidak beragama.
> >
> > Dalil 2.
> > Agama mempunyai keterbatasan yang cukup mencolok seperti
disebutkan
> > dalam kitab-kitab suci Al- Quran dan Injil. Misal dalam Al-Quran
> > ditandaskan bahwa apabila semua ajaran Allah SWT dituliskan, maka
> > tinta sebanyak samudera rayapun tidak akan mencukupi. Demikian
pula
> > dengan Injil yang menandaskan apabila semua ajaran Isa Almasih
> > dituliskan maka buku setebal gunungpun tidak akan bisa memuat. Ke
> > "Mahabesaran Tuhan" tidak mungkin cukup diwadahi dalam buku
setebal
> > kitab suci. Ke "Mahabesaran Tuhan" juga tercermin pada luas dan
> > dalamnya ilmu pengetahuan. Dengan terbatasnya kitab suci, ini
berarti
> > umat beragama diminta untuk lebih banyak belajar ilmu beserta
> > kebenarannya diluar kitab suci masing2 agama (jadi isi masing2
kitab
> > suci ternyata hanya sedikit sekali!). Dengan banyak belajar diluar
> > kitabsuci, diharapkan IQ, EQ dan Iman terus berkembang sejajar,
tidak
> > timpang, dan tidak fanatik. Bila orang hanya dalam pada sisi
"Iman"
> > saja, maka ia mudah diperalat oleh para politisi.
> >
> > Dalil 3.
> > Pencapaian puncak pemahaman agama adalah religiositas. Ibarat
kuliah,
> > ini adalah Philosophy Degree atau gelar Doktor. Setelah bergelar
> > Doktor, maka ilmu lebih penting daripada almamaternya. Kalau baru
> > taraf kuliah, seorang mahasiswa masih suka memamerkan identitas2
> > universitasnya. Demikian pula dengan agama, Tuhan dengan sifat
dasar
> > Nya ("Maha Pengasih dan Penyayang") menjadi lebih penting daripada
> > agama itu sendiri, atau bahkan agama menjadi tidak perlu lagi.
Jadi,
> > kalau sudah mumpuni keagamaan seseorang, bukan agamanya yang
penting,
> > melainkan religiositasnya yang amat sangat penting. Ia tidak lagi
> > tersekat-sekat oleh kotak sempit yang disebut agama. Religiositas
> > setingkat lebih atas daripada agama. Religiositas dapat diperoleh
> > tanpa melalui agama. Salah satu definisi umum tentang religiositas
> > adalah sbb.: sikap hatinurani, batin dan pikiran manusia yang
selalu
> > diarahkan kepada perbuatan baik, kasih sayang, kebenaran dan
keadilan.
> >
> > Dalil 4.
> > Agama adalah sesuatu yang abstrak dan sulit dicerna, oleh sebab
itu
> > sebaiknya tidak diberikan kepada anak-anak yang belum dewasa
> > (disekolah dasar), apalagi dipaksakan sebagai pendidikan agama
(ini
> > pelanggaran HAM, agama adalah kebebasan untuk memilih); kalau
sebagai
> > pengajaran tentang berbagai agama, ini penting dan perlu diajarkan
> > (misalnya keanekaragaman agama beserta ciri mereka masing2).
Sebaiknya
> > agama sebagai pendidikan (untuk menarik pengikut baru) diberikan
> > kepada manusia dewasa, waktu kecil cukup diberikan budi pekerti.
Kalau
> > sejak kecil sudah dicuci otak dengan agama, maka hasilnya mirip
> > Indonesia saat ini. Bukan kekeluargaan atau kasih sayang melainkan
> > kecurigaan, 'keterkotakan' (SARA) dan bahkan kekerasan yang justru
> > muncul. Dinegara modern seperi USA, Jepang, Korsel, Taiwan,
Inggris,
> > Australia, dst. agama memang tidak boleh diberikan pada anak2 SD
> > sebagai pendidikan(kecuali sekolah yang berafiliasi dengan agama
> > tertentu), namun sebagai pengajaran (transfer of knowledge) yang
> > mengajarkan berbagai agama beserta karakteristiknya diperbolehkan,
> > pendidikan agama adalah merupakan tanggung jawab orang tua. Untuk
> > anak, yang lebih baik dan lebih penting adalah budi pekerti. Budi
> > pekerti mengajarkan sopan-santun, taat hukum, keadilan dan hidup
> > bersosial secara baik. Benarkah dan pernahkah Nabi Muhammad SAW
dan
> > Nabi Isa mengarahkan agama kepada anak2? Tidak kan? Oleh sebab
itu,
> > kasihanilah para anak2 dengan tidak membebani otak mereka kepada
> > pengetahuan yang belum saatnya; dan yang lebih penting dan
mendasar:
> > agama syarat dengan dogma2 yang beku, bila diajarkan secara kurang
> > tepat justru akan membelenggu kecerdasan anak2, bahkan justru
anak2
> > akan mulai terkotak-kotak sejak dini! Masih ingin
> > bukti? Lihatlah prestasi masyarakat RRC yang komunis, ternyata
lebih
> > religius, tidak main membunuh orang (maling ayam dan pencopet),
> > prestasi olahraga dan IPTEK nya hebat, pemerintahnya bisa
menghidupi
> > 1,2 milyar (lima kali penduduk kita), berani menghukum mati para
> > pelaku KKN, dst. Kemudian, tentang kualitas pendidikan, Indonesia
> > berada dibawah Vietnam (yang komunis). Pendidikan dan pengajaran
agama
> > harus disertai penekanan tentang keterbatasan agama, sejarah hitam
> > agama (misal: Katholik diabad 17 yang membuat Eropa mundur, dan
Islam,
> > bila tidak hati2, diabad ini
> > bisa mengalami hal yang serupa dengan Katholik diabad 17), semua
agama
> > besar pernah mengalami pasang surut dalam sejarah, semua agama
juga
> > mengalami perpecahan internal (Katholik-Protestan , Syiah-Suni,
dst);
> > penekanan cita2 pemahaman tertinggi agama yang disebut
religiositas,
> > dan penekanan kemungkinan penyalahgunaan agama untuk politik!
Agama
> > juga selalu jauh tertinggal (terbirit-birit) dalam perkembangannya
> > dibandingkan ilmu pengetahuan. Dengan penekanan demikian, umat
yang
> > mendalami agama mempunyai wawasan yang luas, tidak arogan dan
terbuka!
> >
> > Dalil 5.
> > Agama bukan jaminan moralitas, kesejahteraan, kedamaian dan
keadilan.
> > Lihat saja, ada berbagai agama besar di Indonesia, namun
persaudaraan,
> > perdamaian dan keadilan justru tidak ada. Demikian pula korupsi
justru
> > meraja lela. Para elit (militer, politik dan birokrat), yang
notabene
> > berpendidikan dan berjabatan tinggi justru merupakan sebab utama
> > kehancuran bangsa Indonesia. Yang diatas rajin korupsi namun bebas
dan
> > terhormat, yang dibawah: begitu menangkap pencuri ayam langsung
> > dibakar begitu saja! Di Amerika Latin yang didominasi agama
Katholik,
> > seperti Meksiko, Brasil, Argentina, dan Colombia, juga didominasi
> > kekerasan dan korupsi, demikian pula Pilipina. Di Timur Tengah
> > (negara2 Arab), Pakistan, Aljasair, Afganistan, Irak, Iran,dst...,
> > kekerasan dan pelanggaran HAM luarbiasa. TKW kita di Timur Tengah
> > menjadi salah satu bukti nyata. Sebaliknya, negara RRC yang
komunis
> > justru menampilkan kesejahteraan, kedamaian dan keadilan, koruptor
> > kelas kakap justru tegas ditembak mati. Kesejahteraan yang timbul
> > dalam agama seringkali hanya terjadi pada para birokrat (pemimpin)
> > agama itu sendiri. Penegakan hukum lebih menjamin tingginya
> > moralitas dan pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya akan
memberikan
> > kesejahteraan, kedamaian dan keadilan bagi rakyat.
> >
> > Dalil 6.
> > Agama Harus Menghormati Budaya Setempat.
> > Semua agama besar di Indonesia berasal dari luar negeri, maka bias
> > budaya pasti ada. Artinya, budaya asing mendompleng agama akan
masuk
> > dan mempengaruhi budaya lokal. Alangkah sedihnya kita, apabila di
> > Malioboro, seorang menyapa dengan Amitaba ... (Budha, bhs. Cina),
lalu
> > dijawab yang lainnya dengan Assalam ..... (Islam, bhs.. Arab),
kemudian
> > ada lagi yang menyahut Syallom .... (Kristen, bhs. Yahudi), tak
> > ketinggalan ada yang berkata Hong wilaheng .... (Hindu, bhs.
Hindi);
> > kemudian ada yang menjawab secara rasional, sopan dan nasionalis:
> > Selamat Siang. Demikian pula dengan budaya berpakaian, alangkah
> > sedihnya apabila blangkon dan surjan Yogya terdesak oleh pakaian
Arab
> > atau sari India. Memeluk agama asing haruslah tidak boleh
mengorbankan
> > budaya setempat. Yang paling menakutkan adalah penjiplakan cara
> > berpikir dan berperilaku, misalnya menganggap ilmu pengetahuan dan
> > teknologi itu "setan" yang harus dijauhi, dan kekerasan demi
pembelaan
> > agama, konsep yang salah "right or wrong for my religion" (sisi
> > "wrong" sangat berbahaya bagi kesehatan nurani). Bayangkan bila
kita
> > tidak kritis diberbagai bidang, pinjaman uang (utang) luar negeri
yang
> > bersyarat telah membelit kita, kurs nilai mata uang yang jauh dari
> > keadilan telah menjajah kita, dan budaya asing yang mendominasi
budaya
> > kita lewat agama telah menghantui kita, lalu kita mau jadi bangsa
apa?
> >
> > Dalil 7.
> > Agama mudah diperalat.
> > Oleh para elit politik maupun penipu biasa, agama sering
diperalat.
> > Kesetiaan dan ketaatan hampir seratus persen kepada Tuhan melalui
> > agama disalah gunakan oleh 'manusia cerdas tapi jahat'. Antara
Agama
> > dan partai politik sudah sulit dibedakan. Antara filsafati yang
suci
> > bersih dan politik yang hitam kelam bercampur baur. Umat beragama
> > bingung, apakah ia sedang mendengarkan sabda Tuhan atau orasi
politik
> > yang ulung dari seorang Dai (misalnya Dai sejuta umat), atau
apakah ia
> > sedang ada di mesjid atau sedang ada di kantor partai politik?
Awas,
> > jika para politisi di Jakarta ahli mempolitisir agama, apalagi
para
> > pakar politik Barat yang bagaimanapun kita harus akui
> > kualitasnya lebih unggul daripada para politisi kita, mereka pasti
> > juga ikut dan lebih pandai menggunakan jurus politisasi agama.
Dengan
> > politisasi agama, kasih sayang dimanipulasi menjadi kekerasan dan
> > bahkan pembunuhan, dan bangsa ini akan terjebak dan dibuat sibuk
> > mengurusi hal2 yang tidak penting (biarkan masyarakat beragama
> > sendiri), sedangkan para politisi dari negara modern (pemerintah
> > asing) bebas dan sibuk 'mencuri' kekayaan alam kita yang luar
biasa
> > kayanya. Lihatlah fakta kekerasan dan pembunuhan di negara2 yang
> > agamis seperti: Colombia, Argentina, Aljasair, Afganistan,
Pilipina,
> > Indonesia, Bosnia, Yugoslavia, dst. Kasus penyerbuan Amerika ke
> > Taliban, dipakai oleh regim ORBA untuk mengalihkan perhatian
bangsa
> > kepada hal lain yang tidak banyak manfaatnya atau justru merugikan
> > negara! Seandainya saja, kesetiakawanan umat Islam dipergunakan
untuk
> > hal yang baik dan nasionalis, misalnya saja jihad melawan KKN,
> > pelanggaran HAM dan mafia peradilan, hasilnya akan bukan main!
> > Indonesia akan maju pesat sekali; sayang sekali, tongkat komando
agama
> > Islam saat ini masih ditangan orang2 Regim Orde Baru! Sehingga
> > kesetiaan umat terhadap Tuhan justru disalah gunakan untuk adu
domba,
> > pengalihan perhatian dan pembodohan bangsa! Didalam negeri sendiri
> > sudah begitu banyak masalah (macetnya agenda Reformasi), tapi
justru
> > masih dicarikan penyakit baru yaitu dengan melibatkan diri
kepersoalan
> > luar negeri yang kurang relevan! Inilah keculasan manusia2 Orde
Baru,
> > demi keselamatan regim dari segala tuntutan dahsyat bangsa atas
> > tindakan selama 32 tahun, mereka rela membodohi bangsanya sendiri!
> > Dinegara yang patuh hukum, para pelaku regim ORBA ini pastilah
sudah
> > mengalami hukuman yang sangat berat dan setimpal, banyak dari
mereka
> > yang pantas untuk mendapat hukuman mati. Namun saat ini, mereka
masih
> > dihormati justru oleh para dosen, pakar, mahasiswa, jurnalis, dan
kaum
> > agamawan. Aneh bin ajaib!
> >
> > Dalil 8.
> > Agama dapat menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK).
> > Lihatlah sejarah Eropa diabad 17 an. Agama Katholik saat itu
sering
> > menghukum ilmuwan, dengan alasan ilmuwan itu membuat pernyataan
yang
> > dianggap bertentangan dengan isi Injil. Ilmuwan besar yang
dikucilkan
> > antara lain adalah Copernicus dan Darwin. Pada abad itu ketika
agama
> > Katholik begitu dominan, Eropa justru mengalami jaman kegelapan.
> > Sekarang, lihatlah perbedaan antara negara Amerika Latin (yang
dominan
> > agamanya) dan USA serta Kanada (yang dominan religiositasnya) .
Sangat
> > kontras sekali, misalnya saja antara USA dan Meksiko yang
berbatasan.
> > USA sangat modern, makmur, tentram, sebaliknya Meksiko, padahal
mereka
> > sama2 pendatang dari Eropa. Negara-negara Islam juga sama saja,
> > katakan saja Turki (Bosnia, Albania) adalah negara Islam paling
> > modern, ternyata masih jauh dibelakang negara2 Eropa dalam IPTEK
dan
> > kemakmuran. Selama pemahaman agama itu masih sempit (fanatisme
agama,
> > bukan religiositas) , maka selama itu pula negara akan terjebak
dalam
> > hiruk pikuk eforia agama.
> > Bandingkan pula dengan pemahaman demokrasi kita, yang baru tarap
> > belajar dan eforia, dengan negara2 Eropa/USA. Kita juga dibuat
> > tercengang dengan para ilmuwan negara komunis, misal RRC, mereka
maju
> > pesat, lihat negara kita dibanjiri otomotif produk mereka.. Berapa
ribu
> > jam belajar yang sudah dihabiskan oleh anak-anak SD untuk
"menghapal"
> > hal yang belum saatnya dipelajari (agama asing beserta bahasa dan
> > budayanya)? Bukankah anak2 itu ibarat di "brain washing" sehingga
daya
> > kreativitas dan daya saing mereka untuk tingkat dunia menjadi
rendah
> > sekali. Hasilnya apa? Toh mirip P4, PMP, dst. Sementara itu,
setelah
> > SD, kita harus menghabiskan sekian ribu jam pelajaran lagi untuk
> > belajar dan mengejar ketertinggalan dalam bahasa Inggris, lalu
kapan
> > SDM kita bisa maju kalau kita tidak effisien dalam menggunakan
waktu
> > dalam pendidikan?
> >
> > Dalil 9.
> > Semakin udara suatu bangsa penuh polusi doa puja-puji kepada
Tuhan,
> > semakin rusak moral bangsa itu.
> > Kalau kita amati, seringkali tembok-tembok ditulisi: Ngebut,
benjut;
> > Yang Kencing disini hanyalah anjing; Daerah bebas narkotik;
Dilarang
> > buang sampah disini; dst... Dinegara maju yang masyarakatnya sudah
> > mencapai religiositas, tulisan2 berisi ancaman dan aturan kasar
> > semacam itu sudah tidak ada lagi, sebab aturan itu sudah tertulis
> > dihati sanubari mereka semenjak dini/kecil, yaitu melalui
pendidikan
> > budi pekerti. Begitu pula dengan masalah agama, semakin bumi
nusantara
> > ini dipenuhi polusi suara yang keras dan
> > hingar bingar tentang agama (Tabliq Aqbar, istigotsah, azan
masjid,
> > koor gereja, dsb.), semakin menandakan bahwa masyarakatnya masih
> > sekedar pandai berdoa, sekedar bosa-basi agama, namun tidak pandai
> > melaksanakan ajaran agama. Siang maling atau korupsi,
> > malam meditasi atau berdoa. Ucapan dan tindakan sangat kontras
> > berbeda. Lihatlah kelihaian para politisi Orde Baru dalam ber
"agama",
> > kemudian lihatlah "track record" mereka. Alhamdulilah, seratus
delapan
> > puluh derajat bedanya! Dapat kita katakan, apa yang terjadi di
> > Indonesia adalah pelecehan agama, bukan penghormatan agama,
apalagi
> > pengamalan agama! Pelecehan agama akan menyebabkan kehancuran
moral
> > suatu bangsa (Tuhan menurunkan hukum Nya!).
> >
> > Dalil 10
> > Agama dapat melunakan hukum negara melalui persepsi yang salah.
> > Dalam agama Islam dikenal konsep pengampunan total terhadap dosa2
> > manusia oleh Tuhan dalam event2 tertentu, misalnya dibulan
pengampunan
> > "Ramadhan" atau saat2 naik Haji ke Mekah, demikian pula dalam
agama
> > Nasrani dikenal konsep pengampunan total terhadap dosa2 manusia
oleh
> > Tuhan asal percaya kepada Yesus Kristus. Dengan sifatNya yang
"Maha
> > Pengasih dan Penyayang" (perhatikan kata Maha), maka bagi Tuhan
itu
> > memang mungkin. Namun hal ini sering disalah gunakan oleh para
> > koruptor, pelanggar HAM, elit politik dan birokrat. Agama bagi
mereka
> > menjadi sarang persembunyian yang enak dan nyaman (kasus islah),
> > apalagi apabila sekian persen dari hasil kejahatan mereka, lalu
mereka
> > sumbangkan untuk membangun masjid, gereja dan rumah yatim piatu
(model
> > Robin Hood), dengan demikian walau bandit mereka tetap dihormati
oleh
> > umat setempat. Ulama, pastor dan pendeta harus menandaskan bahwa
> > kejahatan manusia juga harus dipertanggung jawabkan didepan
manusia
> > (pengadilan) , jadi tidak hanya vertikal melainkan horisontalpun
> > penting! Ulama, pastor dan pendeta harus rajin ke DPR, Kejagung,
> > presiden , dst., dalam hal membela kebenaran/moral, tanpa harus
> > berpolitik praktis, mereka harus merasa malu dengan daya juang
para
> > mahasiswa/LSM dalam hal pembelaan moral dan kebenaran! Mereka,
para
> > agamawan, juga harus malu kepada seorang wanita ceking yang gigih
> > membela manusia melarat dan
> > tertindas, yang bernama Wardah Hafidz, yang tidak takut
mengorbankan
> > keamanan hidupnya! Mana ada ulama, pastur, pendeta atau biksu,
yang
> > turun tangan membela tukang becak, pnjual asongan, dst., secara
nyata?
> > Mana ada dari mereka yang menuntut tuntasnya kasus BLBI, Trisakti,
> > Priok, KKN, uang hibah haram, dst.?
> >
> > Dalil 11.
> > Tuhan itu demokratis, sedangkan agama seringkali otoriter.
> > Tuhan tidak melarang manusia untuk tidak beragama, karena Tuhan
> > sendiri pada dasarnya tidak beragama.. Tuhan mengharapkan agar
manusia
> > mencapai pemahaman tertinggi yang disebut religiositas melalui
> > berbagai sarana seperti agama, "agama lokal" (misal Kejawen), dan
ilmu
> > pengetahuan. Keotoriteran agama nampak pada keinginan mau
menangnya
> > sendiri seperti melarang berbagai hal yang tidak sepaham dan ingin
> > menjadi anak emas dinegara yang majemuk/pluralis!
> >
> > Penutup
> > Agama itu penting, namun bukan segala-galanya. Belajar agama harus
> > sampai mencapai tingkat tertinggi yaitu religiositas. Keterbatasan
> > agama (iman/keyakinan) yang inherent harus diimbangi dengan
> > perkembangan IQ dan EQ. Semua agama, berasal dari negara asing,
maka
> > kita wajib waspada dan bisa memilahkan antara ajaran agama dan
budaya.
> > Kita janganlah dibiasakan meniru adat istiadat, pakaian, budaya,
> > apalagi cara pikir atau bahkan kekerasan yang mendompleng agama
> > (melalui politik praktis). Manusia yang sudah mencapai derajat
> > Religiositas yang tinggi, sudah tidak lagi mementingkan wadahnya
yaitu
> > agama, melainkan lebih mementingkan isi (intisari/makna) suatu
ajaran
> > agama, sehingga ia menjadi manusia bebas merdeka yang tidak
> > tersekat-sekat lagi. Berbahagialah orang yang tidak beragama namun
> > mempunyai religiositas yang tinggi, sebab ia akan bebas merdeka
dimana
> > saja, kapan saja, dilingkungan apa saja, dan Tuhan selalu
menyertai
> > dia! Tingkat pemahaman agama di Indonesia, seperti juga dalam hal
> > demokrasi, masih dalam tingkatan rendah sekali, masih tahapan
> > eforia/kulit, seperti Eropa abad 17 an, oleh sebab itu, mari kita
> > perbaiki bersama!
> >
> > Akhir kata, marilah beragama secara baik, santun, sehat, rasional
dan
> > berwawasan luas, sebab agama sangat mempengaruhi budaya, budaya
sangat
> > mempengaruhi pola-pikir dan tindak tanduk suatu bangsa!
> >
> >
> >
> >
>
__._,_.___
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar