Rabu, 01 Oktober 2008

Re: [bali-bali] Klarifikasi Mangku Pastika - PERDA DAN BHISAMA

Bung Rico dkk,
 
Ini komentar saya terhadap OpenHouse pak Mangku Pastika (MP):
 
1. Sama sekali tak masalah open house bergaya pemulung. Pemulung itu jasanya luar biasa pada lingkungan, mudah-mudahan demikian juga pak MP. Saya hadir ke sana dan melihat dari belakang; suasana komunikatif antar masyarakat dan gubernur ini sebuah tanda baik. Persoalan politik biasanya muncul dan masyarakat stagnan kalau tidak ada saluran komunikasi semacam ini. Pak MP menginisiasi sebuah cara baru, membuka kanal komunikasi pejabat-rakyat, yang setidaknya mencairkan imaji jabatan gubernur dan kepala dinas yang "angker". Setidaknya open house kemarin telah menjadi sebuah pernyataan tak langsung dari MP bahwa "Gubernur juga manusia", dan rakyat punya shoulder to cry on; tempat berkeluh kesah.
 
2. Open house kemarin banyak tawa. Ada pula yang menangis. Ada juga sedikit tegang. Tidakkah ini sebuah awalan yang bagus? Jangan dulu lihat apa hasilnya, jangan dulu menilai apa follow up-nya. Yang penting dicatat adalah pak MP memulai mengajak pejabat mendengar rakyat. Semua kepala dinas ada di sana bersila dan mencatat. Selama ini kan kepala dinas yang harus didengar rakyat? Di sana giliran pejabat yg dikasi kuliah oleh seorang petani, prajuru desa, pengacara, pengerajin, dosen dll. Kalau iklim pejabat mendengarkan suara rakyat (bukan sebaliknya) ini terus dilanjutkan dengan dialog intensif, tentu berpeluang bisa memecahkan persoalan yg ada, tentulah berpeluang akan berbuah.
 
Bung Rico dkk, saya tidak memilih sewaktu pilkada Gubernur Bali kemarin (saya tak di Indonesia ketika itu) dan saya juga bukan supporter kandidat manapun. Realitas politik yg kita hadapi sekarang: MP adalah Bali 1, maka coba beri dulu setahun waktu utknya lantas kita evaluasi.
 
Rahajeng,
sl
 
 
----- Original Message -----
From: Riko
Sent: Wednesday, October 01, 2008 12:10 PM
Subject: Re: [bali-bali] Klarifikasi Mangku Pastika - PERDA DAN BHISAMA

Hehehehe bu vieb, saya bukan elit dan intelek, tapi mungkin lebih ke orang yang termakan janji. memilih karena dijanjikan....

2008/10/1 Asana Viebeke Lengkong <asanasw@indo.net.id>



Riko, pemipin dunia adikuasa pun tidak sanggup untuk hanya dengan sekadara peta permasalahan ketika dia belum duduk dalam 'posisinya' secara mengikat.  Ketika sudah duduk di diatas dan di dalam, maka hak atas aksesnya akan lebih luas, salah satunya adalah mengadakan pertemuan publik (yang sangat tidak populer di negara negara yang baru mau maju seperti kita ini).  Yang datang ke pertemuan publik (open house) itu banyak sekali dari jauh jauh, dan dengan harapan di dengar saja sudah senang, apalagi kalau permasalahannya di tindak lanjuti.  Saya bukan Gubernur, bukan juga Bupati, bukan juga anggota DPRD, tapi banyak masyarakat datang kerumah saya hanya sekedar bercerita tentang permasalahan, dengan mimpi dan harapan siapa tau saya bisa menyodorkan jalan keluar.... masyarakaqt kita rentan dan banyak yang miskin yang di ajak mimpi saja sudah senang apalagi ketika mimpi itu bisa menjadi kenyataan..... berilah mereka kesempatan untuk bertemu muka dengan pemimpinnya apalagi kalau di berikan kesempatan untuk bicara.................atau mungkin Riko termauk yang Elit dan Intelek???? yang diajak ngomong aja susah?????Kalau begitu Sorry saya salah sasar.....
 
salam, vieb
----- Original Message -----
From: Riko
Sent: Wednesday, October 01, 2008 12:23 AM
Subject: Re: [bali-bali] Klarifikasi Mangku Pastika - PERDA DAN BHISAMA

Menurut saya, gubernur saharusnya sudah punya peta permasalahan di bali sebelum berpikir untuk mencalonkan diri. Seseorang berpikir untuk mencalonkan diri karena dia bisa menjanjikan penyelesaian permasalahan masyarakat. Untuk bisa memberikan janji (kampanye), harus tau masalah dan sudah siap dengan solusinya. Kalau sekarang baru 'nuduk-nuduk" masalah.. kapan diselesaikan......


2008/9/30 Asana Viebeke Lengkong <asanasw@indo.net.id>



hari ini jelas sekali deh, Mangku Pastika dibilang ikut gaya pemulung, hebat ya... memang jelas harus jadi pemulung aja sekalian supaya nggak ada sampah lagi di Bali..... sudah di pilah, di bikin jajan, dijual, banyak buka pekerjaan.... dari pada tiru gaya ELIT DAN INTELEK, cuma bikin sampah dan buang aja taunya....
 
Open house yang di inisiasi itu kan mungkin adalah salah satu cara untuk pemetaan.  Upaya dari GUBERNUR yang baru aja menjabat saja sudah di 'kritisi' sedemikian sampai membuat opini publik.  Apa nggak lebih baik kalau di beri waktu dulu, solusinya di bahas dengan bagus dan detail dibuatkan mekanisme nya....; apa sih diharapkan oleh BP?  harus ada solusi hari minggu kemarin itu? langsung, jadi sudah pasti perda di revisi dan bhisama di revisi gitu yang diharapkan? jadi ceritanya 'pak ada pencuri' terus solusinya langsung di jawab 'kejar dan tembak!" gitu ya... nggak taunya yang di bilang pencuri Nini nya sendiri lagi lapar dan mau ambil coklat di lemari es.... gimana sih ah....
 
masalahnya adalah tidak bisa menghormati perbedaan dan selalu ingin bertikai saja dan hasilnya ya saling menjatuhkan dan menfitnah... itu sudah yang paling jelek deh.  Apalagi partai partai saling bertikai, Bupati saja bisa tidak hadir walaupun Presidennya yang datang karena berasal dari partai berbeda.....
 
segitu dulu
 
vieb
----- Original Message -----
Sent: Tuesday, September 30, 2008 9:49 AM
Subject: Re: [bali-bali] Klarifikasi Mangku Pastika - PERDA DAN BHISAMA

Mbok Vieb,
 
Menurut saya pendapat mbok itu tepat sekali.
 
Mengenai Bhisama itu kan serupa dengan fatwa. Jadi tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Jadi kalau mau mengikuti ya bagus kalau gak, ya gak apa2. PHDI yang mengeluarkan Bhisama kan gak bisa menindak. Ini sepenuhnya persoalan moral dan etika yang kalau mau dibicarakan akan sulit mendapatkan titik temu.
 
Kalau orang hindu Bali mau jujur, banyak sekali keputusan2 PHDI yang tidak dilaksanakan oleh lembaga operasional yaitu Desa Adat. Sudah biasa antara apa yang diputuskan PHDI tidak nyambung dengan Desa Adat. Kenapa demikian? Ya karena apa yan dibicarakan oleh PHDI itu beda dengan apa yang dibicarakan Desa Adat. Saya sampai saat ini gak ngerti apa saya yang dilakukan oleh MDP(Majelis Desa Pekraman) yang berkantor di Propinsi dan Kabupaten/Kodya.
 
Mengenai diajak atau tidaknya masyarakat dalam pengambilan keputusan tidak bisa menjadi jaminan bahwa semua akan berjalan sesuai harapan mengingat hampir semua diantara kita saat ini berpikir pragmatis. Masyarakat bawah gampang dibujuk dengan iming-iming duit untuk perbaikan pura, bale banjar, biaya upacara. Masyarakat bawah tidak mampu melihat bahwa dirinya secara perlahan tapi pasti akan tergadai. Bukankah ini yang sedang terjadi saat ini di Bali secara keseluruhan?
 
Dan benar sekali sumber masalah itu memang KERAKUSAN yang telak merasuki sumsum kita. Saya sering bertanya pada diri saya sendiri, jika di Bali setiap hari hujan duit apakah semua persoalan akan dapat diselesaikan? Hati nurani dan akal sehat saya mengatakan TIDAK. Duit itu hanya alat, perpanjangan pikiran. Pikiranpun adalah sebuah alat. Hasil dari penggunaan alat ini sepenuhnya tergandung pada KESADARAN kita.
 
Jujur saja, setiap bisnis pariwisata di Bali membaik saya waswas. Kenapa? Yang tejadi adalah kerusakan lingkungan semakin cepat. Ego membesar dan lupa akan keberadaan kita disini saat ini untuk apa. Dan jika hal ini terus terjadi maka jangan kaget jika ada ledakan bom lagi. Dan seperti biasa akan mengulangi "kedunguan" kita dengan "memperbudak" Tuhan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dengan berbagai ritual.
 
Baik lokal maupun nasional tidak jauh beda. Secara nasional ketika KERAKUSAN itu tidak mampu kita atasi maka kita sibuk mencari pembenaran. Maka sekelompok orang yang merasa menjadi wakil Tuhan merasa telah medemukan jalan keluar dari krisis akibat KERAKUSAN kita itu. Mereka meyakini bahwa syariat agama tertentu akan mampu menyelamatkan bangsa dari krisis. Seperti kita ketahui bersama penemuan mereka yang terbaru adalah RUU Porno.
 
Menurut saya, problem kita saat ini adalah masalah kesadaran. Kita sama sekali tidak mempunyai kebanggaan menjadi orang Indonesia. Padahal agar bisa menjadi bangsa yang PD harus memiliki kebanggaaan(mohon dibedakan antara bangga dengan arogan). Saat ini saya dengar banyak orang Indonesia di luar negeri malu mengaku sebagai orang Indonesia(hik, hik,hik...).
 
Jika kita mampu mengenali jati diri kita, mengenal sejarah masa lalu dengan tepat, sewajarnya kita bangga menjadi orang Indonesia. Seperti sering dikemukakan oleh aktivis spritual Anand Krishna, ketika bangsa Arab masih saling menjarah, bangsa Indonesia sudah mengekspor rempah-tempah dengan maskapai milik bangsa sendiri. Contoh lainnya adalah, berapa orang yang tahu bahwa Candi Ankor Wat di Kamboja itu arsiteknya adalah orang Indonesia?
 
Apa solusinya? PENDIDIKAN. Pendidikan yang tidak mengkotak-kotakan manusia berdasarkan SARA. Pendidikan agama harus dikeluarkan dari kurikulum dan diganti dengan pelajaraan sejarah tentang agama-agama dan pendidikan budhi pekerti(prakerti), bibit-bibit budhi yang kita bawa dari sono.
 
Salam,
Putu

SEVEN SOCIAL SIN (MK GANDHI) ~ Wealth without Work ~ Pleasure without Conscience ~ Knowledge without Character ~ Commerce without Morality ~ Science without Humanity ~ Politics without Principle ~ Worship without Sacrifice


--- On Mon, 29/9/08, Asana Viebeke Lengkong <asanasw@indo.net.id> wrote:
From: Asana Viebeke Lengkong <asanasw@indo.net.id>
Subject: Re: [bali-bali] Klarifikasi Mangku Pastika - PERDA DAN BHISAMA
To: bali-bali@yahoogroups.com
Date: Monday, 29 September, 2008, 4:12 PM

Semeton sami,
 
Ini pendapat saja:
 
1.  Kalau bicara Perda maka kita bicara hukum dan kelihatannya tidak ada pertimbangan Bhisama disana,  Bhisama adalah kesepakatan bersama sesuai dengan adat istiadat yang membijaksanai wilayah kesucian Pura (tolong di rectify kalau saya salah).  Yang menjadi masalah di Bali, batas batas kesucian Pura itu berbeda beda disetiap wilayahnya.  Misalnya di Pura Petitenget, yang radiusnya seharusnya 5 kilo terus jadi 2 kilo tapi yang sekarang ini 15 meter saja nggak ada.  Walaupun kalau mau bangun harus minta permakluman tapi pembangunan yang ada sekarang disana luar biasa, jadi mungkin Bhisama perlu untuk di revisi sesuai dengan wilayah dan juga kesepakatan di wilayah tersebut.
 
Kalau kasus di Uluwatu, yang saya pantau adalah, ketika Bhisama itu di implementasi di sana, yang dulunya radius 5 kilo atau 2 kilo, karena dulu memang daerah itu kering, tidak ada kehidupan atau peluang apapun disana, air susah, dan berbatu batu.  Sekarang dengan perubahan yang jelas terlihat, para pemilik tanah di radius Pura Uluwatu tentunya ingin kecipratan peluang tersebut; jadi yang bisa jadi rame adalah kalau masyarakat disana berhadapan dengan masyarakat yang melihat Bhisama tetap harus di implementasi disana, tanpa emphaty terhadap kehidupan masyarakat disana.
 
Jadi bagaimana ya???? Sama seperti kasus kasus lainnya juga begitu, yang harus kita cermati apakah keputusan dan kesepakatan yang dibuat mengajak masyarakat di wilayah tersebut yang akan kena dampak dari penegakan keputusan tersebut.
 
Ada pendapat lain?????
 
Kalau masalah di Loloan Yeh Poh, sudah jelas bahwa HBG diterbitkan di wilayah yang bukan 'tanah' tetapi pantai dan laut, lalu ada SK Tata Ruang nya yang jelas mengatur tentang 'wilayah konservasi' yang ada UU nya.
 
Kalau hotel di Kelating, ya memang hotel itu ada persis di atas pantai dan juga menutup pemandangan dari sawah ke pantai.... jadi egois gitu loh.
 
Kalau Anantara, ya jelas jelas melanggar aturan yang ada..... tingkat 6 lo.... dan kalau pasang music bisa kedengaran sampai kerobokan... . itu namanya mengganggu kenyamanan orang lain.....
 
Kalau ada pertemuan tentang Bhisama, mungkin harus dilakukan dengan mempertimbangkan wilayah dan manusia yang ada di wilayah itu, perubahan fungsi lahan yang terjadi.
 
Kalau saya lebih melihat keseimbangan ecologynya yang dilanggar kalau mereka bangunnya persis di tebing tebing yang jelas di atur dalam amdal.  Begitu kali ya.
 
Kalau bicara soal semua..... masalahnya pada 'RAKUS'
 
Ada yang bisa beri pencerahan?? ??
 
vieb
----- Original Message -----
Sent: Monday, September 29, 2008 2:35 PM
Subject: [bali-bali] Klarifikasi Mangku Pastika

Katur ring semeton sami,
 
Saya sempat di milis ini mempertanyakan pernyataan Pastika yang ingin mengubah Perda dan Bhisama. Dalam milis sebelumnya saya mengatakan pastilah ada salah-satu yang keliru: Media atau Mangku Pastika.
 
Berikut Mangku Pastika dalam Openhouse (Minggupagi kemarin) memberikan klarifikasi atas berita yang menyudutkannya tersebut:
 
1. Telah terjadi kekeliruan media menafsirkan pertemuan yang diadakan dengan yang berkasus di Uluwatu. Mangku Pastika mengatakan bahwa, "Saya mengundang dua pihak yang pro dan kontra terhadap pengembangan Uluwatu". Dia memanggil Bupati Badung(datang diwakili Pak Sudikerta/wakil bupati) beserta rombongan. Menurut Pastika, ini jalan untuk mendapat masukan sebelum memutuskan sesuatu, dua pihak harus dia dengar. Jadi kehadiran mereka dipanggil oleh Pastika, bukan rombongan yang mendukung pengembangan Uluwatu ini yang menghadap. Tapi dipanggil.
 
2. Soal ucapan Pastika ingin merevisi/mengganti Perda Tata Ruang yang ada, ia mengatakan ini berdasar amanat UU No 26 Tahun 2007 tentang kebutuhan penyesuaian Tata Ruang kesemua provinsi di Indonesia. Jadi bukan karena didesak investor atau pihak lainnya, menurut Pastika bahwa memang sekarang dibutuhkan penyesuaian terhadap UU tersebut.
 
3. Soal Bhisama, Pastika menyatakan bahwa ia sangat tahu bahwa Bhisama bukan urusannya sebagai Gubernur. "Bhisama bukan bidang saya", tegasnya.
 
4. Yang terpenting Pastika menyatakan bahwa, "Saya tetap komit menjaga Bali".
 
Mudah-mudahan ucapannya yang terakhir tersebut dijalankan dengan konsisten.
 
Rahajeng,
sl


Get your preferred Email name!
Now you can @ymail.com and @rocketmail.com.




--
Riko

Learn to Let Go, Adapt to Change




--
Riko

Learn to Let Go, Adapt to Change

__._,_.___

Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Tidak ada komentar: