Kamis, 23 Oktober 2008

[bali-bali] (OOT) Re: [junior_T] American Crisis (2008) VS Indonesian Crisis (1998)

Dear Semetons...
 
Artikel bagus, buat bahan pertimbangan kita untuk lebih hati hati dan memberikan perhatian lebih pada kondisi saat ini. Apakah yang akan terjadi saat Amerika haus dollar ? can't imagine....apakah kita hanya menunggu suatu ketika balon meletus dan kita termasuk orang yang mati kaget...hiks....tabik..tabik...Semoga kita bukan bagian pihak yang merugi saat badai berlalu.
 
Salam,
LL
Menunggu wangsit dari member yang mengawasi dari kejauhan... 

Jhon Veter <jhon_veter@yahoo.com.sg> wrote:
Selamat siang,
Hari Kamis yang lalu detik finance memberitakan presiden Bush yang meminta saran kepada SBY perihal krisis di Amerika. Cukup mengejutkan, apakah Mr. BUSH telah sedemikian desperado nya hingga menelepon seluruh pemimpin di dunia? Atau mungkin juga dia nelpon ke Indonesia supaya Indonesia ikut ngebantu Amerika dengan duit dari orang Indonesia, maklum orang kita kan kalo dipuji dikit udah langsung merasa di atas angin he…he….he….
Apakah krisis di Amerika sama dengan krisis di Indonesia. Secara garis besar hampir sama, yaitu terpukulnya sektor perbankan, meningkatnya inflasi, angka pengangguran yang meresahkan, dan yang paling penting munculnya negative equity (nilai modal yang minus, umumnya ditemui pada perusahaan-perusahaan yang merugi dalam jangka waktu panjang hingga modalnya tergerus habis) pada neraca perusahaan atau negara. Namun demikian, kedua krisis tersebut ternyata memiliki perbedaan yang cukup mendasar yaitu penyebab dari negative equity. Penyebab negative equity penting diketahui investor sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan keputusan investasi.
Apa penyebab dari negative equity pada krisis di Indonesia dan Amerika? Berikut adalah tabel yang memperlihatkan kondisi normal sebuah neraca (secara garis besar) dari seorang investor, perusahaan, atau suatu negara :
Pada kasus Indonesia, di tahun 1998, terjadi kenaikan nilai dollar terhadap rupiah. Mengingat ketika itu banyak perusahaan di Indonesia bahkan negara yang hobby untuk berhutang dalam dollar membuat sisi kewajiban pada neraca khususnya hutang Bank meningkat tinggi (hingga 3x lipat). Dikarenakan neraca haruslah balance maka terjadilah negative equity yang ditakutkan. Berikut gambaran neraca di tahun 1998.
ASII dan SMGR merupakan dua emiten besar yang ketika itu terpukul oleh karena negatif equity. Harga kedua saham tersebut berguguran meskipun secara CASH FLOW perusahaan tetap menghasilkan uang dan menguntungkan. Untuk mengatasi hal tersebut, di tahun 1999 pemerintah memberikan kesempatan dan keringanan pajak kepada perusahaan swasta yang akan melakukan Re-Evaluasi atas aset-aset yang dimiliki (khususnya stock barang, tanah, bangunan, mesin, dan lainnya yang harganya memang telah naik seiring kenaikan dolar dan waktu). Keputusan tersebut mampu mengembalikan nilai equity dari negatif menjadi positif dan memulihkan sektor riil dan pasar modal.
Bagaimana dengan Amerika? Hal yang menarik dari krisis Amerika adalah terjadinya negative equity bukan karena sisi hutang yang bertambah (mengingat mata uangnya memang dalam dolar). Negative equity justru terjadi karena sisi aset yang menciut, bahkan hingga 80% dari harga aset sebelum krisis. Berikut adalah neraca dari krisis di Amerika tahun 2008.
Untuk Indonesia, negative equity dapat diselesaikan dengan re-evaluasi aset, dimana ketika itu memang nilai aset dan properti meningkat (Walaupun pembeli sedikit). Sementara pada Amerika, negative equity dapat diselesaikan dengan mengurangi nilai hutang atau meningkatkan kembali nilai aset (khususnya properti). Kedua pilihan tersebut sama-sama sukar. Untuk mengurangi nilai hutang jelas tidak mudah, karena dilakukan dengan membayar (hampir tidak mungkin karena nilainya cukup besar dan sumber uangnya dari mana?) atau mengemplang hutang tersebut. Sementara untuk meningkatkan harga aset, pemerintah perlu menciptakan sisi demand di pasar properti yang artinya membutuhkan uang yang Sangat Super Duper besar.
Dari fakta pilihan diatas dan beberapa kejadian belakangan ini jelas terlihat Amerika memilih untuk mengurangi hutang dengan cara mengemplangnya. Toh yang menanggung adalah seluruh dunia. Ini tentu sah-sah saja karena ditengah perkembangan instrumen investasi siapapun tentu setuju bahwa investasi selalu ada resikonya, High Risk High Return katanya. Dengan dasar inilah hutang dapat tidak dibayar (seperti beberapa obligasi perusahaan swasta di Indonesia).
Demikian sedikit "cerita" tentang krisis Amerika dan krisis di Indonesia di siang hari pada akhir minggu ini. Bagaimanapun saya percaya bahwa "Semua Pasti Berlalu" walupun tetap berharap agar dapat berlalu dengan lebih cepat he…he…he….Semoga informasi ini bermanfaat untuk keputusan investasi teman-teman and Happy Investing.
Best regards
JV
  

__._,_.___

Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Tidak ada komentar: