--
Aduh sedih sekali setelah membacanya dan melihat gambarnya,diabad 21
ini masih mau kesorga dengan perang /kekerasan sorga apaan toh?simak
saja dengan akal sehat masak mati kesorga,,,,, ,sama2 keliang kubur
toh,eh teman ku mari kita saling,menghormati, berbuat baik sama
sesama,otomatis kita bisa kesorga itu kan arti luasnya perbuatan yang
baik,hidup baik matipun baik itu sorganya saya/lihat contoh akhir2 di
sekitar kita kasus dibanjar,perbuatan jelek sama banjar pasti matinya
juga jelek malah mau dikubur nggak dikasih tempat kubur mana mau
kesorga.
- In
bali-bali@yahoogrou ps.com, putu arsana <widhi23@... > wrote:
>
> Dear Pak Putu Kesuma,
>
> Maklum aja pak, kenapa orang2 FPI keras kepala?, karena emang
kepalanya dari Batu terus di cor dengan campuran 1 x 1, jadi otaknya
itu emang gak ada isinya.
> Kalau berisi gak mungkin dong berkelakuan spt itu, masa Ibu2 dan
anak2 yang lemah di hajar juga!!,, puih..
> Kalaupun ada isinya,isinya itu cuman perang dengan mengatasnamakan
Tuhan, apa itu yang di sebut berkeTuhanan, ???!!!..yang katanya nanti
bisa masuk Surga....CUH, ingin sekali saya meludahi mukanya habib
riziq itu.
>
> Lanjut Pak........
>
>
>
> --- On Fri, 10/24/08, Putu Kesuma <putukesuma@ ...> wrote:
>
> From: Putu Kesuma <putukesuma@ ...>
> Subject: [bali-bali] Fw: Kenapa FPI Keras Kepala?
> To: "Bali-Bali" <
bali-bali@yahoogrou ps.com>
> Date: Friday, October 24, 2008, 6:57 AM
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> --- On Thu, 23/10/08, Haridas <adhibali@yahoo. com> wrote:
>
>
> yahoo.com>, "Yudha Renesanto" <ryudha@... com>
> Date: Thursday, 23 October, 2008, 3:06 PM
>
>
>
>
>
>
>
> Kenapa FPI 'Keras Kepala'?
> Mengkritisi Menguatnya Neo-Wahabisme di Indonesia (1)
> Ahluwalia
>
>
>
>
>
>
>
>
> (dok.AKK-BB)
>
> INILAH.COM, Jakarta – Mengerasnya radikalisme Islam makin sering
diasosiasikan dengan menguatnya Neo-Wahabisme di Indonesia. Paham
beraliran keras ini muncul dalam aktivitas berbagai organisasi massa,
termasuk FPI dan parpol macam PKS.
> Pekan ini, perbincangan publik politik tentang Wahabisme meluas.
Salah satu fokus perbincangan itu bisa dilihat pada kebrutalan para
anggota Front Pembela Islam (FPI) terhadap massa Aliansi Kebangsaan
untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang sedang
melakukan aksi damai di Taman Monas, Minggu (1/6). Belasan orang jadi
korban kekerasan itu, termasuk ibu-ibu dan anak-anak tak berdosa.
> Sejak lama fenomena FPI diasosiasikan dengan maraknya Wahabisme di
Indonesia. "Kami mengutuk dan mengecam aksi kekerasan yang dilakukan
FPI. Apalagi, ibu-ibu dan anak-anak ikut jadi korban. Aksi pemukulan
itu biadab," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
(YLBHI) Patra M Zein kepada INILAH.COM, Senin (2/6).
> Jangan lupa, Neo-Wahabisme juga amat erat kaitannya dengan lahirnya
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Indonesia. Aktivis parpol ini
sering disebut 'kaum wahabi' oleh aktivis PDI-P, Partai Demokrat,
Partai Bintang Reformasi, Golkar, PAN, PKB, dan PPP.
> Dalam kancah politik, maraknya Neo-Wahabisme bahkan diasosiasikan
dengan berkembangnya PKS. Para sarjana dan peneliti di Indonesia
menyatakan, bukan tanpa dasar jika PKS memang dijuluki Wahabi.
Hidayat Nurwahid, salah satu pendiri PKS yang kini menjabat Ketua MPR-
RI, adalah alumni Arab Saudi yang dianggap oleh banyak orang sebagai
bagian dari faksi Neo-Wahabisme.
> Bersama Muzamil Yusuf, alumni Arab di Mesir, Hidayat disebut
sebagai sosok Wahabi dalam kutub puritan PKS dengan pembawaan diri
yang santun dan perilaku yang tenang. "Kedua sosok itu sering
dianggap mewakili Neo-Wahabisme dalam PKS yang merupakan arus kuat,"
kata Muslim Abdurrahman PhD, inteligensia Islam dan kini politisi
PKB.
> Meski keduanya menolak disebut Neo-Wwahabis, persepsi publik sudah
menilai demikian. Dalam politik, persepsi lebih penting ketimbang
fakta itu sendiri. "Perception is more important than the fact
itself," kata Greg Fealy, profesor studi Asia Tenggara di Australian
National University, Canberra.
> Ini berbeda dengan karakter parpol Islam lain sebagaimana diwakili
PPP. "PPP sangat berbeda dengan PKS yang bercorak Wahabisme. Sebab,
PPP justru mendorong Muhammadiyah, NU, dan golongan Islam lainnya
yang toleran untuk mewujudkan Islam Indonesia sebagaimana diyakini
para ulama NU dan Muhamadiyah dalam PPP," kata Tengku Taufiqulhadi,
Wakil Sekjen DPP PPP.
> Bergulirnya gerakan reformasi Mei 1998 ternyata dibarengi pula
dengan munculnya berbagai aliran gerakan, termasuk di dalamnya aliran
Islam. Gerakan-gerakan baru Islam ini umumnya mengusung paham yang
disebut Salafi.
> Tercatat sejumlah gerakan dalam aliran ini seperti Front Pembela
Islam (FPI), Lasykar Jihad (LJ), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI),
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Lasykar Ahlussunah wal Jamaah, dan
lain-lain. "Dan PKS masuk kategori gerakan ini," kata M Imadudin
Rakhmat, aktivis NU dan peneliti di Lakpesdam PB NU.
> Jika dicermati secara mendalam, gerakan-gerakan Neo-Wahabi ini
sangat cepat masuk dalam akar-akar kehidupan masyarakat. Barangkali,
itu disebabkan tawaran mereka yang riil, yakni 'kembali kepada
Allah'. Sasaran mereka adalah masyarakat awam agama yang cenderung
berpandangan sinis dalam melihat globalisasi.
> Kemajuan Iptek dianggap makin mengikis moralitas masyarakat
dan 'westernisasi' yang liberal dan sekuler. Doktrin-doktrin Neo-
Wahabi kini telah banyak disuntikkan melalui sistem aturan
pemerintah, baik pusat maupun daerah. Dukungan terhadap Rancangan
Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) salah satunya.
> Di beberapa daerah di Indonesia juga telah banyak diterbitkan
peraturan daerah yang berbasis syari'at Islam. Sebutlah di Tangerang
(Banten), Cianjur, Tasikmalaya (Jawa Barat), dan Pamekasan (Jawa
Timur).
> Sejatinya, jauh-jauh hari sebelum Neo-Wahabisme marak di negeri
ini, Nahdlatul Ulama (NU) sudah didirikan oleh para ulama tradisional
pada 1926, persis untuk mengantisipasi dan menahan ekspansi Wahabisme
itu di negeri ini.
> Fenomena yang demikian patut disikapi oleh segenap umat muslim.
Mereka semestinya sadar dan tanggap, dengan karakternya yang keras
dan radikal, gerakan Neo-Wahabisme berpotensi mencederai ruh Islam
yang rahmatan lil'alamin. [Bersambung/ P1]
>
> PKS 'Anak Kandung' Wahabisme?
> Mengkritisi Menguatnya Neo-Wahabisme di Indonesia (2-Habis)
> Ahluwalia
>
>
>
>
> INILAH.COM, Jakarta – Perkembangan PKS selalu dikaitkan dengan
menguatnya Neo-Wahabisme. Ini karena Hidayat Nurwahid, salah satu
pendiri PKS, alumni Arab Saudi yang acap dipersepsikan sebagai bagian
dari faksi Neo-Wahabisme PKS.
>
> Sejatinya, di level global, sejak tragedi 11 September 2001,
Wahabisme makin sering dibicarakan. Banyak analis mengkaitkan
pengaruh ajaran itu dengan pertumbuhan dan praktik Islam radikal,
bahkan gerakan-gerakan terorisme, di berbagai belahan dunia.
> Dua tahun lalu, misalnya, Khaled Abou El Fadl, seorang akademisi
Muslim yang mengajar di Universitas California Los Angeles, menulis
dengan nada geram tentang pengaruh itu. "Setiap kelompok (radikal)
Islam hingga tingkat yang berbeda dikecam dunia, seperti Taliban dan
al-Qaida, amat dipengaruhi oleh pemikiran Wahabi."
> Dalam buku tentang Wahabisme, Prof Hamid Algar dari University of
California Berkeley secara umum menyingkapkan tempat Wahabisme di
dunia Islam. Algar bahkan menyajikan riwayat hidup Muhammad bin Abd
al-Wahhab yang dikenal berwatak keras, puritan, dan intoleran.
> Wahabisme merupakan ideologi tertutup karena tidak bisa menerima
paham lain di luar ajarannya. Bahkan, pada titik yang paling ektrem,
ia menyerukan untuk memerangi paham apa pun di luar dirinya.
> Kalaupun kemudian di Indonesia Neo-Wahabisme disesuaikan dengan
situasi sosial-kultural setempat, para penganut paham ini tetap
berwatak eksklusif seperti ditunjukkan oleh sayap gerakan dalam PKS,
jaringan usroh dan harakah-harakahnya.
> Sebagai sebuah ideologi tertutup, menurut Mohamad Nabil, periset
dari Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) Universitas
Islam Negeri Jakarta, Wahabisme punya implikasi politis yang sangat
besar. Terlebih lagi ketika Wahabisme sendiri diberlakukan secara
paksa kepada semua orang.
> Sebab, di samping bergerak pada wilayah pemurnian agama, Wahabisme
juga punya ambisi besar dalam kekuasaan. Hal itu terlihat ketika Abd
Wahhab –sebagai pemimpin Wahabisme– melakukan kompromi poltik dengan
Muhammad Ibn Sa'ud, penguasa di salah satu daerah di daratan Arabia.
> Berdasarkan catatan Prof Hamid Algar, selain melakukan kompromi
politik, Abd Wahhab juga mempersunting putri Muhammad Ibn Sa'ud.
Kompromi politik dan perkawinan ini menandai awal penyebaran ide-ide
Wahabisme dengan ekspansi militer besar-besaran ke seluruh
semenanjung Arab.
> Keberhasilan itu memuncak setelah Wahabisme memperluas kekuasaannya
sampai batas wilayah Dinasti Turki Utsmani. Pada 1802, Wahabisme
menguasai Karbala, makam suci Imam Husain di Irak. Pada 1803, mereka
bahkan merebut Mekkah, ditandai dengan memasang kis'wah merah di
Ka'bah.
> Pada masa itu, meminjam perspektif (alm) Prof Harun Nasution, para
penguasa Turki jadi khawatir. Atas nama pemerintahan, Dinasti Utsmani
berusaha menghentikan kekuasaan Wahabisme dengan merebut kembali
Hijaz pada 1813. Tapi, usaha itu gagal. Yang terjadi hanyalah
penghancuran Kota Dir'iyyah oleh Ibrahim Pasha pada 1818.
> Menjelang 1902, Abd Aziz Ibn Sa'ud merebut Kota Riyadh dari tangan
Al-Rasyid, penguasa Najd utara. Gelombang penaklukkan yang mencapai
klimaksnya dengan tunduknya penguasa Syarif Hasyimiyah di Hijaz pada
akhir 1924. Abd Aziz kemudian menjadikan Riyadh sebagai pusat
kebangkitan agama. Keselarasan perilaku keagamaan yang disebarluaskan
oleh kerajaan pada era sebelumnya terabadikan.
> Wahabisme menghidupkan kembali gagasan tentang sebuah komunitas
beriman yang disatukan oleh ketaatan kepada Allah dan kemauan untuk
hidup selaras dengan hukum-hukum Allah. Ideologi Wahabisme yang
tumbuh-subur di bawah kepemimpinan Abd Aziz membentuk sebuah
identitas kebangsaan di antara masyarakat Semenanjung Arabia.
> Studi Mohamad Nabil dari CSRC menyingkapkan bahwa Wahabisme, selain
mengundang resistensi dari sebagian kaum Muslim, juga mengundang
simpati dari kaum muslim di luar tanah Arabia. Terbukti ketika tiap
kali musim haji usai, banyak Muslim tertarik sekaligus membawa pulang
ideologi puritan itu.
> Beberapa tokoh di luar tanah Arab yang menganut Wahabisme, antara
lain, Sayyid Ahmad di Punjab (India Utara), Imam Sanusi (Aljazair),
Moh Abduh (Mesir), dan Usman Danfuju (Sudan). Di Indonesia, Wahabisme
dibawa antara lain oleh tokoh-tokoh dari Sumatera Barat.
> Dalam upayanya mengungkap sejarah dan implikasi negatif ekspansi
Wahabisme, Prof Algar tidak sendirian. Belakangan, seperti dicatat
Ihzan Ali Fauzi MA, Direktur Program Yayasan Paramadina, makin banyak
sarjana terlibat proyek ini.
> Karya Abou El Fadl, Great Theft: Wrestling Islam from the
Extremists (2005), bahkan menunjukkan bahwa Islam kini
telah 'dibajak' kalangan Muslim ekstremis. Hal ini tentu saja tidak
bisa dibenarkan. Karenanya, menurut El Fadl, kaum Muslim moderat
harus bahu-membahu merebut kembali Islam dari dominasi kaum ekstremis
ini, antara lain dengan mengkritisi paham Wahabisme. [Habis/P1]
>
>
>
>
> Dapatkan alamat Email baru Anda!
> Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan sebelum diambil orang lain!
>
>
> New Email addresses available on Yahoo!
> Get the Email name you've always wanted on the new @ymail and
@rocketmail.
> Hurry before someone else does!
>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar