Senin, 29 September 2008

Re: [bali-bali] Re: Balkanisasi NKRI

Hallo Bli beni..
he...he...
 
kadang otak tiang ne agak lemot cara bekicotne perlu di-charge dengan informasi-informasi baru...tiang tidak sepenuhnya bisa diam begitu saja jika aroma ketidak-adilan mulai mendera....apalagi sudah jelas kita adalah pihak yang nantinya akan berada di posisi korban.....
capek sich...ya at least ada tambahan knowledge bases
 
met makan siang
nengah
 
 
----- Original Message -----
Sent: Sunday, September 28, 2008 8:53 PM
Subject: Bls: [bali-bali] Re: Balkanisasi NKRI

sampun seh keorahin...
ngudiang iraga tuyuh, ngendelin DPR rapat dengan uang rakyat untuk menghasilkan peraturan yang model begitu...
yang tidak lebih baik dari ajaran nenek moyang dan dadong tyange...

 

sampun iraga ngemargiyang Tri Kaya Parisudha? Tri Hita Karana, Eling Lan Bektimarang Gusti Kang Murbeng Dumadi, Bekti Marang Wong Tuwo, Tresno marang sepepadaning manungso, dll...

 

Sekarang, kita uyut tentang RUU yang model begini? yang sama sekali tidak berarti apa-apa dibanding RUU itu (kalo ingin mengatur tentang tata krama dan sopan santun)

 

jeg ingkel-ingkel kedek...telah energi entud (dengkul) tyange, maklum otak tyang ada di dengkul.

 

ngiring, cicipin dumun lak-lak tyange...
 

ngurah beni setiawan
P Save a tree...please don't print this e-mail unless you really need to


----- Pesan Asli ----
Dari: Gmail <nengah.sumerta@gmail.com>
Kepada: bali-bali@yahoogroups.com
Terkirim: Selasa, 30 September, 2008 01:04:09
Topik: Re: [bali-bali] Re: Balkanisasi NKRI

Suksma Bli Ceblonk!
 
Pertanyaanya, apakah untuk hal yang sensitive, yang ekses negativenya sudah sangat clear, voting masih tetap bisa dijadikan sebagai solusi?!
Apakah voting punya "rasa" keadilan ketika di sebuah pembahasan ad pihak yang secara jelas akan menjadi korban?! jangan bahas collateral damage untuk case ini, kerusakan yang ditimbulkan sudah tidak bisa dikategoriakn sebagai collateral, tapi lebih pada primari.
Perlu juga digarisbawahi, Ketika sebuah pembahasan sudah sangat sulit untuk menghasilkan kata mufakat (bahasa apa pula mufakat itu) saya rasa ada yang salah dengan topik yang di bahas, klo memang topik yang di bahas itu logis dan memayungi kepentingan mayoritas, sudah barang tentu tidak akan sulit untuk menciptakan kemufakatan, ya toh?
Saya sama sekalitidak melihat urgensitas dan atau kebutuhan yang mendesak atas ditetapkany RUU Pornografi ini.
Kita sudah punya begitu banyak undang-undang yang secara jelas sudah mengatur hal-hal tersebut diatas, pertanyaanya adalah, sejauh manakah konsistensi dan ketegasan pemerintah dalam melaksanakan aturan perundangan itu?
Klo memang masalahnya konsistensi, maka kita tambahakan 1100 undang undang barupun tidak akan mampu mengubah prilaku warga negara!
Jangankhan RUU Pornografi yang masih kontroversial, KUHP dan KUHAP yang sudah di akui dan memiliki kekuatan hukum tetap saja masih belum bisa dilaksanakan dengan konsisten, apalagi Undang-undang baru yang oileh sebagian warga negaranya dianggap tidak perlu?!
 
Nengah
 
----- Original Message -----
Sent: Sunday, September 28, 2008 7:37 PM
Subject: [bali-bali] Re: Balkanisasi NKRI

Bli Nengah,

voting hanyalah salah satu fitur dari demokrasi. mungkin bli Nengah
menganggap voting adalah pemaksaan namun voting kadang diperlukan
dalam demokrasi. ketika terjadi dead lock, permufakatan tidak
tercapai, tidak ada pihak yang mau mengalah, "lose-lose" solution
tidak bisa diambil, sedangkan KEPUTUSAN HARUS DIAMBIL, saya cuma
melihat voting sebagai satu-satunya jalan mengambil keputusan.

kita harus melihat konteks situasi dimana voting sering digunakan,
jangan hanya menganalisa karakteristik dari voting saja. kalo memang
ingin menang dalam voting ya kumpulkan pengikut, lobbying, bikin
agreement ato apalah, kalo voting merugikan minoritas dan yang lemah
berarti yang minoritas dan yang lemah harus berusaha lebih keras dan
lebih cerdik agar permukatan bisa dicapai dan tidak terseret dalam
voting, bukannya menyalahkan sistem atas kelemahan kita sendiri.

--- In bali-bali@yahoogrou ps.com, "Gmail" <nengah.sumerta@ ...> wrote:
>
> Wuih!
>
> aroma balkan tercijm jelas dari tanggapanya Bli Wibi!
> Klo sudah ada kata Harus menerima, xixixi itu sudah lebih masuk ke
daerah pemaksaan kehendak!, pendek kata, tidak ada penghargaan atas
perbedaan!
> masak 50% +1 di anggap adil, saya sich tidak melihat itu sebagi
konsekwensi atas nama demokrasi, Ituloh, toleransinya DIMANA??
> Pemaksaan pola pikir terhadap anak bangsa adalah salah satu biang
kerok disintegrasi bangsa.
> Ketika kita memahami hal itu, lalu kenapa ada orang yang tetep
memperjuangkanya, padahal dampaknya sudah jelas: DISINTEGRASI Bangsa....
> so, itukah produk demokrasi yang paling demokratis??
> Terlepas apakah itu arabisasi, ataupun balkanisasi, ataupun apapun
namanya kelak, jika akibat jangka panjangnya adalah disintegrasi
bangsa, maka siapapun, rela atau tidak rela hasur berjuang menghentikanya!
>
> Ingat, negara ini m\didirikan, diperjuangkan, dimerdekakan, dan
dipertahankan Dengan Kebhinekaan,
> Jadi jangan pernah berpikir mau memaksakan kehendak seenak udel.....
> Jangan salahkan Papua Minta Merdeka, jangan salahkan Aceh, Jangan
salahkan Maluku, (Mungkin jangan salahkan Bali)
> Jika pola pikir macam yang balkan punya masih diberi ruang gerak di
NKRI!
>
> Suksma!
>
>
> ----- Original Message -----
> From: Wibisono Sastrodiwiryo
> To: bali-bali@yahoogrou ps.com
> Sent: Sunday, September 28, 2008 4:08 PM
> Subject: [bali-bali] Re: Balkanisasi NKRI
>
>
> --- In bali-bali@yahoogrou ps.com, "Gmail" <nengah.sumerta@ > wrote:
> >
> >
> > voting ??!! itu senjata paling bodoh dan paling tidak demokratis
> yang saya kenal,
>
> Salam Pak Nengah,
>
> Terlepas dari apakah RUU Pornografi mau di voting atau tidak tapi
> pandangan pak Nengah terasa agak aneh. Memangnya Pak Nengah mengenal
> demokrasi dari mana? kok voting dianggap tidak demokratis.
>
> Voting adalah fitur terpenting dalam demokrasi, dengan fitur ini juga
> demokrasi menjadi punya kelebihan dibanding sistem yang lain. Tanpa
> voting demokrasi tak berbeda.
>
> Sekedar referensi:
> http://fatihsyuhud. com/2008/ 09/18/pornograph y-bill/
>
> > jika perhitunganya 50% +1 trus yang 49% mau diapain??
>
> Kalau mau konsekuen dalam berdemokrasi maka tidak ada jalan lain
> selain menerima. Kalau tidak mau menerima tapi masih mau memakai label
> demokrasi maka inilah yang membuat kita dianggap belum memahami
> demokrasi sehingga pihak luar merasa perlu untuk intervensi, atur sana
> atur sini.
>
> Sebenarnya sistem demokrasi cukup lengkap fiturnya. Jika tidak setuju
> tinggal tunggu periode berikutnya dan jangan pilih yang tidak
> aspiratif. Cuma memang butuh waktu untuk siklusnya dan rakyat sering
> tidak sabar karena memang tuntunan hidup yang berat. Itulah sebabnya
> pilkada sering rusuh.
>
> Tapi memang demokrasi liberal terasa tidak sepenuhnya cocok dengan
> karakter bangsa dan tidak selalu memberi solusi pada problem bangsa.
> Karena itulah Bung Karno mencari formula baru yang disebut demokrasi
> Pancasila.
>
> Seperti apa demokrasi Pancasila masih terus berproses, tapi yang jelas
> demokrasi yang lebih mengedepankan musyawarah ketimbang voting. Orang
> sering frustasi dengan demokrasi hingga hampir hampir
meninggalkannya.
>
> Wapres Jusuf Kalla pernah menuduh demokrasi tidak efektif dan
> inefisien hingga membuat heboh. Ada satu artikel tentang frustasinya
> orang orang pada demokrasi:
>
http://indrapiliang .com/2007/ 12/26/catatan- akhir-tahun- kalau-bukan- demokrasi- apa/
>
> Semoga bisa bermanfaat.
>
> Wibi
>



Yahoo! Toolbar kini dilengkapi dengan Search Assist. Download sekarang juga.

__._,_.___

Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Tidak ada komentar: