Mbok Vieb, Menurut saya pendapat mbok itu tepat sekali. Mengenai Bhisama itu kan serupa dengan fatwa. Jadi tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Jadi kalau mau mengikuti ya bagus kalau gak, ya gak apa2. PHDI yang mengeluarkan Bhisama kan gak bisa menindak. Ini sepenuhnya persoalan moral dan etika yang kalau mau dibicarakan akan sulit mendapatkan titik temu. Kalau orang hindu Bali mau jujur, banyak sekali keputusan2 PHDI yang tidak dilaksanakan oleh lembaga operasional yaitu Desa Adat. Sudah biasa antara apa yang diputuskan PHDI tidak nyambung dengan Desa Adat. Kenapa demikian? Ya karena apa yan dibicarakan oleh PHDI itu beda dengan apa yang dibicarakan Desa Adat. Saya sampai saat ini gak ngerti apa saya yang dilakukan oleh MDP(Majelis Desa Pekraman) yang berkantor di Propinsi dan Kabupaten/Kodya. Mengenai diajak atau tidaknya masyarakat dalam pengambilan keputusan tidak bisa menjadi jaminan bahwa semua akan berjalan sesuai harapan mengingat hampir semua diantara kita saat ini berpikir pragmatis. Masyarakat bawah gampang dibujuk dengan iming-iming duit untuk perbaikan pura, bale banjar, biaya upacara. Masyarakat bawah tidak mampu melihat bahwa dirinya secara perlahan tapi pasti akan tergadai. Bukankah ini yang sedang terjadi saat ini di Bali secara keseluruhan? Dan benar sekali sumber masalah itu memang KERAKUSAN yang telak merasuki sumsum kita. Saya sering bertanya pada diri saya sendiri, jika di Bali setiap hari hujan duit apakah semua persoalan akan dapat diselesaikan? Hati nurani dan akal sehat saya mengatakan TIDAK. Duit itu hanya alat, perpanjangan pikiran. Pikiranpun adalah sebuah alat. Hasil dari penggunaan alat ini sepenuhnya tergandung pada KESADARAN kita. Jujur saja, setiap bisnis pariwisata di Bali membaik saya waswas. Kenapa? Yang tejadi adalah kerusakan lingkungan semakin cepat. Ego membesar dan lupa akan keberadaan kita disini saat ini untuk apa. Dan jika hal ini terus terjadi maka jangan kaget jika ada ledakan bom lagi. Dan seperti biasa akan mengulangi "kedunguan" kita dengan "memperbudak" Tuhan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dengan berbagai ritual. Baik lokal maupun nasional tidak jauh beda. Secara nasional ketika KERAKUSAN itu tidak mampu kita atasi maka kita sibuk mencari pembenaran. Maka sekelompok orang yang merasa menjadi wakil Tuhan merasa telah medemukan jalan keluar dari krisis akibat KERAKUSAN kita itu. Mereka meyakini bahwa syariat agama tertentu akan mampu menyelamatkan bangsa dari krisis. Seperti kita ketahui bersama penemuan mereka yang terbaru adalah RUU Porno. Menurut saya, problem kita saat ini adalah masalah kesadaran. Kita sama sekali tidak mempunyai kebanggaan menjadi orang Indonesia. Padahal agar bisa menjadi bangsa yang PD harus memiliki kebanggaaan(mohon dibedakan antara bangga dengan arogan). Saat ini saya dengar banyak orang Indonesia di luar negeri malu mengaku sebagai orang Indonesia(hik, hik,hik...). Jika kita mampu mengenali jati diri kita, mengenal sejarah masa lalu dengan tepat, sewajarnya kita bangga menjadi orang Indonesia. Seperti sering dikemukakan oleh aktivis spritual Anand Krishna, ketika bangsa Arab masih saling menjarah, bangsa Indonesia sudah mengekspor rempah-tempah dengan maskapai milik bangsa sendiri. Contoh lainnya adalah, berapa orang yang tahu bahwa Candi Ankor Wat di Kamboja itu arsiteknya adalah orang Indonesia? Apa solusinya? PENDIDIKAN. Pendidikan yang tidak mengkotak-kotakan manusia berdasarkan SARA. Pendidikan agama harus dikeluarkan dari kurikulum dan diganti dengan pelajaraan sejarah tentang agama-agama dan pendidikan budhi pekerti(prakerti), bibit-bibit budhi yang kita bawa dari sono. Salam, Putu SEVEN SOCIAL SIN (MK GANDHI) ~ Wealth without Work ~ Pleasure without Conscience ~ Knowledge without Character ~ Commerce without Morality ~ Science without Humanity ~ Politics without Principle ~ Worship without Sacrifice --- On Mon, 29/9/08, Asana Viebeke Lengkong <asanasw@indo.net.id> wrote: From: Asana Viebeke Lengkong <asanasw@indo.net.id> |
Get your preferred Email name!
Now you can @ymail.com and @rocketmail.com. __._,_.___
Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar