Senin, 29 September 2008

Re: [bali-bali] Re: Balkanisasi NKRI

Wuih!
 
aroma balkan tercijm jelas dari tanggapanya Bli Wibi!
Klo sudah ada kata Harus menerima, xixixi itu sudah lebih masuk ke daerah pemaksaan kehendak!, pendek kata, tidak ada penghargaan atas perbedaan!
masak 50% +1 di anggap adil, saya sich tidak melihat itu sebagi konsekwensi atas nama demokrasi, Ituloh, toleransinya DIMANA??
Pemaksaan pola pikir terhadap anak bangsa adalah salah satu biang kerok disintegrasi bangsa.
Ketika kita memahami hal itu, lalu kenapa ada orang yang tetep memperjuangkanya, padahal dampaknya sudah jelas: DISINTEGRASI Bangsa....
so, itukah produk demokrasi yang paling demokratis??
Terlepas apakah itu arabisasi, ataupun balkanisasi, ataupun apapun namanya kelak, jika akibat jangka panjangnya adalah disintegrasi bangsa, maka siapapun, rela atau tidak rela hasur berjuang menghentikanya!
 
Ingat, negara ini m\didirikan, diperjuangkan, dimerdekakan, dan dipertahankan Dengan Kebhinekaan,
Jadi jangan pernah berpikir mau memaksakan kehendak seenak udel.....
Jangan salahkan Papua Minta Merdeka, jangan salahkan Aceh, Jangan salahkan Maluku, (Mungkin jangan salahkan Bali)
Jika pola pikir macam yang balkan punya masih diberi ruang gerak di NKRI!
 
Suksma!
 
 
----- Original Message -----
Sent: Sunday, September 28, 2008 4:08 PM
Subject: [bali-bali] Re: Balkanisasi NKRI

--- In bali-bali@yahoogroups.com, "Gmail" <nengah.sumerta@...> wrote:
>
>
> voting ??!! itu senjata paling bodoh dan paling tidak demokratis
yang saya kenal,

Salam Pak Nengah,

Terlepas dari apakah RUU Pornografi mau di voting atau tidak tapi
pandangan pak Nengah terasa agak aneh. Memangnya Pak Nengah mengenal
demokrasi dari mana? kok voting dianggap tidak demokratis.

Voting adalah fitur terpenting dalam demokrasi, dengan fitur ini juga
demokrasi menjadi punya kelebihan dibanding sistem yang lain. Tanpa
voting demokrasi tak berbeda.

Sekedar referensi:
http://fatihsyuhud.com/2008/09/18/pornography-bill/

> jika perhitunganya 50% +1 trus yang 49% mau diapain??

Kalau mau konsekuen dalam berdemokrasi maka tidak ada jalan lain
selain menerima. Kalau tidak mau menerima tapi masih mau memakai label
demokrasi maka inilah yang membuat kita dianggap belum memahami
demokrasi sehingga pihak luar merasa perlu untuk intervensi, atur sana
atur sini.

Sebenarnya sistem demokrasi cukup lengkap fiturnya. Jika tidak setuju
tinggal tunggu periode berikutnya dan jangan pilih yang tidak
aspiratif. Cuma memang butuh waktu untuk siklusnya dan rakyat sering
tidak sabar karena memang tuntunan hidup yang berat. Itulah sebabnya
pilkada sering rusuh.

Tapi memang demokrasi liberal terasa tidak sepenuhnya cocok dengan
karakter bangsa dan tidak selalu memberi solusi pada problem bangsa.
Karena itulah Bung Karno mencari formula baru yang disebut demokrasi
Pancasila.

Seperti apa demokrasi Pancasila masih terus berproses, tapi yang jelas
demokrasi yang lebih mengedepankan musyawarah ketimbang voting. Orang
sering frustasi dengan demokrasi hingga hampir hampir meninggalkannya.

Wapres Jusuf Kalla pernah menuduh demokrasi tidak efektif dan
inefisien hingga membuat heboh. Ada satu artikel tentang frustasinya
orang orang pada demokrasi:
http://indrapiliang.com/2007/12/26/catatan-akhir-tahun-kalau-bukan-demokrasi-apa/

Semoga bisa bermanfaat.

Wibi

__._,_.___

Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Tidak ada komentar: