Friends, berikut percakapan antara seorang rekan (B) dan saya (L). Semoga bermanfaat.
+
B = Kejaksaan Agung saat ini berkali-kali mengumandangkan komitmen reformasi dan pembersihan diri demi penegakan hukum yang setara bagi semua warga negara...
L = Ya, kesetaraan di depan hukum bagi semua WNI tanpa membedakan warna maupun tebal tipisnya bulu. Mo ada bulu kek, mo gak ada bulu kek, so what gitu lho! Yg penting semua WNI memiliki kesetaraan di depan hukum, then?
B = Kita ketahui bahwa semua keputusan dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat dibuat berdasarkan undang-undang yang dihasilkan DPR, dan pembuatan setiap undang-undang mengacu kepada Undang-undang Dasar yang dinafasi atau dipandu oleh semangat yang terkandung dalam kelima sila Pancasila.
Rupanya, kekacauan cara berpikir ini sudah berlangsung sejak lama. Singkatnya, bangsa ini sesungguhnya belum pernah merumuskan secara baik dan benar kelima sila yang terkandung dalam Pancasila.
L = Really, then?
B = Inilah akar permasalahan yang berakibat kepada berbagai hal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk ketidakadilan, baik ketidakadilan yang dirasakan kelompok minoritas (contoh : gereja-2 yang dibakar atau dipersulit IMB-nya), ketidakadilan dalam sisitim perekonomian nasional, dlsb.
L = Ya, kita semua sudah tahu itu, then?
B = Dari beberapa arsip-arsip lama risalah sidang kabinet pemerintahan presiden Soekarno, ditemukan kekacauan cara berpikir ini dan tidak adanya kesepakatan dalam hal penjabaran (implementasi) nilai-nilai dalam Pancasila. Misal, tentang implementasi sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
L = Waktu itu konsepnya adalah NASAKOM (Nasionalis, Agama, Komunis). Bung Karno sampai mati tetap tidak mau menyingkirkan kaum Komunis dari ajang politik Indonesia. Komunis juga punya andil dalam mendirikan NKRI ini, by the way, dan bahkan sampai saat ini kita semuanya masih melanjutkan the Suharto error itu yg menimpakan kesalahan tahun 1965 kepada kaum Komunis saja.
Pedahal kita sekarang semua sudah tahu bahwa skenario 1965 cuma akal-akalan Suharto saja. Semuanya salah waktu itu: Suharto, kaum agama, dan kaum Komunis juga.
So, kalau menurut anda belum ada kesepakatan, then what?
B = Walaupun Bung Karno adalah penemu Pancasila, berarti beliau yang menuliskan point kemanusiaan dalam Pancasila, tetapi beliau ini jelas-jelas menolak HAM. HAM dianggapnya sebagai produk kapitalist Barat, produk negara-negara ber-demokrasi liberal, tidak pantas untuk Indonesia yang ber-Pancasila.
L = Well, waktu itu Indonesia belum masuk era Demokrasi Liberal seperti saat ini. Di masa Sukarno namanya Demokrasi Terpimpin alias demokrasi akal-akalan ala Sukarno yg bermain akrobat menyeimbangkan ketiga kubu kekuatan politik terbesar di Indonesia, yaitu kaum Nasionalis, Agama, dan Komunis.
B = Kemudian, penjabaran Pancasila dan argumentasi dari Mr. Moh. Yamin dianggap sebagai suatu sulap (akal-akalan) oleh Bung Hatta. Bayangkan, Moh. Yamin, seorang ahli hukum yang menguasai konstitusi berbagai negara, argumentasinya dianggap sekedar akal-akalan.
L = Bung Hatta itu sangat rasional, cenderung kepada aliran pemikiran sosialis dan bentuk negara federal. Moh. Yamin adalah lawannya, seorang sejarawan yg gemar merangkai mitos tentang kejayaan masa lalu. So, wajar saja kalau keduanya berseberangan, then?
B = Kekacauan cara berpikir (kegagalan berpikir) dan memandang serta mengimplementasikan Pancasila terus berlangsung bahkan semakin menjadi-jadi di era Reformasi sekarang ini. Kelompok minoritas sangat merasakannya dengan diterapkannya berbagai UU dan peraturan yang dibuat untuk mengakomodasi dan memprioritaskan panggilan keagamaan umat Islam.
L = Thesis saya, ternyata Indonesia ini mau menjadikan umat Islam sebagai WNI VIP dan umat agama lainnya sebagai WNI kelas kambing. Itu yg jelas terlihat, dan semua orang sudah tahu.
Kalau segala ketidak-adilan ini tidak di-stop secepat mungkin, maka artinya kita sedang meluncur menuju dis-integrasi nasional dengan ill feeling yg diarahkan kepada kelompok-kelompok Islam fundamentalis, terutama yg jualan agama Islam dan Allah.
B = UU Sisdiknas, UU Pornografi misalnya, serta berbagai Perda-perda bernuansa syariah serta SKB tentang pendirian rumah ibadat (untuk mendirikan rumah ibadah spt gereja misalnya, harus mendapat persetujuan semua warga masyarakat yang tinggal disekitarnya - ujung-ujungnya adalah pemerasan finansial dan premanisme dan pemasungan hak melaksanakan ibadah).
L = Semua orang sudah tahu itu, Indonesia memang masih menginjak-injak HAM, atas nama apapun. Kita bisa bilang bahwa yg berada di belakang ini semua adalah salah kaprah bahwa agama-agama itu harus dilindungi, pedahal tidak perlu.
Kita harus melepaskan diri dari keterikatan terhadap institusi-insitusi agama yg sudah ribuan tahun menginjak-injak HAM. Indonesia ini bukan negara agama, dan sama sekali tidak pantas untuk membela orang-orang yg mempertahankan agama-agama. Yg dibela itu manusia dan bukan agamanya.
Mau beragama apapun merupakan HAM yg ada di diri orang, dan negara tidak perlu merepotkan diri membela orang yg merasa agamanya "dihina" dan sebagainya. Agama-agama itu semuanya merupakan ciptaan manusia, dan orang berhak untuk beragama maupun tidak beragama apapun, berhak untuk berpendapat apapun terhadap agama-agama itu. Agama tidak perlu dibela, yg dibela adalah manusia.
Manusia memiliki HAM, Hak Azasi Manusia. Agama bukan manusia, tidak memiliki HAM.
B = Banyak sudah tulisan/artikel tentang hal ini, tetapi saya belum membaca suatu pemikiran yang mengaitkan produk perundang-undangan serta Perda-Perda tsb dengan kekacauan cara berpikir, memandang serta mengimplementasikan Pancasila.
Berbagai produk per-UU-an dan Perda-2 tsb pada dasarnya telah menabrak (atau salah menafsirkan dan menerapkap) sila Persatuan Indonesia dan sila Keadilan Sosial. Kalau sila Persatuan dibaca selain untuk memaksimalkan sesuatu (dalam hal ini bangsa dan negara), tetapi juga untuk mengangkat kemampuan kelompok-kelompok yang menyatukan diri dalam persatuan tsb - inilah sebenarnya makna yang terkandung dalam Persatuan Indonesia - maka tidak akan ada UU dan perda-2 tsb di atas yang selain hanya mementingkan agama tertentu, juga melemahkan kelompok agama lain dalam mengekpresikan panggilan imannya. Jelas ini menabrak sila Keadilan Sosial.
L = Anda mau berkata bahwa para pembuat UU di Indonesia ini telah mengikuti tekanan dari kelompok Islam fanatik, begitu?
Well, disinyalir seperti itu, dan mungkin kenyataannya juga begitu, tetapi bukankah segalanya adalah proses? Walaupun sekarang masyarakat Indonesia masih penuh ketakutan tidak berani mengkritik institusi-institusi agama yg fanatik, termasuk para wakil rakyat yg disinyalir menjadi juru bicara dari golongan Islam fundamentalis, semuanya itu berobah.
Kritik saja, bilang saja bahwa agama adalah urusan pribadi, dan sama sekali tidak pantas bagi negara untuk membela agama. Agama bisa membela dirinya sendiri dengan argumentasi dan cara-cara beradab, dan tidak perlu takut akan terjadi kerusuhan sosial.
Kalau ada kerusuhan sosial yg dibawa oleh penganut agama tertentu yg belum tercerahkan, sepertu tuntutan untuk membubarkan Ahmadiyah, dlsb itu, maka kita semua tahu siapa yg tidak beradab.
Kelompok-kelompok Islam fanatik dan fundamentalis itu adalah mereka yg tidak beradab. Mereka merasa dirinya diridhoi oleh Allah, pedahal mereka tidak sadar bahwa Allah yg mereka bawa-bawa dalam ucapan dan tindakan itu cuma konsep doang. Allah SWT itu konsep thok.
Yg penting bagaimana manusia bersikap. Tanpa perlu menjerit-jerit Allahuakbar, kalau manusianya itu sudah tercerahkan, semua orang akan bisa melihat sendiri.
Tetapi, kalau berteriak-teriak Allahuakbar dan demi Allah, lengkap dengan kelakuan yg bikin Jibril menjerit astagfirullah. .. maka apanya yg beragama? Apanya yg beradab?
Tetapi kita tahu bahwa segalanya berubah. Semuanya ini proses. Segala macam kampanye jualan agama dan Allah itu akan berakhir juga.
Kita ini banyak yg masih bodoh, tetapi tidak bodoh-bodoh amat. Kita akhirnya akan sadar bahwa mereka yg berteriak Allahuakbar dan mengatas-namakan Allah itu cuma mau posisi dan uang saja. Untuk siapa? Untuk diri mereka sendiri tentu saja.
So, paling kita bisa bilang STOP jualan agama dan Allah.
B = ...Selanjutnya, perlu kiranya melihat akibat dari kegagalan berpikir dalam mengeliminir sila ke 4 yang merupakan prinsip demokrasi dalam Pancasila, sehingga kita sekarang menganut demokrasi liberal, bukan lagi demokrasi permusyrawatan.
L = Ya, Indonesia memang menganut demokrasi liberal, dan Demokrasi liberal itu saudara kandung dari liberalisme.
Makanya saya bilang bahwa segalanya itu proses, akhirnya semua orang akan sadar bahwa HAM merupakan dewa yg dihormati di semua negara yg menganut demokrasi liberal. Persis di negara-negara Barat.
B = Kita tahu bahwa ketika amandemen pertama UUD, suasana kebencian terhadap rezim Soeharto yang dianggap telah memanfaatkan sila ke 4 bagi langgengnya kekuasaannya, menguasai anggoata-2 DPR yang menggusur prinsip sila ke 4 dan menggantikannya dengan demokrasi liberal (voting prinsip)...
L = Ya, that's true.
B = ...Di tengah kekecewaan yang semakin menggumpal terhadap orientasi dan kinerja partai-partai yang ada, terutama maraknya korupsi sejumlah politisi di DPR, harapan yang besar ditujukan kepada DPD. Semoga ke depan, DPD semakin kuat posisinya dalam pengambilan keputusan di parlemen dan semoga terpilih wakil-2 independen yang sungguh-2 berkwalitas dan siap berjuang habis-2an.
L = Ya, semoga saja.
B = Kalimat 'demokrasi sedang ditikam oleh pisau demokratis' terinspirasi oleh pernyataan Robert Spencer dalam bukunya "Religion of Peace" Why Christianity is Yes and Islam is Not. Dalam terjemahan bebas pernyataannya berbunyi demikian: "menindas demokrasi melalui cara-cara (proses dan mekanisme) yang demokratis". Pernyaataan Robert Spencer tsb merupakan kesimpulan dia terhadap kehidupan demokrasi di negara-2 yang menyatakan diri sebagai negara demokratis dan yang berpenduduk mayoritas Muslim
Di Indonesia fakta dari pernyataan Spencer tsb jelas terlihat pada berbagai undang-undang yang diskriminatif termasuk Perda-perda yang bernuansa syariah dan SKB menteri Agama + mendagri tentang pembangunan rumah-2 ibadat.
Sampai sekarang, sudah 22 provinsi di Indonesia telah menerapkan Perda Syariah, sementara berbagai UU diskriminatif dan SKB berlaku di seluruh wilayah NKRI. Tingkat hard / shoft-nya perda-2 syariah tsb berbeda di setiap kabupaten/kota dalam wilayah 22 provinsi tsb. Kecuali SKB, UU dan perda-2 tsb telah melalui mekanisme yang demokratis di negara kita yang sedang menganut/menjalanka n sistim demokrasi voting di DPR dan DPRD.
Inilah salah satu sebab Indonesia mendapat pujian dari AS sebagai negara demokratis. Ingat, Indonesia dipuji oleh Hillary Clinton bukan sebagai negara Pancasila, tetapi sebagai negara Islam terbesar di dunia (yang berkiblat kepada Arab Saudia sebagai kalif).
L = Seperti itulah yg namanya demokrasi, tetapi apakah segala kenajisan itu akan berjalan terus? Tentu saja tidak. Dan setahu saya juga, Indonesia bukan negara Islam, walaupun kita juga semua tahu bahwa ada yg ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam, tapi apakah bisa?
B = Tetapi, kalau ditelusuri motivasi dan tujuan (keduanya tersembunyi) serta proses tersembunyi selain yang nampak di gedung DPR dan DPRD-2, di balik diberlakukannya UU, perda-2 syariah dan SKB tsb serta peraturan-2 tersembunyi tentang rekruitment pejabat birokrat dan BUMN penuh dengan nuansa yang tidak sepatutnya diberlakukan di negara yang mengklaim diri sebagai negara demokrasi moderen (liberal)...
L = Diskriminasi terhadap sesama WNI bertolak-belakang dengan prinsip liberalisme. Demokrasi liberal itu menghormati HAM, dan anti diskriminasi terhadap sesama warganegara dengan alasan apapun.
Kalau menggunakan perangkat demokrasi liberal untuk diskriminasi terhadap sesama WNI, maka artinya ada salah kaprah. Ada pemutar-balikkan prinsip-prinsip.
B = Ujung-ujungnya memang akan bermuara kepada terbetuknya kelas-kelas dalam masyarakat bangsa berdasarkan agama yang dianut dimana non Muslim termarjinalkan. Keadaan ini tentu berbeda sekali dengan kondisi di negara-2 Barat yang telah lama menerapkan demokrasi moderen dimana kaum minorotas memperoleh perlindungan, hak-haknya dibela dlsb....
L = Ya, memang seperti itu. Demokrasi liberal itu menghormati HAM seluruh warganegara, dan tidak ada diskriminasi. So, sampai saat ini masih banyak yg tidak patut dilakukan oleh negara modern masih dilakukan di Indonesia ini.
Contohnya, kalau benar ada syarat untuk menjadi pegawai BUMN berupa harus bisa ngaji, berbahasa Arab, dsb... maka itu namanya sudah keterlaluan. Ada penginjak-injakan HAM warganegara untuk memperoleh perlakuan tanpa diskriminasi. So, segala macam peraturan yg di-inspirasikan oleh syariat Islam itu non konstitusional, dan harus dibawa ke mahkamah konstitusi.
Apakah Negara Indonesia diskriminasi WN berdasarkan agama? Ya, sampai saat ini, tetapi saya percaya bahwa hal itu berubah. Kita ini masih di dalam proses, masih berjalan terus. Masyarakat adil dan makmur yg merupakan tujuan akhir dari Pancasila itu BUKAN masyarakat Islami melainkan masyarakat tanpa agama. Manusia mau beragama ataupun tidak merupakan urusan pribadi, yg penting negara menghantar menuju masyarakat adil dan makmur. Just that.
B = Situasi ini sebenarnya membahayakan kelangsungan demokrasi di Indonesia. "Kelangengan suatu sistim dalam suatu negara sangat memerlukan solidaritas sosial" (Ibn Khaldun). Golput adalah sinyal melemahnya solidaritas sosial terhadap sistim demokrasi. Tidak perlu saya menulis lebih jauh tentang politik dagang sapi, money politic dan korupsi di parlemen.
L = Ya, kita semua akhirnya tahu bahwa wakil-wakil rakyat itu banyak yg bajingan. Walaupun pakai peci dan berjilbab, mereka ternyata bajingan tengik yg mau membedakan perlakuan terhadap WNI berdasarakan agamanya. Najis bukan?
B = Barbagai media telah mengulasnya dengan gamblang. Seharusnya semua pihak-pihak, terutama mereka yang gemar menggunakan atribut agama sebagai kendaraan politik: lebih arif melihat gejolak di masyarakat ini. Alih-alih ingin menggelar pesta demokrasi, yang dikuatirkan justru akan makin terciptanya pengkotak-kotakkan golongan masyarakat dan penindasan hak-hak sipil yang dapat berujung kepada ketidak puasan dan separatsme.
L = Mereka tidak akan sadar karena sudah terbukatan oleh Sorga yg dijanjikan oleh Allah mereka. Mungkin cara satu-satunya adalah dengan menunjuk langsung hidung para wakil rakyat yg mau membawa syariat Islam atau apapun ke NKRI ini.
Tunjuk langsung saja hidung mereka dan bilang: Plis stop jualan agama dan Allah!
B = Negara kita ini sedang membutuhkan Pemimpin yang mampu menjembatani semua golongan SARA di masyarakat secara adil karena memang sesungguhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini berdiri diatas keringat, darah, dan air mata anak bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, ras dan golongan.
L = Ya, kita membutuhkan pemimpin yg benar-benar pemimpin. Siapa yg berani maju dan bilang bahwa negara Indonesia ini didirikan oleh semua golongan. Golongan Islam bukan kelas satu dan golongan lainnya itu kelas kambing. Islam itu cuma atribut pribadi dan sama sekali tidak pantas dijadikan dasar untuk membedakan perlakuan terhadap sesama WNI.
+
Leo
@ Komunitas Spiritual Indonesia <
http://groups. yahoo.com/ group/spiritual- indonesia>.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar