RENUNGAN KUNINGAN March 2009
memasuki kadasa; dipercaya bulan paling cerah secara kosmis, konon, gautama tercerahkan di bulan-bulan ini. konon pula bibit amuk dalam diri juga menyeruak, seperti kuncup rumput yang mulai tumbuh, kadang tajamnya terasa menusuk, dingin memberi kejutan di hati.Di satu sisi kosmis dipercaya bersih dan lapang, di lain pihak tubuh di bumi mengalami demam luar biasa. Demam ini bersebab apa (?) kata Budha itu berpokok dari derita, derita yang berpokok-pokok asalnya dari kelahiran-kelahiran yang dulu: orang tua, kakek, buyut, dstnya. Tak ada yang bisa menghentikan dengan pikiran pendek: misalnya hendak menghentikan derita dengan menghentikan kelahiran. teka-teki mencari sebab untuk mengaakibatkan kedamaian dalam diri terutama hati begitu banyak cara ditawarkan. Manusia sepanjang hidupnya adalah mahluk paling gelisah dan paling tidak jelas kadar kepuasannya. Bahkan sampai mewariskan ketidakpuasan. Tapi ini juga jadi sebab adanya kemajuan, perubahan juga kembali lagi derita baru, menumpuki derita yang sudah ada. kompleksitas keterikatan manusia dengan proses hidup bertali temali dengan tata krama yang dibangunnya sendiri. Tak ada keterikatan yang terbebaskan ketika manusia mulai berpikir mengenai rencana-rencana kebaikan. bahkan ketika menatacarakan untuk menuju surga; manusia menghitung-hitung diri dalam ikatan tata krama kewajiban dan hak. Yang awam bahkan menghitung jumlah pahala dari kerajinan sembahyang dan berderma. keterikatan ini tidak membebaskan pula manusia dari perasaan-perasaan risau, khawatir, gelisah; derita yang tidak bisa ditenangkan dengan materi. tapi materi selalu dipercayai, dijadikan pemicu untuk mengatasi masalah hidup; ditempatkan sebagai pencapaian prestai pendakian usia. Jabatan, pangkat, rumah, mobil, berbagai fasilitas yang menjadi busana keberhasilan telah membuat manusia terikat kepada materi: bukan kerja dalam pengertian guna kaya. Taklah mengherankan; dalam proses kekinian, kemajuan dalam materi demikian kaya raya berbanding terbalik dengan pencapaian kebebasan hati, kebebasan dari keterikatan akan nilai-nilai; yang disepakati oleh masyarakat; manusia takut dikatakan tidak baik, tidak sopan, tidak jujur, tidak religius: semua menjadi pengikat hati dan pikiran, membuat budidaya baru dalam program menjaga diri ke dalam ukuran-ukuran nilai-nilai yang diiinginkan masyarakat. Tidak mengherankan: manusia berkutat, berkelit dalam persoalan-persoalan ingin menjadi baik, memamerkan kebaikan: namun keterikatan itu makin mencekik leher. Puuuf. Bulan ini kadasa tiba: berbahagia yang mulai berani mengambil keputusan bagi dirinya sendiri, berani dengan perih menerima penilaian terburuk atas keputusan itu asalkan dia tahu sebab apa dia ambil keputusan itu: membebaskan diri dari derita titian karma ini, tidak bisa diserahkan kepada penilaian orang lain, juga biarkanlah semua orang memberi penilaian. Seperti gautama ketika meninggalkan istana, meninggalkan jabatan, memasuki hutan, memasuki tapa brata yang berat: juga tetap mendapatkan penilaian yang tidak sedap, demikian pula ketika tercerahkan, ketika kembali mengambil keputusan untuk kecerahan diri semata, bahkan dewa brahma pun harus turut campur: pilihan berbagi kepada yang lain inilah yang membuat kita tersenyum: bahwa disaat kesadaran mengambil keputusan untuk diri sendiri; yang paling tidak bisa dilepas dari ikatan itu adalah: derita di tempat lain demikian mekar rimbunnya, hingga tak mungkin budha sekalipun mengabaikannya. Selamat kuningan, selamat memulai untuk berani mengambil keputusan tidak berdasarkan penilaian namun berdasarkan nurani....
loka samasta bhavantu........
om shanti shanti shanti
cok. sawitri
__._,_.___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar