lagi2 demi pariwisata.
duh..
--
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/29/03193850/irigasi.dikorbankan.demi.pelaksanaan.arung.jeram
Irigasi Dikorbankan demi Pelaksanaan Arung Jeram
Minggu 22 Maret lalu, cuaca di kawasan Subak Lodtunduh di Ubud, Gianyar, Bali, cerah. Air irigasi mengalir melalui saluran induk menuju areal sawah. Namun, hamparan sawah lengang.
Siang itu hanya ada Nyoman Sudhana (67) dan Ketut Sama, warga Banjar (lingkungan) Lodtunduh, Desa Adat Demayu (Desa Dinas Singakerta)—sekitar 24 kilometer timur Denpasar.
Sudhana hadir di sana sekadar mengecek sebaran air yang menggenangi 23 are (2.300 meter persegi) sawahnya. Ayah tujuh anak dan 10 cucu itu terlihat lega ketika mendapatkan air mengalir normal.
"Sejak setahun lalu areal sawah kami sering kekeringan, terutama setiap Kamis," ujarnya. Selain padi, Sudhana juga menanam bunga pacar, pisang, ketela, dan sayuran (di lahan seluas 8 are) di kawasan tersebut.
Berbeda dengan Sudhana, Ketut Sama saat itu turun ke sawah menenteng ember berisi pupuk campuran—urea, ZA, dan KCl—yang akan ditebarkan ke tanaman kangkung di lahan 5 are. "Tanaman ini nantinya bagian ujungnya dijual di pasar, sedangkan bagian pangkalnya untuk makanan dua babi di rumah," tuturnya. Seperti Sudhana, Sama juga mengaku lega setelah melihat air dari bendungan menggenangi 21 are tanaman padinya.
Sering kering
Di Subak Lodtunduh terdapat sawah seluas 25,26 hektar (ha), milik 70 petani, termasuk Sudhana dan Sama. Subak tersebut merupakan satu dari 33 subak (totalnya 3.300 ha), yang mengandalkan pasokan air dari Bendungan Kedewatan di Sungai Ayung, Gianyar.
Bendungan Kedewatan adalah satu dari bendungan permanen paling tua di Bali, yang dibangun Belanda pada tahun 1925. Satu bendungan lainnya adalah Bendungan Oongan di bagian hilir Sungai Ayung, persisnya di Desa Tonja, Kota Denpasar.
Subak Lodtunduh dan Subak Bija lokasinya paling hulu, sekitar 4 kilometer dari mulut Bendungan Kedewatan. Ironisnya, kedekatan jarak itu bukannya membawa berkah, tetapi justru membuat keduanya sering mengalami kekeringan.
Sekitar 41 ha sawah di Subak Lodtunduh (25,26 ha) dan Subak Bija (16 ha) dalam setahun terakhir tak lepas dari musibah kekeringan. Itu akibat mulut Bendungan Kedewatan ditutup demi pelaksanaan rafting (arung jeram) di Sungai Ayung. "Arung jeram di Sungai Ayung itu diminati wisatawan asing dan domestik," cerita Sudhana dan Sama.
Pakar subak, Nyoman Sutawan (mantan Rektor Universitas Udayana) dan Wayan Windia dari Fakultas Pertanian Universitas Udayana, membenarkan Sudhana dan Sama. Mereka mengatakan, Subak Lodtunduh dan Subak Bija merupakan dua korban kebijakan yang tidak berpihak kepada pertanian. "Padahal, pertanian terkait dengan mati hidupnya bangsa. Pertanian dan pariwisata seharusnya bersinergi, saling memperkuat," kata Sutawan menambahkan.
Lintasan baru
Arung jeram di Sungai Ayung awalnya hanya satu lintasan, memanfaatkan alur sejauh 11 kilometer, dari Begawan hingga Sobek (sekitar mulut Bendungan Kedewatan). Sejak setahun lalu, pengelola arung jeram membuka lintasan baru dari Sobek hingga Sayan yang jaraknya 2 kilometer.
Khusus di lintasan 2, kegiatan dijadwalkan setiap Kamis. Itulah sebabnya setiap Kamis sawah di Subak Lodtunduh dan Subak Bija dilanda kekeringan. Kepentingan pertanian dikalahkan demi pelaksanaan arung jeram untuk wisatawan.
"Kami sangat menyayangkan penutupan air itu sebab tidak pernah dibicarakan dengan kami," keluh Sudhana.
Kelian (Ketua) Subak Lodtunduh I Wayan Suar mengatakan, kekeringan tersebut sangat mengganggu, bahkan merugikan petani. "Terutama jika berlangsung saat petani mengolah atau membajak lahan. Kalau sudah begitu, pengolahan sawah terpaksa dihentikan dan untuk memulainya kembali petani harus menunggu sekitar tiga hari," ujarnya.
Petani, menurut Wayan Windia, kini kebingungan. Mereka tak tahu harus mengadu ke mana. "Persoalannya, Bali kini tidak lagi memiliki Pesedahaan yang berfungsi sebagai lembaga khusus menyelesaikan berbagai persoalan di lingkungan subak," katanya.
"Belakangan, Sedahaan (petugas Pesedahaan) lebih berperan sebagai penagih pajak PBB (pajak bumi dan bangunan) di lingkungan subak," tambah Windia, yang dibenarkan I Wayan Suar, dalam diskusi yang diselenggarakan Kompas, pekan lalu.
Belum diketahui persis siapa yang berani menutup mulut Bendungan Kedewatan untuk kegiatan arung jeram tersebut. Menurut petani di Lodtunduh, pengalihan air untuk sektor pariwisata itu sepengetahuan petugas Bendungan Kedewatan. Hal itu diakui Kadek Sudika (34) dari Mega Rafting, Minggu lalu. Ia bahkan mengatakan, arung jeram di lintasan 2 itu tidak jarang pula dilangsungkan pada hari-hari lainnya—selain Kamis.
Kepala Dinas Pariwisata Bali Gede Nurjaya dalam diskusi terbatas Kompas itu mengaku terkejut mendengar penutupan mulut bendungan demi kegiatan arung jeram. "Itu tidak boleh terjadi. Kasus ini harus diselesaikan," tegasnya.
Angin segar bagi petani.... (Frans Sarong)
--
Anton Muhajir
www.rumahtulisan.com - Personal Blog
www.balebengong.net - Balibased Citizen Journalism
__._,_.___
Minggu, 29 Maret 2009
[bali-bali] Irigasi Dikorbankan demi Pelaksanaan Arung Jeram
Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar