Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
From: leonardo_rimba@yahoo.com
Date: Wed, 18 Mar 2009 20:29:11 -0700 (PDT)
To: <spiritual-indonesia@yahoogroups.com>
Subject: [bali-bali] Orang beragama itu absurd, pokoknya aneh deh!
T = "I love Buddha, I love Buddha Bar" merupakan opini yang sangat bagus, Mas Leo. Ganesha juga digunakan sebagai nama jalan di Bandung, tempat salah satu almamater saya berada. Karena Mas Leo menjunjung tinggi HAM dan kebebasan berpendapat, boleh dong saya minta tanggapan Mas Leo tentang karikatur Nabi Muhammad di Denmark dan film Fitna di Belanda? Karena salah satu konteksnya adalah Buddha Bar di Jakarta. Kebetulan saya tinggal di Jerman, jadi saya bisa membandingkan nantinya opini Mas dengan opini masyarakat di bagian utara Jerman yang juga menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan HAM :) J = Thanks for your question, walaupun terus terang saya sendiri tidak pernah melihat karikatur Nabi Muhammad dan film "Fitna" karena saya tidak tertarik. Saya cuma memegang rule of thumb seperti ini, yaitu setiap orang memiliki kebebasan untuk berpendapat apa saja, namanya HAM Kebebasan Berpendapat (Free Speech). Ada juga yg namanya HAM Kebebasan Berekspresi (Freedom of Expression). Berdasarkan HAM Free Speech dan Freedom of Expression, seseorang bisa saja membuat karya apapun, dan itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan orang lain. Karyanya bisa berupa tulisan, gambar, karikatur, film, atau media apapun, dan yg diungkapkan merupakan pemikiran dari pembuatnya sendiri. Ada orang Denmark yg membuat kartun, dan kartunnya itu disebutnya sebagai kartun "Nabi Muhammad". Tetapi, apakah yg dibuatnya benar-benar Nabi Muhammad merupakan hal lain lagi. Menurut saya, yg dibuatnya itu adalah "Nabi Muhammad" menurut orang itu sendiri. Bagaimana "Nabi Muhammad" menurut orang lain tentu saja bisa berbeda. Ini cuma soal opini saja, dan ekspressi dari opini itu. Kita tidak bisa mengatur bagaimana orang lain harus beropini atau berpendapat. Kalau mau mengatur agar semua orang berpendapat sesuai dengan pendapat kita, maka artinya kita mau balik ke jaman otoriter seperti masa lalu. Di tulisan "I love Buddha, I love Buddha Bar", saya merujuk kepada penulis Arswendo Atmowiloto yg HAM-nya diperkosa oleh Rejim Soeharto gara-gara "Nabi Muhammad". Ada tanya-jawab antara Arswendo dan pembaca majalahnya yg bertanya tentang arti mimpi bertemu dengan Nabi Muhammad, yg dijawab oleh Arswendo sebagai tidak ada artinya. Berdekatan dengan kejadian itu, Arswendo juga membuat poll (pengumpulan pendapat) bagi pembaca majalahnya dengan pertanyaan: siapakah tokoh yg paling dikagumi. Hasil pengumpulan pendapat diumumkan, dan ternyata Soeharto menempati urutan pertama, dan Nabi Muhammad menempati urutan keempat. Dan akhirnya meluncurlah Arswendo dengan bebas dan tanpa hambatan, masuk penjara dengan dakwaan "menghina" Nabi Muhammad. Kemungkinan yg dkutip sebagai alasan resmi adalah poll itu, yg menempatkan Nabi Muhammad dalam urutan keempat, dan bukan tanya-jawabnya, walaupun urutan kejadiannya sangat dekat. Menurut saya, kalau benar poll yg hasilnya menempatkan Nabi Muhammad dalam urutan keempat itulah yg menyebabkan Arswendo menjadi terpidana, maka kasusnya menjadi lebih absurd lagi. Benar-benar absurd. Poll itu kan dilakukan secara umum dan bebas, dan pembaca sendiri yg menjawab, dan secara faktual, setelah dihitung, benar menempatkan Nabi Muhammad dalam urutan keempat. Dan Arswendo cuma melaporkan apa adanya saja. Tetapi, bahkan melaporkan pengumpulan pendapat yg menempatkan Nabi Muhammad sebagai tokoh dikagumi dalam urutan keempat sudah cukup untuk menghantar Arswendo ke penjara. Itu di masa lalu, di tahun 1980-an. Saya masih kecil waktu itu. Sekarang saya juga masih kecil, tapi tidak sekecil dulu lagi, sekarang sudah gedean dikit. So, dalam perspektif HAM, kartun apapun merupakan kreasi dari pembuatnya, baik dinamakan sebagai "Nabi Muhammad", Nabirong (Napsu Birahi Merongrong), atau Nabipun (Nabi Apapun). Dia mau menghina ataupun memuji setinggi langit merupakan urusannya sendiri, apa hubungannya dengan kita? Kalau ada diantara kita yg merasa bahwa seharusnya kita tidak membuat kartun dari Nabi Muhammad, maka syariat seperti itu cuma berlaku bagi diri kita sendiri, dan tidak berlaku bagi orang lain. Saya percaya bahwa membuat gambar apapun dari Nabi Muhammad itu haram, tapi apakah saya bisa memaksakan pendapat itu untuk diterima oleh orang lain? Tentu saja tidak bisa. So, syariat apapun yg kita terapkan, itu cuma berlaku bagi diri kita sendiri. Syariat Islam bisa saja diterapkan, tetapi diterapkannya terhadap diri orangnya sendiri, dan bukan terhadap diri orang lain. Kalau sudah mau memaksakan Syariat Islam, Syariat Kristen, Syariat Buddha, dll... terhadap orang-orang lain, maka namanya sudah menginjak-injak HAM orang lain. Kita yg mau mengikuti syariat, kok orang lain yg dirongrong? Begitu pula dengan film "Fitna". Itu kan cuma ekspressi dari pembuatnya saja, dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan kita. Kalau ekspressi orang lain dalam bentuk film, tulisan, gambar, dll... harus menuruti kemauan pribadi kita, maka jadinya kita akan menjadi bahan tertawaan seluruh dunia beradab. Youtube diblokir oleh pemerintah NKRI yg mengikuti tuntutan dari orang-orang yg pemikirannya masih terbutakan oleh pendapat bahwa orang lain harus menghormati apa yg kita yakini. Harus ikut yaqin haqqul yaqin bahwa Allah meng-haramkan membuat gambar Nabi Muhammad. Pedahal keyakinan seperti itu merupakan pilihan belaka, dan cuma berlaku bagi orangnya sendiri saja. Kalau kita mau memaksakan orang lain untuk mengikuti keyakinan kita, namanya itu absurd. Makanya saya juga berpendapat bahwa orang beragama itu absurd, pokoknya aneh deh! Leo @ Komunitas Spiritual Indonesia <http://groups. |
Get your new Email address!
Grab the Email name you've always wanted before someone else does!
__._,_.___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar