Kamis, 23 Juli 2009

Re: Bls: [bali-bali] Hal: Beyond the bombing: An introspection



Biar lebih jelas gambaran tentang runtuhnya kerajaan Majapahit, silahkan baca buku Buku Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara karya Prof. Slamet Mulyana yang dilarang pada jaman orba sehingga banyak anak bangsa yang gak ngerti sejarah. Persis seperti yang dikatakan beni, akibat intrik internal atau boleh juga dikatakan akibat penghinatan...
 
Well said and done, apa yang paling penting bagi kita? Belajar dari sejarah agar tidak dikutuk untuk mengulangi....
 
Peace,
Putu

 

".....tatkala saya masih muda, saya telah gambarkan negara yang akan datang dan tanah air yang akan datang, tanah air yang kita pijak buminya itu, saya gambarkan sebagai ibu kita. Ibu, oleh karena itu kita berkata Ibu Pertiwi. Ibu, dan kita menyebutkan negara kita pada zaman dahulu Mataram. Ibu..... Dan kita pun sekarang berkata, bukan saja Mataram, tetapi Ibu Pertiwi, Ibu kita. Kita berkewajiban jikalau benar-benar kita mencintai Ibu kita ini, kita harus menyumbang pada Ibu kita. Di dalam ucapan-ucapan saya tatkala saya masih muda, saya berkata, kita semua berkewajiban untuk menyumbangkan bunga, bunga untuk mempercantik konde, sanggulnya Ibu kita ini. Harus, semuanya harus menyumbangkan bunga kepada sanggul kita punya Ibu. Engkau bisa menyumbangkan apa? Engkau bisa sumbangkan melati? Berilah melati! Engkau bisa menyumbangkan apa? Bisa menumbangkan mawar? Berilah mawar! Engkau bisa menyumbangkan apa? Bisa menyumbangkan kenanga? Berilah kenanga! ~Soekarno~




From: ngurah beni setiawan <setiawan_beni@yahoo.com>
To: bali-bali@yahoogroups.com
Sent: Wednesday, July 22, 2009 14:30:41
Subject: Bls: [bali-bali] Hal: Beyond the bombing: An introspection

 

Mba Lia,
 
Saya dalam posisi yang setuju dengan pernyataan SBY. Simple saja, biar masyarakat tau gimana boroknya kelengahan kita.
biar kita tahu apa yang terjadi sesungguhnya, kadang rahasia negara justru jadi topeng yang digunakan untuk menyembunyikan fakta.
Biar rakyat tau bahwa negara kita sedang diobrak abrik...
 
Terlepas berita itu benar atau tidak, itu yang harusnya menjadi perhatian.
 
lalu, orang pada sibuk meributkan pernyataan SBY itu. Bagaimanapun pernyataan yang diberikan SBY, ga akan bisa menenangkan. Jangankan yang ada di lokasi, saya yang merasakan dan melihat dari jauh saja ikut berdebar dan sudah gelap akan semua teriakan "jangan panik, jangan panik".
 
Toh, Indeks pasar tidak terpengaruh dengan bom itu, toh rupiah masih aman dibanding USD.
Lalu? Kenapa tidak lihat gambaran besarnya untuk menyadari bahwa negeri kita ini sedang diobrak-abrik.
 
Ingat, Majapahit itu hancur bukan karena kalah perang! Justru karena intrik dari dalam Majapahit sendiri. 
 
salam,
ngurah beni setiawan
P Save a tree...please don't print this e-mail unless you really need to



Dari: Laraslia <laraslia@yahoo. com>
Kepada: bali-bali@yahoogrou ps.com
Terkirim: Rabu, 22 Juli, 2009 09:54:02
Judul: [bali-bali] Hal: Beyond the bombing: An introspection

 

Setuju dgn rasa malu atas tingkah orang yang sibuk ambil gambar bukannya memberi pertolongan, dan stasiun tv yg tdk edit gambar tsb.


Tetapi..juga sangat tidak setuju dgn komentar yang provokatif. Konon prakatanya bukan membicarakan agama, tapi mengulas ritualnya.. (bingung..apa bedanya..)


Kenapa juga harus shalat jumatnya yang diributkan, karena itu cuma shalat 2 rakaat yang mungkin cuma perlu waktu 5 menit. Silahkan meributkan/menyalah kan birokrasi, protokoler kepresidenan, prosedur keselamatan kepresidenan, laporan inteligen, itikad, andi malarangeng, atau SBY sekalian. Kenapa shalat jumat disalahkan, karena itu kewajiban yg sama sekali tidak memberatkan. Kalau belum paham, lebih baik cari info dulu sebelum mempost di media besar. Sangat disayangkan komentar tersebut dari orang sebesar Anand Krisna, tokoh spiritual yang seharusnya bisa menjembatani komunikasi antar umat beragama.
Kalau kecewa sama sby silahkan, karena kemarin gak pilih beliau, ya ga begitu kecewa2 amat sama tingkah beliau. Belum lagi pidatonya yang mbocahi. Alih2 menenangkan rakyat, bapak presiden/capres terpilih ini malah membuatkan alibi untuk para teroris dgn menuduhkan kepada capres kompetitor.

Dan sebagai ungkapan terima kasih dari para teroris, mungkin mereka akan senada dgn motto SBY : LANJUTKAN !

Salam,
LL

Andaikan ada presiden seperti sukarno yang berani lantang meneriakkan ganyang malaysia, bukan presiden yang taunya sendhiko dhawuh..

--- In bali-bali@yahoogrou ps.com, Putu Kesuma <putukesuma@ ...> wrote:

Beyond the bombing: An introspection
Anand Krishna ,  Jakarta   |  Tue, 07/21/2009 2:28 PM  |  The Jakarta Post
 
http://www.thejakar tapost.com/ news/2009/ 07/21/beyond- bombing-an- introspect
 
Some time after the JW Marriott and Ritz-Carlton hotels were bombed last Friday, presidential spokesman Andi Malarangeng conveyed President Susilo Bambang Yudhoyono's concerns on television, and said the President intended to visit the site immediately, but since it was "Friday, and almost prayer time", the visit would be postponed until after the prayers.
 
The visit was eventually postponed to the next day, due to "security considerations" , as stated by President Yudhoyono himself in his televised press conference.
I am not talking religion here, I am just doing a little introspection: what would I do in a similar situation? What if someone I loved was staying in one of the hotels?
 
All considerations aside, I would have rushed to the site. I would not need any scriptural sanction to prompt me to leave my prayers and do so. My answer is not hypothetical, but based on a personal experience in a not too distant past.
We have made a serious blunder by defining ritual as religion, and prioritizing it over the performance of our duties.
 
Rituals are means of awakening the spirit of religiosity within us, not the end of religion. By becoming ritualistic, I do not necessarily become religious. Hands that help are better than lips that pray.
I can worship while working, and pray while performing my duties not only toward my immediate family, but also toward my country, my nation and the world family.
 
Indeed, I can perform my duties in the spirit of devotion and prayerfulness. Duty and devotion, worship and the world, prayer and performance of duties - all these can go together. Religion must be freed from its long confinement to manmade closets, and brought to the marketplace.
 
Still on the same Friday evening, a young newsreader on television kept mispronouncing "Syailendra" , the name of a restaurant at the Marriott. "Syailendra" is not French. Mispronouncing "Syailendra" , one of the great dynasties of the archipelago, proves how little respect and regard we have for our history and culture.
For the young newsreader, perhaps the mandala of Borobudur means nothing. Perhaps he is one of those who still mistakenly refers to Borobudur as a temple or candi, and does not understand the meaning of mandala.
 
One may brush this off as something of very little significance. It is not. A nation that has a little regard for its cultural values, heritage and past history is a nation without roots. Such a nation has no self-identity. And this is the case with us today. We are happier and more comfortable with an imported identity, be it Arab, Indian, Western or Chinese, than with our own identity.
--delete--

-----
 Dikirim menggunakan telepon selular Sony Ericsson



Menambah banyak teman sangatlah mudah dan cepat.
Undang teman dari Hotmail, Gmail ke Yahoo! Messenger sekarang!


Get your preferred Email name!
Now you can @ymail.com and @rocketmail.com.

__._,_.___


Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Tidak ada komentar: