Sabtu, 21 Februari 2009

Re: [bali-bali] Rumuskan keluhan (RAKYAT BALI), atau terus menepuk angin?

Wuiih huebat Mbok Vieb...enyen tusing nawang Mbok Vieb he he...
 
Maju terus Mbok Vieb...
 
BTW, KNPI Dps Jumat depan mau nanam Majegau dipinggiran kali Badung ada yg mau ikut atau berikan bibit lain atau ngusulkan ide sesuatu yg lain... soalnya waktu ini pohon2x dipingiran DAS itu dibabat. 
 
Wr
 
 
----- Original Message -----
Sent: Monday, February 16, 2009 6:55 AM
Subject: Re: [bali-bali] Rumuskan keluhan (RAKYAT BALI), atau terus menepuk angin?

Saya sepakat sekali dengan Sugi lan Bagus Lanus, tapi mungkin juga karena saya orang lapangan, apa yang saya pikirkan saya buatkan strategi dan langsung ke lapangan target, assessment, usul program, implementasi, monitoring... jadi apa yang dibuat dapat di ukur....
 
Mungkin ada yang perlu di pupuk di BOS ini, yaitu komitment yang ada kekuatan will, dan konsistensinya..... dan ini tergantung dari power of the publik idea dan para tokoh BOS nya sendiri..... atau semua mau jadi BOSS... heheheheh jangan marah ya....
 
vieb
----- Original Message -----
Sent: Wednesday, February 11, 2009 6:40 PM
Subject: Re: [bali-bali] Rumuskan keluhan (RAKYAT BALI), atau terus menepuk angin?

Suksma bli Wir, luar biasa menendang, ten ngidang munyi napi 15 menit tiang seusai membaca email padat menusuk ini. Email semacam ini yang saya tunggu. Ada lagi yang lain? Kebetulan saya sedang terus merenung bagaimana Bali Open Society punya fokus. Buat teman2 yang ikut pertemuan di Sanur, saya bukan sengaja tak mengirimkan/menulis notulensi pertemuan, tapi setelah saya tulis catatan2 dari pertemuan di  Sanur itu, dan saya baca, saya merenung: Sebuah kelompok rasanya sulit menyumbang sesuatu kalau "belum bertemu jalan/cara"  yang sistematis.
 
Suksma,
SL
 

From: wiranata
Sent: Wednesday, February 11, 2009 2:14 PM
Subject: Re: [bali-bali] Rumuskan keluhan (RAKYAT BALI), atau terus menepuk angin?

Bli. SL,
 
Tiyang sangat setuju atas usulan Bli, malah bukan hanya membuat proposal yang sifatnya temporer menurut aktualitas urgensi pada saat itu, tapi lebih jauh dalam rangka konsistensi yang berkelanjutan dengan cara membuat sebuah organisasi kontra-birokrasi yang teradvokasi yang notabene adalah organisasi publik nirlaba  dengan simpul-simpul sampai di banjar-banjar di seluruh Bali, sehingga nantinya diharapkan mampu memilah-milah benang kusut pencampur-adukan antara tujuan ekonomi dengan demokrasi dalam ranah administrasi negara dengan politik, yang mana tiyang lihat perlu adanya reorientasi, restrukturisasi dan aliansi atas keberadaaan organisasi pulik yaitu Pemda Bali dan Kabupaten/Kota yang ada di Bali. .
 
Selama ini keberadaan organisasi publik yang namanya Pemerintah lebih cenderung diartikan sebagai Sub dari Paham Integral Ketatanegaraan yang bersifat (i). Simbolik & Ultimate <Esensi, Final & Vital>, (ii). Monopoli, dan (iii). Eternalitas(ke-Langgeng-an) dan sangat An Sich bagi kemanusiaan itu sendiri (penduduk yang diwilayahinya), sehingga dalam rangka Optimalisasi tidak muncul Achievement yang bersifat Meritokrasi (pretasi -> kebanggan kelompok PNS untuk berbuat yang terbaik -> budaya/institutional culture yang promotif konstruktif berorientasi hasil yg efektif-produktif) yg mana malah selama ini proses yang terjadi cenderung mengarah untuk memenuhi dan melayani kepentingannya sendiri (red. bisa dilihat dari betapa besarnya Pendapatan Negara/Daerah yang tersedot oleh Pengeluaran Gaji & Tunjangan PNS/tenaga honorer dan Belanja Rutin sehingga hal-hal yang menstimulasi pembangunan malah di-nomorduakan) yang bahkan untuk memenuhi kepentingannya sendiri mereka cenderung manipulatif dengan tehnik yang secara operasional empirik sangat sistimatis makin canggih tak kentara sewaktu diaudit).
 
Memang cukup sulit bagi kita berbicara hal yang bersifat Paradoks antara dua sisi yang cukup bertentangan yaitu kebutuhan Diamteral dan Fungsional, tapi itulah Dinamika Binner/Rwa Bhineda yang telah mampu dilewati oleh negara yang sudah Shanti (Damai), dan Gemah Ripah Loh Jinawi (Makmur-Sejahtera), seperti Norway, Swiss, Singapura dllnya
 
Secara umum dari sisi Kinerja Peradaban Kemanusian dalam Rangka Memanusiakan Manusia sekaligus Konservasi Ekologi, maka jelas sangat memalukan hasil laporan UNDP per 18 Desember 2008 bahwa HDI (Human Development Index) Indonesia berada pada peringkat 109 di bawah Lebanon, Gabon, Samoa, Srilangka dan Filipina, padahal kita selalu 3 besar di bidang hasil-hail tambang dan hasil bumi seperti Gas Bumi, Batu Bara, Timah, Bauksit, Nikel. Karet, Kelapa Sawit dllnya.
Di sisi lain, Bali yang PDBnya 47,8 T (khususnya  22 T dari Pariwisata) hanya kecipratan Trickle Effect Down sebesar 8,6%, (557 M) walaupun ditamhah pengelabuan tambal-sulam sebagai pemanis dengan anggaran BOS sekarang di-2009 ini dikucurkan 286 M yg juga rawan penyimpangan dan juga ada kecritan BLT, tapi alokasi ini masih sangat jauh Panggang dari Api.
Dengan on average per kapita US$ 1,380, maka bagi Pusat untuk Bali dianggap sudah cukup, tetapi ini masih jauh dari posisi untuk mnciptakan masyarakat kelas menengah lebih banyak seperti gambar belah ketupat (bukan seperti yang sekarang ini gambar piramida..dibawah yang miskin yg banyak), karena untuk menjadi kelas menengah maka standarisasi pendapatan perkapitanya adalah US$ 4,000. Sehingga di Bali itu yang terbanyak adalah Masyarakat Bawah (Bawah, Miskin, dan Sangat Miskin), apalagi  kalau "hitungan kritis" atas terlepas/dijualnya tanah warisan leluhur sehingga dikuasai oleh penduduk luar daerah dan ada juga asing, maka tambah miskinlah penduduk Bali ini (terlepas dari abrasi mental berupa akulturasi prilaku Konsumerisme dan Hedonisme masyarakat).
Australia pinter berikan cuman Hak selama 90 atau 99 tahun sehingga tanahnya kembali ke Great great grand children/pada cucu kumpinya nanti. 
Padahal di Indonesia dengan pasal 33 kan tidak ada Hak Milik Absolut karena yang ada cuman Hak Negara, sehingga penduduk pendatang dalam rangka kemampuan kapitalnya (baik perseorangan/pribadi, kelompok maupun atas nama perusahaan) tidak memungkinkan dengan alasan Hak Azasi untuk memiliki Tnaha Bali secara absolut, inilah Konsep Ajeg Pertiwi Bali, untuk a True Living Bali yang sejati. (masyarakat kita dibodohi bahwa ada Hak Milik/Freehold , contoh coba ada kandungan emas dibawah tanah kita pasti diambil pemerintah, lain dengan hak milik di USA mereka bisa langsung menambang sendiri) 
Yang perlu ditangisi lagi adalah dari sisi Ekologi yang jelas wilayah Hijau/hutan cuman 22% (harusnya minimal 30%) ditambah lagi setiap tahun terjadi konversi lahan sebesar 100 hektar.
 
Logika macam apa ini secara porsi dan proporsi tidak proporsional dapat "100" diserahkan cuman "9".
Macam apa ini Demokrasi Tirani-Hegemoni-Dominansi-Mayoritas yang berakhir dengan Voting (Suryak Siyu) jelas akan memarginalisasikan daerah di Indonesia macam Bali, maka sudah waktunya mengembalikan rel republik ini pada Demokrasi Pancasila yang secara tidak langsung adalah terjemahan dari Antrokrasi dengan Sila ke-4 "kemufakatan" (Briyuk Semanggul) berdasarkan Tri Pramana yang bisa diparalelkan dengan UUD 45 Pasal 28 dalam kerangka "Protektif Sinergis" menuju Konkordia (yang yang sebenarnya hal itu bukan Utopis belaka.
Maka Globalisai (dengan konsep ke-Semestaan dan ke-Terbukaan) malah disisi yang lain sangat riskan terkena koplikasi akut karena dengan konsep "borderless" antisipasi Tribalisasi tidak bisa dilakukan secara prepentif yang akhirnya memicu tindakan Matulatif (Perselingkuhan Trans-seksual Geo-Politik, Geo-Ekonomi, dan Trabalisasi/Primodilisme) seperti perpecahan Negara besar menjadi Negara Kecil seperti yang terjadi di Eropa Tiimur khususnya Sovyet dan juga Indonesia udah kena imbas untuk TimTim dan juga adanya sporadis duplikasi multilevel Terorisme.
Kita lihat 4 komponen yang disoroti oleh Obama pada pidato ingurasinya yang mana 2 hal terkahir yang tiyang tekankan : (i) Restorasi Iptek dan (ii). Transformasi Pendidikan menuju New Era (3 kata kunci Restorasi, Transformasi dan New Era).
Maka tiyang secara pribadi berpendapat bahwa selanjutnya dari Masa Globalisasi menuju Transisi ke Pasca Gobalisasi, sepertinya menurut prediksi tiyang disatu sisi tetap bejalan "Keterbukaan" tersebut tetapi dilain Pihak bentuk Kompromisitis dari Globalissai melawan Tribalisasi akan terjadi Regionalisasi.  
 
Para Elit itu secara empiris perlu diajarin gimana rasanya mekente/puasa hidup pas-pas jual godoh dan es mambo, bagaimana perasaan rakyat kecil dag-dug-ser gak bisa bayar hutang berkeinginan bunuh diri. Inilah esensi memanusiakan manusia. (Kontra-indikasi dengan Kononglomerat yang malah mau "Siapa yang saya makan hari ini dan besok".     
  
Segitu dulu ocehan ngalr ngidulnya tiyang inggih...Bli SL.
 
Pokokne tiyang mendukung..ajak bareng besik...
 
Peace & Bravo Indonesia
 
Wr
 
 
----- Original Message -----
From: Sugi Lanus
Sent: Saturday, February 07, 2009 9:33 PM
Subject: [bali-bali] Rumuskan keluhan (RAKYAT BALI), atau terus menepuk angin?

Dear All,
 
Mengeluh tentang nasib bangsa (dan Bali) tentu penting. Tapi kalau terumuskan menjadi usulan formal, seperti surat kepada Gubernur atau DPRD, akan lebih baik.
 
Yang membuat pemerintahan kita lamban, salah satunya ya mereka yang pintar justru tidak masuk politik, akhirnya yang mengisi ruang DPR-DPRD dan partai ya semua preman.
 
Itu pengamatan dan pengalaman saya (kebetulan pernah menjadi reporter/wartawan, tidak lama hanya 3 tahun) mengikuti beberapa kongres partai dan rapat-rapat DPRD. Sedih menyaksikan reformasi menemu jalan buntu. Saya lelah mengeluh dan menulis, coba banting stir. Saya belajar kebijakan publik, lewat berbagai kursus-kursus dan studi banding. Dengan berlatar sastra saya melintas ke ranah politik. Pengalaman saya selama 6 tahun menjadi fasilitator kegiatan-kegiatan DPRD adalah lemahnya kemampuan anggota merumuskan masalah menjadi produk regulasi. Mereka juga lemah menjalankan peran pengawasan terhadap para eksekutif.
 
Eksekutif adalah pekerjaan karir (mereka pegawai negeri yang tahunan mengertakan tugas-tugasnya termasuk mahir melakukan mark-up dan tipu-tipu anggaran), sementara legislatif (mereka kebanyakan politisi kagetan yang baru muncul fotonya di perempatan jalan saat pemilu, tak tahu urusan riil pemerintahan dan kebijakan publik, baru belajar apa itu legislatif kalau telah terpilih dan menjabat, celingak-celinguk tak ngerti tugasnya), jadi biasanya selalu kalah pintar legislatif (DPRD) dibanding staff Bupati/gubernur. Kebanyakan kebijakan dan budgeting di provinsi dan kabupaten di Indonesia ini adalah insiatif eksekutif, jadi ini cerminan kalau wakil rakyat tak mampu menyuarakan kepentingan rakyat/konsituen/pemilih mereka. APBD kita dimana-mana ditentukan eksektutif dan DPRD hanya ketok palu. Semestinya mereka awasi dari tahap perencanaan keuangan sebagai bagian pengawasan dini terhadap kemungkinan kebocoran uang rakyat. Dstnya.
 
Umumnya, anggota DPRD tak paham tugas pokok mereka sampai 3 tahun menjabat baru mulai paham, dan ketika pada tahun ke 5 mereka agak paham tugas mereka, tapi skill pupus karena kebanyakan rontok tak terpilih lagi dan diganti anggota-anggota baru. Demikian lingkaran setan itu tak berkesudahan. Anggota DPR yang agak mulai paham tugas mereka digantikan oleh anggota baru yang masih tulalit.. Tak hanya itu, pahampun tak menjamin mereka untuk memperjuangkan nasib masyarakat. Ini urusan lain, moralitas dan integrity mereka. Terlebih mereka yang menghabiskan banyak uang untuk perolehan suara, mereka ingin balik modal.
 
Saya harap teman-teman bisa merumuskan keluhannya menjadi butir-butir masukan ke eksekutif dan legislatif. Menjadi sebuah pengaduan yang bisa di-follow up, dan kalau memang mau berhasil, pengaduan dan usulan tersebut harus diadvokasi atau dimonitor perkembangannya. Tak ada harapan perubahan tanpa keterlibatan rakyat yang konsisten dan mampu menyuarakan kepentingan rakyat secara cerdas.
 
Kalau bukan rakyat yang cerdas-cerdas turun tangan membantu pemerintahkan kita (yang beres), ya kita harus sabar (terus mengeluh) menunggu perbaikan sampai 50 tahun lagi. 
 
Salam hangat,
Sugi Lanus



__._,_.___


Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Tidak ada komentar: