Senin, 23 Februari 2009 | BP [Opini]
Membangun Wisata di Laut Lewat VIY 2009
Oleh Dewa Gde Satrya
Nenek moyang bangsa kita, tepatnya yang menurut buku "Penjelajah
Bahari" (karangan Robert Dick-Read, Mizan, 2008), disimpulkan sebagai
"hantu-hantu penjelajah samudera" jauh sebelum bangsa-bangsa lain di
dunia. Dipaparkan bukti-bukti mutakhir bahwa para pelaut Nusantara
telah menaklukkan samudera jauh sebelum bangsa Eropa, Arab dan bahkan
Cina memulai zaman penjelajahan bahari mereka. Sejak abad ke-5 M, para
pelaut Nusantara telah mampu menyeberangi Samudra Hindia hingga
mencapai Afrika dan Madagaskar.
------------
Kini, dalam cara pandang turisme, kebaharian kita yang memiliki
sejarah emas tersebut diangkat sebagai salah satu tema jualan dalam
program perpanjangan Visit Indonesia Year 2009. Bersama elemen MICE,
marine tourism diyakini ampuh mendatangkan wisatawan mancanegara dan
menghasilkan pundi-pundi devisa nonmigas yang besar. Lantas,
konsentrasi dan fokus kinerja kita saat ini pertama-tama adalah
bagaimana mentransformasikan asal-muasal sejarah emas tersebut
berkorelasi positif terhadap keemasan pariwisata Nusantara minimal
tahun 2009 ini.
Desk review dari berbagai sumber menyimpulkan, potensi kemaritiman
kita tidak terkelola dengan baik. Bahkan, kondisi kekinian jika tidak
diwaspadai dengan arif melalui langkah yang cerdas, akan mematikan
kebaharian kita beserta sejarah emas di dalamnya. Herdis Herdiansyah
menuliskan, letak strategis Indonesia yang sering digembor-gemborkan
sebagai "keuntungan tersendiri yang terberikan" di masa depan bisa
menjadi tidak bermakna. Andaikata es di kutub selatan dan kutub utara
mencair, akan berpotensi mengubah jalur distribusi pelayaran dunia.
Secara ekonomis, kita sering kali berbangga bahwa Indonesia berada
dalam choke-point yang ideal dan menjadi primadona pelayaran niaga
global karena memperpendek jalur distribusi barang ke semua negara.
Kondisi ini bisa berubah drastis. Artinya, agar kebaharian menjadi
pemahaman dan kecintaan kolektif, hingga menjadi isu politik, perlu
mengembalikan kita sebagai bangsa maritim. Kecintaan terhadap perairan
di Nusantara, mulai dari skala paling dekat, sungai hingga lautan,
mendesak untuk digarap secara kolektif pula oleh stakeholder terkait.
Pariwisata, lagi-lagi menjadi pintu masuk atau jembatan untuk menuju
ke arah itu. Bagaimana mungkin kita menyadarkan kepada publik,
utamanya generasi penerus bangsa ini manakala tidak ada kecintaan dan
kesadaran bersama untuk memiliki dan memakai perairan dengan bijaksana?
Hall (2001) menyebutkan bahwa konsep pariwisata pesisir (coastal
tourism) atau pariwisata bahari (marine tourism) meliputi hal-hal yang
terkait dengan kegiatan wisata, leissure dan rekreasi yang dilakukan
di wilayah pesisir dan perairan laut (pariwisata pesisir dan laut;
PPL). Sementara itu, Orams (1999) memberikan definisi marine tourism
sebagai those recreational activities that involve travel way from
one's place of residence and which have as their host or focus the
marine environment. Pariwisata pesisir dan laut secara umum dapat
dikategorikan ke dalam dua kegiatan utama berdasarkan lokasi kegiatan
yaitu: (1) shore-based activities seperti land-based whale watching,
beach tourism, dan reef walking; dan (2) water-based activities
seperti diving, yachting, dan snorkling (Solihin-Lalu, Juni 2006).
''Sister Island''
Pengembangan wisata bahari dapat menggali inspirasi dari organisasi
Sister Island. Organisasi Sister Island sendiri dibentuk oleh empat
negara Asia pada pertemuan ke-7 ITOP (Inter Island Tourism Policy)
Forum yang diselenggarakan di Bali pada tahun 2003. Keempat negara
pendiri tersebut adalah Indonesia (Provinsi Bali), Korea Selatan
(Provinsi Jeju), RRC (Provinsi Hainan), dan Jepang (Provinsi Okinawa).
Tujuan didirikannya organisasi ini adalah untuk saling berbagi ide dan
pengalaman, baik di bidang pariwisata, pemberdayaan budaya, dan
perdagangan untuk menunjang pengembangan pariwisata secara
berkesinambungan.
Bali berpengalaman menjadi tuan rumah Sister Island Games pada tahun
2006 dalam rangkaian Bali Revival Program. Dalam pelaksanaannya,
diselenggarakan dua event besar yaitu Nusa Dua Festival dan Bali
Sister Island Games 2006. Nusa Dua Festival adalah suatu festival
budaya dan pariwisata yang meramu unsur kesenian dan kebudayaan yang
pada tahun itu diselenggarakan untuk kesepuluh kalinya. Sementara
Sister Island Games yang diselenggarakan untuk pertama kalinya di Bali
pada tahun 2006 merupakan event olah raga yang penyelenggaraannya
bersamaan dengan promosi seni, budaya, serta pameran pariwisata dari
negara-negara peserta.
Jaringan semacam Sister Island, dan bahkan mungkin pula dikembangkan
dengan konsep trail of civilization dengan negara-negara yang pernah
menjadi jelajahan pelaut Nusantara sejak abad ke-5 (negara-negara
Afrika misalnya), menjadi keniscayaan manakala kita berorientasi pada
marine tourism. Di berbagai forum internasional, wisata bahari kita
jelas-jelas menjadi bagian yang semakin sensitif manakala dunia
memandang gawat adanya perubahan iklim global. Dengan kata lain, pintu
masuk untuk menjual dan mempromosikan wisata bahari di Tanah Air
mendapat peluang yang luas di kancah dunia.
Tampaknya, membangun industri MICE dan wisata bahari (tema Visit
Indonesia Year 2009), sama halnya membangun total sendi-sendi
pariwisata di Tanah Air. Sejauh manakah kita mampu dan siap
membangunnya, juga menentukan ketercapaian target kunjungan wisatawan
mancanegara di tahun 2009? Semangat Jalesveva Jayamahe semoga juga
menggelora di benak insan-insan pariwisata Indonesia.
Penulis, Kepala PPPM Universitas Widya Kartika Surabaya, R&D Manager
Surabaya Tourism Promotion Board
............
Sekolah bahasa Jepang http://PandanColleg
............
* Kecintaan terhadap perairan di Nusantara, mulai dari skala paling
dekat, sungai hingga lautan, mendesak untuk digarap secara kolektif
pula oleh stakeholder terkait.
* Jaringan semacam Sister Island, dan bahkan mungkin pula dikembangkan
dengan konsep trail of civilization dengan negara-negara yang pernah
menjadi jelajahan pelaut Nusantara sejak abad ke-5 (negara-negara
Afrika misalnya), menjadi keniscayaan manakala kita berorientasi pada
marine tourism.
* Di berbagai forum internasional, wisata bahari kita jelas-jelas
menjadi bagian yang semakin sensitif manakala dunia memandang gawat
adanya perubahan iklim global.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar