Koq mebalik kuri ? Banyak yang pinter pinter di leg,
Kalau nggak pinter nggak bisa di birokrasi.
Cuman kepintaran mereka itu bisa dibeli , tergantung tebal amplop.
Jangan dianggap mereka sama seperti Vieb ,
kalau mereka itu care factor nya untuk masyarakat hampir zero,
kalau care factornya untuk keluarga dan golonga sendiri baru 99%.
Ingat kembali nasehat alm. Aji dulu,
dari jutaan manusia , dengan mudah akan kamu dapatkan ratusan orang
pintar , dari ratusan orang pintar itu , kamu akan beruntung
mendapatkan sepuluh yang bijaksana , dari sepuluh yang bijaksana itu,
bersyukurlah kamu , kalau ketemu satu saja yang jujur.....
shanti merasa beruntung dididik orang jujur.
--- In bali-bali@yahoogroups.com, "Asana Viebeke Lengkong"
<asanasw@...> wrote:
>
> SOAL TANAM POHON, tanam yang sekiranya tidak akan di babat lagi,
atau dengan perencanaan pohon yang cocok untuk kurun waktu
tertentu. Pembangunan di daerah Badung itu keniscayaan... terus
berjalan... sayangnya tanpa rumusan dan perencanaan yang holistik,
jadi tanam lagi 10 tahun babat lagi.
>
> Masa sih kita ini banyak orang pinter yang duduk di kampus, para
akademisi yang bisa melakukan kajian dalam proses perencanaan dengan
segala impactnya?
>
> Dalam hal ini masa sih KNPI Dps tidak bisa melibatkan pihak
terkait?
>
> apanya yang hebat aku??? dari pusat sampai daerah selalu bilang
aku sulit, tidak di pahami wah lengkap deh beserta dengan World Bank
dllnya... malahan aku pernah di bujuk katanya sudah tidak pantas
untuk di masyarakat, dan harus di tempat lebih tinggi... mana tempat
lebih tinggi ya...bingung aku, aku ke Br. Madia di gunung Abang
(udah tinggi lo), malahan lihat yang lebih parah lagi...
>
> OK aku sulit mungkin ya... tapi akhirnya Anantara di Seminyak
harus di bongkar juga kan... pertamanya aku disuruh tutup mulut.....
Loloan Yeh Poh mau di urug lagi kan.... masyarakat waktu itu di
bujuk suruh PTUN kan Pemerintah... wah baca di koran nggak hari ini
semua kasus hukum di PTUN dg Kab. Badung.... semua Kab. Badung yang
menang... padahal kita waktu itu tidak perlu PTUN kan, yang punya
masalah itu bukan masyarakatnya... tapi investor dengan pemdanya....
kok masyarakat yang di ceburin untuk menggugat? hari gini.... kita
masih di bodo in aja????? Met ah... hehe
>
> v
> ----- Original Message -----
> From: wiranata
> To: bali-bali@yahoogroups.com
> Sent: Saturday, February 21, 2009 6:55 PM
> Subject: Re: [bali-bali] Rumuskan keluhan (RAKYAT BALI), atau
terus menepuk angin?
>
>
>
> Wuiih huebat Mbok Vieb...enyen tusing nawang Mbok Vieb he he...
>
> Maju terus Mbok Vieb...
>
> BTW, KNPI Dps Jumat depan mau nanam Majegau dipinggiran kali
Badung ada yg mau ikut atau berikan bibit lain atau ngusulkan ide
sesuatu yg lain... soalnya waktu ini pohon2x dipingiran DAS itu
dibabat.
>
> Wr
>
>
> ----- Original Message -----
> From: Asana Viebeke Lengkong
> To: bali-bali@yahoogroups.com
> Sent: Monday, February 16, 2009 6:55 AM
> Subject: Re: [bali-bali] Rumuskan keluhan (RAKYAT BALI), atau
terus menepuk angin?
>
>
>
> Saya sepakat sekali dengan Sugi lan Bagus Lanus, tapi mungkin
juga karena saya orang lapangan, apa yang saya pikirkan saya buatkan
strategi dan langsung ke lapangan target, assessment, usul program,
implementasi, monitoring... jadi apa yang dibuat dapat di ukur....
>
> Mungkin ada yang perlu di pupuk di BOS ini, yaitu komitment
yang ada kekuatan will, dan konsistensinya..... dan ini tergantung
dari power of the publik idea dan para tokoh BOS nya sendiri.....
atau semua mau jadi BOSS... heheheheh jangan marah ya....
>
> vieb
> ----- Original Message -----
> From: Sugi Lanús
> To: bali-bali@yahoogroups.com
> Sent: Wednesday, February 11, 2009 6:40 PM
> Subject: Re: [bali-bali] Rumuskan keluhan (RAKYAT BALI),
atau terus menepuk angin?
>
>
>
> Suksma bli Wir, luar biasa menendang, ten ngidang munyi napi
15 menit tiang seusai membaca email padat menusuk ini. Email semacam
ini yang saya tunggu. Ada lagi yang lain? Kebetulan saya sedang
terus merenung bagaimana Bali Open Society punya fokus. Buat teman2
yang ikut pertemuan di Sanur, saya bukan sengaja tak
mengirimkan/menulis notulensi pertemuan, tapi setelah saya tulis
catatan2 dari pertemuan di Sanur itu, dan saya baca, saya merenung:
Sebuah kelompok rasanya sulit menyumbang sesuatu kalau "belum
bertemu jalan/cara" yang sistematis.
>
> Suksma,
> SL
>
>
>
> From: wiranata
> Sent: Wednesday, February 11, 2009 2:14 PM
> To: bali-bali@yahoogroups.com
> Subject: Re: [bali-bali] Rumuskan keluhan (RAKYAT BALI),
atau terus menepuk angin?
>
>
>
> Bli. SL,
>
> Tiyang sangat setuju atas usulan Bli, malah bukan hanya
membuat proposal yang sifatnya temporer menurut aktualitas urgensi
pada saat itu, tapi lebih jauh dalam rangka konsistensi yang
berkelanjutan dengan cara membuat sebuah organisasi kontra-birokrasi
yang teradvokasi yang notabene adalah organisasi publik nirlaba
dengan simpul-simpul sampai di banjar-banjar di seluruh Bali,
sehingga nantinya diharapkan mampu memilah-milah benang kusut
pencampur-adukan antara tujuan ekonomi dengan demokrasi dalam ranah
administrasi negara dengan politik, yang mana tiyang lihat perlu
adanya reorientasi, restrukturisasi dan aliansi atas keberadaaan
organisasi pulik yaitu Pemda Bali dan Kabupaten/Kota yang ada di
Bali. .
>
> Selama ini keberadaan organisasi publik yang namanya
Pemerintah lebih cenderung diartikan sebagai Sub dari Paham Integral
Ketatanegaraan yang bersifat (i). Simbolik & Ultimate <Esensi, Final
& Vital>, (ii). Monopoli, dan (iii). Eternalitas(ke-Langgeng-an) dan
sangat An Sich bagi kemanusiaan itu sendiri (penduduk yang
diwilayahinya), sehingga dalam rangka Optimalisasi tidak muncul
Achievement yang bersifat Meritokrasi (pretasi -> kebanggan kelompok
PNS untuk berbuat yang terbaik -> budaya/institutional culture yang
promotif konstruktif berorientasi hasil yg efektif-produktif) yg
mana malah selama ini proses yang terjadi cenderung mengarah untuk
memenuhi dan melayani kepentingannya sendiri (red. bisa dilihat dari
betapa besarnya Pendapatan Negara/Daerah yang tersedot oleh
Pengeluaran Gaji & Tunjangan PNS/tenaga honorer dan Belanja Rutin
sehingga hal-hal yang menstimulasi pembangunan malah di-nomorduakan)
yang bahkan untuk memenuhi kepentingannya sendiri mereka cenderung
manipulatif dengan tehnik yang secara operasional empirik sangat
sistimatis makin canggih tak kentara sewaktu diaudit).
>
> Memang cukup sulit bagi kita berbicara hal yang bersifat
Paradoks antara dua sisi yang cukup bertentangan yaitu kebutuhan
Diamteral dan Fungsional, tapi itulah Dinamika Binner/Rwa Bhineda
yang telah mampu dilewati oleh negara yang sudah Shanti (Damai), dan
Gemah Ripah Loh Jinawi (Makmur-Sejahtera), seperti Norway, Swiss,
Singapura dllnya
>
> Secara umum dari sisi Kinerja Peradaban Kemanusian dalam
Rangka Memanusiakan Manusia sekaligus Konservasi Ekologi, maka jelas
sangat memalukan hasil laporan UNDP per 18 Desember 2008 bahwa HDI
(Human Development Index) Indonesia berada pada peringkat 109 di
bawah Lebanon, Gabon, Samoa, Srilangka dan Filipina, padahal kita
selalu 3 besar di bidang hasil-hail tambang dan hasil bumi seperti
Gas Bumi, Batu Bara, Timah, Bauksit, Nikel. Karet, Kelapa Sawit
dllnya.
> Di sisi lain, Bali yang PDBnya 47,8 T (khususnya 22 T dari
Pariwisata) hanya kecipratan Trickle Effect Down sebesar 8,6%, (557
M) walaupun ditamhah pengelabuan tambal-sulam sebagai pemanis dengan
anggaran BOS sekarang di-2009 ini dikucurkan 286 M yg juga rawan
penyimpangan dan juga ada kecritan BLT, tapi alokasi ini masih
sangat jauh Panggang dari Api.
> Dengan on average per kapita US$ 1,380, maka bagi Pusat
untuk Bali dianggap sudah cukup, tetapi ini masih jauh dari posisi
untuk mnciptakan masyarakat kelas menengah lebih banyak seperti
gambar belah ketupat (bukan seperti yang sekarang ini gambar
piramida..dibawah yang miskin yg banyak), karena untuk menjadi kelas
menengah maka standarisasi pendapatan perkapitanya adalah US$ 4,000.
Sehingga di Bali itu yang terbanyak adalah Masyarakat Bawah (Bawah,
Miskin, dan Sangat Miskin), apalagi kalau "hitungan kritis" atas
terlepas/dijualnya tanah warisan leluhur sehingga dikuasai oleh
penduduk luar daerah dan ada juga asing, maka tambah miskinlah
penduduk Bali ini (terlepas dari abrasi mental berupa akulturasi
prilaku Konsumerisme dan Hedonisme masyarakat).
> Australia pinter berikan cuman Hak selama 90 atau 99 tahun
sehingga tanahnya kembali ke Great great grand children/pada cucu
kumpinya nanti.
> Padahal di Indonesia dengan pasal 33 kan tidak ada Hak Milik
Absolut karena yang ada cuman Hak Negara, sehingga penduduk
pendatang dalam rangka kemampuan kapitalnya (baik
perseorangan/pribadi, kelompok maupun atas nama perusahaan) tidak
memungkinkan dengan alasan Hak Azasi untuk memiliki Tnaha Bali
secara absolut, inilah Konsep Ajeg Pertiwi Bali, untuk a True Living
Bali yang sejati. (masyarakat kita dibodohi bahwa ada Hak
Milik/Freehold , contoh coba ada kandungan emas dibawah tanah kita
pasti diambil pemerintah, lain dengan hak milik di USA mereka bisa
langsung menambang sendiri)
> Yang perlu ditangisi lagi adalah dari sisi Ekologi yang
jelas wilayah Hijau/hutan cuman 22% (harusnya minimal 30%) ditambah
lagi setiap tahun terjadi konversi lahan sebesar 100 hektar.
>
> Logika macam apa ini secara porsi dan proporsi tidak
proporsional dapat "100" diserahkan cuman "9".
> Macam apa ini Demokrasi Tirani-Hegemoni-Dominansi-Mayoritas
yang berakhir dengan Voting (Suryak Siyu) jelas akan
memarginalisasikan daerah di Indonesia macam Bali, maka sudah
waktunya mengembalikan rel republik ini pada Demokrasi Pancasila
yang secara tidak langsung adalah terjemahan dari Antrokrasi dengan
Sila ke-4 "kemufakatan" (Briyuk Semanggul) berdasarkan Tri Pramana
yang bisa diparalelkan dengan UUD 45 Pasal 28 dalam
kerangka "Protektif Sinergis" menuju Konkordia (yang yang sebenarnya
hal itu bukan Utopis belaka.
> Maka Globalisai (dengan konsep ke-Semestaan dan ke-
Terbukaan) malah disisi yang lain sangat riskan terkena koplikasi
akut karena dengan konsep "borderless" antisipasi Tribalisasi tidak
bisa dilakukan secara prepentif yang akhirnya memicu tindakan
Matulatif (Perselingkuhan Trans-seksual Geo-Politik, Geo-Ekonomi,
dan Trabalisasi/Primodilisme) seperti perpecahan Negara besar
menjadi Negara Kecil seperti yang terjadi di Eropa Tiimur khususnya
Sovyet dan juga Indonesia udah kena imbas untuk TimTim dan juga
adanya sporadis duplikasi multilevel Terorisme.
> Kita lihat 4 komponen yang disoroti oleh Obama pada pidato
ingurasinya yang mana 2 hal terkahir yang tiyang tekankan : (i)
Restorasi Iptek dan (ii). Transformasi Pendidikan menuju New Era (3
kata kunci Restorasi, Transformasi dan New Era).
> Maka tiyang secara pribadi berpendapat bahwa selanjutnya
dari Masa Globalisasi menuju Transisi ke Pasca Gobalisasi,
sepertinya menurut prediksi tiyang disatu sisi tetap
bejalan "Keterbukaan" tersebut tetapi dilain Pihak bentuk
Kompromisitis dari Globalissai melawan Tribalisasi akan terjadi
Regionalisasi.
>
> Para Elit itu secara empiris perlu diajarin gimana rasanya
mekente/puasa hidup pas-pas jual godoh dan es mambo, bagaimana
perasaan rakyat kecil dag-dug-ser gak bisa bayar hutang berkeinginan
bunuh diri. Inilah esensi memanusiakan manusia. (Kontra-indikasi
dengan Kononglomerat yang malah mau "Siapa yang saya makan hari ini
dan besok".
>
> Segitu dulu ocehan ngalr ngidulnya tiyang inggih...Bli SL.
>
> Pokokne tiyang mendukung..ajak bareng besik...
>
> Peace & Bravo Indonesia
>
> Wr
>
>
> ----- Original Message -----
> From: Sugi Lanus
> To: bali-bali@yahoogroups.com
> Sent: Saturday, February 07, 2009 9:33 PM
> Subject: [bali-bali] Rumuskan keluhan (RAKYAT BALI), atau
terus menepuk angin?
>
>
>
> Dear All,
>
> Mengeluh tentang nasib bangsa (dan Bali) tentu penting.
Tapi kalau terumuskan menjadi usulan formal, seperti surat kepada
Gubernur atau DPRD, akan lebih baik.
>
> Yang membuat pemerintahan kita lamban, salah satunya ya
mereka yang pintar justru tidak masuk politik, akhirnya yang mengisi
ruang DPR-DPRD dan partai ya semua preman.
>
> Itu pengamatan dan pengalaman saya (kebetulan pernah
menjadi reporter/wartawan, tidak lama hanya 3 tahun) mengikuti
beberapa kongres partai dan rapat-rapat DPRD. Sedih menyaksikan
reformasi menemu jalan buntu. Saya lelah mengeluh dan menulis, coba
banting stir. Saya belajar kebijakan publik, lewat berbagai kursus-
kursus dan studi banding. Dengan berlatar sastra saya melintas ke
ranah politik. Pengalaman saya selama 6 tahun menjadi fasilitator
kegiatan-kegiatan DPRD adalah lemahnya kemampuan anggota merumuskan
masalah menjadi produk regulasi. Mereka juga lemah menjalankan peran
pengawasan terhadap para eksekutif.
>
> Eksekutif adalah pekerjaan karir (mereka pegawai negeri
yang tahunan mengertakan tugas-tugasnya termasuk mahir melakukan
mark-up dan tipu-tipu anggaran), sementara legislatif (mereka
kebanyakan politisi kagetan yang baru muncul fotonya di perempatan
jalan saat pemilu, tak tahu urusan riil pemerintahan dan kebijakan
publik, baru belajar apa itu legislatif kalau telah terpilih dan
menjabat, celingak-celinguk tak ngerti tugasnya), jadi biasanya
selalu kalah pintar legislatif (DPRD) dibanding staff
Bupati/gubernur. Kebanyakan kebijakan dan budgeting di provinsi dan
kabupaten di Indonesia ini adalah insiatif eksekutif, jadi ini
cerminan kalau wakil rakyat tak mampu menyuarakan kepentingan
rakyat/konsituen/pemilih mereka. APBD kita dimana-mana ditentukan
eksektutif dan DPRD hanya ketok palu. Semestinya mereka awasi dari
tahap perencanaan keuangan sebagai bagian pengawasan dini terhadap
kemungkinan kebocoran uang rakyat. Dstnya.
>
> Umumnya, anggota DPRD tak paham tugas pokok mereka sampai
3 tahun menjabat baru mulai paham, dan ketika pada tahun ke 5 mereka
agak paham tugas mereka, tapi skill pupus karena kebanyakan rontok
tak terpilih lagi dan diganti anggota-anggota baru. Demikian
lingkaran setan itu tak berkesudahan. Anggota DPR yang agak mulai
paham tugas mereka digantikan oleh anggota baru yang masih tulalit..
Tak hanya itu, pahampun tak menjamin mereka untuk memperjuangkan
nasib masyarakat. Ini urusan lain, moralitas dan integrity mereka.
Terlebih mereka yang menghabiskan banyak uang untuk perolehan suara,
mereka ingin balik modal.
>
> Saya harap teman-teman bisa merumuskan keluhannya menjadi
butir-butir masukan ke eksekutif dan legislatif. Menjadi sebuah
pengaduan yang bisa di-follow up, dan kalau memang mau berhasil,
pengaduan dan usulan tersebut harus diadvokasi atau dimonitor
perkembangannya. Tak ada harapan perubahan tanpa keterlibatan rakyat
yang konsisten dan mampu menyuarakan kepentingan rakyat secara
cerdas.
>
> Kalau bukan rakyat yang cerdas-cerdas turun tangan
membantu pemerintahkan kita (yang beres), ya kita harus sabar (terus
mengeluh) menunggu perbaikan sampai 50 tahun lagi.
>
> Salam hangat,
> Sugi Lanus
>
------------------------------------
Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/bali-bali/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/bali-bali/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
mailto:bali-bali-digest@yahoogroups.com
mailto:bali-bali-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
bali-bali-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar