From Jurnal Nasional: Opini Jakarta | Selasa, 17 Feb 2009 Lawatan Clinton ke Asia: Era Baru Diplomasi AS kunjungan Hillary ke Indonesia telah menunjukkan adanya itikad baik dari Washington, yang memberikan apresiasi atas posisi Indonesia yang makin penting dalam percaturan global. Priyo Pujiwasono Pengamat ekonomi-politik, tinggal di Washington, DC Ada hal baru yang diawali Menlu AS Hillary Clinton dalam lawatan pertamanya ke empat negara Asia (Jepang, Indonesia, Korea Selatan, dan China), yaitu melakukan muhibah resmi pertama sebagai Menlu AS ke Asia, dan bukan ke Eropa atau Timur Tengah sebagaimana tradisi Menlu-menlu AS sebelumnya. Kunjungan Clinton juga untuk membawa pesan dan menegaskan kebijakan politik luar negeri Presiden Obama yang selalu diucapkannya semasa kampanye: yaitu berupaya mencari solusi atas permasalahan-permasalahan global dengan mengutamakan jalur diplomasi, baik kepada kawan maupun lawan. Hal ini pun ditegaskan Wapres AS Joe Biden ketika berpidato dalam konferensi keamanan di Munich awal bulan ini, bahwa Washington bahkan bersedia berunding dengan Teheran dan juga beraliansi atau menjalin hubungan yang lebih baik dengan Moskow untuk meredakan ketegangan bilateral. Aliansi Pasifik Sehari sebelum keberangkatan ke Asia, Hillary Clinton telah membeberkan kebijakan politik luar negeri AS yang baru dalam suatu forum Asia Society di kota New York (Jumat, 14/2), bahwa kunjungannya ke Asia kali ini untuk memberikan sinyal bahwa Washington juga membutuhkan mitra yang kuat di Pasifik, sebagaimana mitra tradisionalnya selama ini di Atlantik (negara-negara Eropa). Selain fokus pembicaraan pada kekuawatiran akan proliferasi nuklir Korea Utara, kunjungannya ke Asia diduga adalah untuk membahas strategi mengatasi krisis keuangan global, di mana China dan Jepang yang mempunyai hubungan ekonomi, perdagangan dan finansial yang kuat dengan AS memainkan peran sangat penting. Menlu Clinton dikabarkan juga akan membahas solusi perubahan iklim dan pemanasan global dengan pejabat-pejabat di Beijing, utamanya dengan adanya rencana pemerintahan Obama untuk ikut mendukung perjanjian Kyoto (Kyoto protocol), mengingat AS dan China merupakan dua negara penghasil polusi (gas CO2 atau karbondioksida) terbesar di dunia. Yvo de Boer, Kepala urusan Iklim PBB, bahkan terang-terangan memuji komitmen Obama untuk mengatasi pemanasan global sebagai perubahan kebijakan drastis ("bak siang dan malam") dibandingkan kebijakan pemerintahan Bush yang selama ini selalu menolak berpartisipasi dalam berbagai pembicaraan iklim global dan perjanjian Kyoto, karena dianggapnya bisa menjadi ancaman serius bagi industri di Amerika. Posisi Penting Indonesia Meski belum jelas benar agenda utama pembicaraan dalam kunjungan Hillary Clinton ke Indonesia, tetapi lawatan ke Jakarta ini jelas telah menunjukkan adanya itikad baik dari Washington, yang memberikan apresiasi atas posisi Indonesia yang makin penting dalam percaturan global. Selain peran Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB, keikutsertaan Indonesia dalam keanggotaan G-20 tampaknya menjadi pertimbangan tersendiri pilihan Menlu Clinton untuk singgah di Jakarta. Di samping itu, Indonesia sebagai negara muslim terbesar dan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, tak pelak menjadi daya tarik penting bagi pemerintahan Obama yang bertekad membangun hubungan baru dengan negara-negara Islam berdasarkan saling menghargai dan kepentingan bersama (mutual interests), poin yang diucapkan Presiden Obama dalam pidato inaugurasinya bulan lalu. Faktor inilah yang harus dimanfaatkan Indonesia dalam melakukan diplomasi dengan AS, bahwa Indonesia bisa berperan menjadi jembatan bagi AS untuk berbicara dengan negara-negara muslim lainnya. Sebagai negara Islam yang sukses menerapkan demokrasi, Indonesia juga bisa menjadi mitra penting pemerintahan Obama untuk mengubah citra bahwa Amerika (dan juga sistem demokrasi) bukanlah musuh bagi masyarakat muslim dan dunia Islam. Bahkan lebih jauh, sebagaimana keterangan seorang penasihat Obama kepada media, Presiden Obama telah lama mempertimbangkan untuk memberikan pidato utama mengenai kebijakan luar negerinya dalam masa 100 hari pertama pemerintahannya, di sebuah negara Islam yang bersahabat. Memang masih samar dan belum ada kepastian di negara mana Obama akan melakukan pidato penting itu, yang semoga saja akan menandai era baru hubungan AS dan negara-negara muslim yang lebih baik dan lebih bersahabat. Dalam hal ini, kita berharap kunjungan Menlu Clinton ini bisa dijadikan langkah awal untuk mengundang Presiden Obama agar bersedia memberikan pidatonya itu di Jakarta. Alangkah indahnya bila Indonesia bisa berperan menjadi jembatan antara Barat dan Timur, menjadi mediasi antara dunia Kristen dan dunia Islam dengan menjadi tuan rumah pidato penting Obama itu. Jakarta sebagai "rumah kedua" Obama merupakan tempat yang paling tepat untuk memaparkan wajah baru kebijakan luar negeri Amerika yang mengutamakan diplomasi ketimbang intervensi. Jika ini menjadi kenyataan, para penggemar Obama di Jakarta bisa menyiapkan spanduk besar: "Barack Obama si Anak Menteng, Harapan bagi Dunia Yang Damai". Kami tunggu kedatangan Anda ke Indonesia, Mr. President! |
__._,_.___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar