Kesenian lama dan langka itu kadang kadang sacred.
Perlu selera yang tinggi dan spiritualitas untuk menikmatinya , bukan seperti tarian tarian creasi baru .
Anggap saja seperti music jaman sekarang , lebih banyak yang suka RnB atau pop dan rock , perlu orang yang seleranya diatas rata rata untuk dapat menghayati classical music ataupun jazz dan blues.
Mick Jagger , Michael Jackson , Madonna dan penyanyi pop dan rock yang lain , jauh lebih terkenal dan uangnya lebih banyak daripada
Lee Oscar , Dame Sutherland , John Lee Hooker atau , Herbie Hancock,
Sarah Brightman dan lainnya.
Karena memang pasaran mereka lain , Itu tidak perlu diributkan,
Itulah sebabnya kebanyakan manusia dengan average taste in art , hanya beberapa yang berjiwa seni yang dapat menikmati seni classic.
Demikian juga dengan lukisan , mungkinkah orang dengan selera seni umum akan membeli "Weeping Woman" nya Leonardo da Vinci seharga 3
3 million dollars?.
Tahun 80 an Promotor dari Prancis , menggali lagi tarian classic langka dari Sebatu dan dibawa ke Eropah , sedangkan Listibya sendiri sudah melupakan tarian tsb.Saya ingat sekali masalah itu karena adik saya sendiri ikut menarikannya ke Eropa.
Kami tahu masalah begini sudah sejak dahulu... sekali ,
koq baru kepupungan nulis begini ?
Coba saja tanyakan kesebelah , berapa orang yang pernah menyaksikan pertunjukan " Phantom of the Opera " dan berapa orang yang sudah nonton film "Batman " ?
Tarian Gambuh Gambang dan semacamnya itu adalah tarian classic langka yang special , sacred dan bernuansa mystique,dan akan selalu special dihati saya..
So , let it be....
Shanti is sombong kalau masalah seni.
--- In bali-bali@yahoogroups.com, Anton Muhajir <antonemus@...> wrote:
>
> tulisan keren di bali post hari ini.
>
> barangkali berguna..
> --
>
> Senin, 15 Juni 2009 | BP
>
> Sudah Terpinggirkan, Pentasnya Juga di 'Pinggiran'
>
> http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=7&id=15662
>
> DI TATARAN wacana, komitmen para petinggi Bali membangkitkan
> kesenian-kesenian langka dari ancaman kepunahan memang terdengar merdu di
> telinga. Namun di tataran aksi, komitmen itu tampaknya layak untuk
> dipertanyakan kembali. Di ajang PKB XXXI ini, misalnya. Pergelaran kesenian
> langka itu terkesan masih terpinggirkan jika tidak ingin disebut diposisikan
> sebagai kesenian pelengkap atau tempelan semata. Indikasi itu terlihat dari
> penetapan lokasi pentas kesenian-kesenian langka yang selalu di pojok.
> Kesenian-kesenian langka seperti Gambuh, Gambang dan Wayang Wong hanya
> dipentaskan di Kalangan Angsoka, Kalangan Ayodya dan stage tetaring.
>
> Panggung megah seperti Gedung Ksirarnawa, apalagi panggung prestisius Ardha
> Candra, seolah-olah menjadi wilayah terlarang untuk disinggahi para seniman
> yang kini tengah berdiri di bibir jurang kepunahan tersebut.
>
> Sangat kontras dengan pergelaran kesenian-kesenian partisipan luar negeri
> yang selalu diprioritaskan untuk tampil di panggung-panggung yang mewah dan
> megah.
>
> Keterpinggiran kesenian-kesenian langka itu terasa makin menyesakkan ketika
> kita melihat waktu pentas yang dijatahkan untuk kesenian-kesenian tersebut.
> Rata-rata mereka dijatahkan waktu pentas yang dead time. Sekitar pukul
> 10.00-12.30 di saat masyarakat Bali tengah suntuk menekuni aktivitas rutin
> hariannya. Dapat dipastikan, rentang waktu itu merupakan masa-masa PKB
> paceklik pengunjung. Alhasil, penikmat seni yang menyempatkan diri
> menyaksikan pergelaran kesenian langka itu pun tak pernah membludak.
>
> Dalam konteks ini, obsesi pemerintah untuk memperkenalkan ragam kesenian
> langka itu kepada masyarakat Bali untuk selanjutnya menggugah kesadaran
> mereka untuk turut mencintai dan melestarikan kesenian-kesenian langka itu
> bak jauh panggang dari api. Bagaimana benih-benih cinta itu bisa merekah
> sempurna jika mereka sendiri tidak pernah diperkenalkan dengan
> kesenian-kesenian tersebut?
>
> Kepada Bali Post, Minggu (14/6) kemarin, seniman muda I Wayan Tusti Adnyana,
> S.Sn. dan I Nyoman Budarsana, S.Sn. mengaku menangkap kesan ketertinggiran
> kesenian-kesenian langka itu di tengah gemerlap PKB. Kedua alumni ISI
> Denpasar ini tidak menampik bahwa panitia PKB sudah memberikan kesempatan
> dan porsi yang memadai untuk pergelaran kesenian langka di PKB. Sayang,
> kesempatan tampil itu tidak disertai dengan kerelaan untuk memberikan ruang
> pentas yang lebih representatif kepada mereka. Sesekali, seniman-seniman
> Bali yang masih setia bergelut dalam aktivitas pelestarian kesenian-kesenian
> langka tentunya memimpikan untuk bisa pentas di Gedung Ksirarnawa yang sejuk
> ber-AC. 'Tetapi, untuk PKB tahun ini, rasanya mimpi itu belum tergapai,'
> kata Tusti Adnyana yang dibenarkan oleh Budarsana.
>
> Tusti Adnyana yang berstatus sebagai guru kesenian di SMAN 1 Baturiti,
> Tabanan ini menegaskan, dalih bahwa kesenian-kesenian langka lebih pas dan
> berjiwa dipentaskan di stage berkonsep kalangan tidak bersifat mutlak.
> Panggung yang menjanjikan interaksi yang lebih dekat antara pragina dan
> penonton. Dikatakan, gambuh, gambang dan wayang wong, misalnya, tidak akan
> kehilangan energi jika dipentaskan di gedung tertutup Ksirarnawa. Jadi
> persoalannya, mau tidak kita memberikan kesempatan itu untuk mereka.
>
> Pendapat senada juga dilontarkan Budarsana. Kendati begitu, ia tidak
> menampik ada sejumlah kesenian langka yang memang kurang pas dipentaskan di
> gedung-gedung tertutup. Sang Hyang Jaran dan Sang Hyang Dedari yang di dalam
> pementasannya banyak menggunakan media api tentu saja tidak dipentaskan di
> gedung tertutup Ksirarnawa. Tetapi untuk kesenian yang menonjolkan kekuatan
> instrumen musik seperti gambang, gender pewayangan, selonding dan sejenisnya
> juga dramatari gambuh, arja, kerawitan genggong dan sejenisnya tentu sah-sah
> saja dipentaskan di gedung tertutup. 'Kuncinya hanya satu, kerelaan untuk
> memberikan panggung terhormat itu kepada mereka,' tegasnya lagi.
>
> Lebih lanjut, Budarsana meminta agar pihak-pihak yang dipercaya mengatur
> jadwal pementasan berusaha menghindarkan pergelaran kesenian-kesenian langka
> pada saat jam-jam PKB sepi pengunjung. Akan jauh lebih bijaksana jika
> pergelaran itu dilakukan malam hari di saat PKB ramai pengunjung. Selain
> itu, panitia juga tidak boleh membiarkan pergelaran kesenian-kesenian langka
> itu bersamaan dengan pergelaran-pergelaran kolosal yang jadi favorit
> pengunjung PKB seperti parade gong kebyar, sendratari dan parade lagu pop
> Bali. Jika itu dipaksakan, pergelaran kesenian-kesenian langka praktis kalah
> saing dan ditinggalkan penonton. Ingat, PKB itu kental dengan misi
> pelestarian seni budaya Bali. Jadi, panitia harus merancang strategi jitu
> agar kesenian-kesenian langka yang terancam punah itu tetap mampu
> menunjukkan eksistensinya di tengah hiruk-pikuk PKB.
>
> Tusti Adnyana dan Budarsana mengakui penampilan kesenian-kesenian langka di
> ajang PKB relatif minim penonton. Agar bisa keluar dari suasana yang tidak
> menguntungkan itu, keduanya menyarankan agar panitia PKB secara khusus
> mengundang siswa-siswa sekolah untuk mengapresiasi kesenian itu. Sebelumnya,
> panitia PKB tentu saja harus melakukan komunikasi intensif dengan guru-guru
> di sekolah bersangkutan. Nantinya, guru-guru akan menugaskan siswa-siswanya
> untuk membuat semacam laporan singkat tentang segala sesuatu yang bisa
> mereka apresiasi dari pergelaran tersebut. Strategi itu, kata kedua alumni
> ISI Denpasar ini, adalah semacam pintu pembuka bagi generasi muda Bali untuk
> lebih mengenal kesenian-kesenian mereka. Dari perkenalan itu, mereka secara
> perlahan diharapkan dapat mencintai kesenian itu untuk selanjutnya mau
> terlibat aktif menggeluti kesenian tersebut yang secara tidak langsung
> berarti ikut serta melestarikannya. 'Strategi-strategi seperti itu harus
> ditempuh jika kita memang benar-benar komit untuk melestarikan kekayaan seni
> budaya Bali,' tegasnya. (ian)
>
> --
> Anton Muhajir
> www.rumahtulisan.com - Personal Blog
> www.balebengong.net - Balibased Citizen Journalism
>
------------------------------------
Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/bali-bali/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/bali-bali/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
mailto:bali-bali-digest@yahoogroups.com
mailto:bali-bali-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
bali-bali-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar