Kudeta Tidak Berdarah di KAMMI
Dari Milis KAMMI.
Makin terbuka kedok kedok nya - semoga kita bisa belajar dari kejadian di bawah ini.
---------- Forwarded message ----------
From: satriabintangpagi <satriabintangpagi@yahoo.c om>
Date: 2009/6/17
Subject: [Milis KAMMI] Kudeta Tidak Berdarah di KAMMI
To: milis-kammi@yahoogroups.co m
Mungkin public Indonesia tidak tahu fakta terbaru, KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) telah "diplekoto" PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Plekoto merupakan kosakata Jawa yang artinya kurang lebih ialah dianiaya habis-habisan, diperas kemampuannya habis-habisan, ditelikung dari belakang, ditelanjangi terang-terangan di depan public, dizolimi dengan "kekerasan" paling vulgar.
Independensi KAMMI yang selama ini coba dibangun sejak organisasi mahasiswa itu berdiri sebelas tahun silam, telah ternoda. Parahnya, penghancuran itu tidak dilakukan oleh pihak luar tapi "orangtua" KAMMI sendiri, dan itu adalah PKS. Lebih parah lagi, itu dilakukan menjelang pemilihan umum (pemilu) presiden. Apalagi alasannya kalau bukan karena terkait dukung mendukung salah satu calon presiden dan wakil presiden.
Dalam hal ini tentu PKS merupakan pendukung pasangan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan calon wakil presiden Boediono. Sedangkan KAMMI berupaya bersikap independen sesuai dengan fatsun gerakan KAMMI yang memang independen. KAMMI "dipaksa" mendukung pasangan SBY-Boediono. Tentu saja KAMMI menolak tegas "paksaan" itu.
KAMMI dibawah kepengurusan Ketua Umum KAMMI Pusat Rahman Toha B memilih untuk tetap mengusung isu "Anti Neoliberal". Siapa pun pemimpinnya, KAMMI tetap menegaskan sikap anti neoliberalnya. Pada beberapa calon presiden dan wakil presiden selain SBY-Boediono, Rahman Toha memang pernah bertemu dan mendiskusikan tentang apa visi dan misi kepemimpinan mereka jika terpilih. Beberapa forum diskusi public itu difitnah untuk mendapatkan kepentingan pribadi.
Langkah ini juga difitnah sebagai bentuk manufer politik untuk mendapatkan dana atau lainnya. Padahal, Rahman Toha memiliki agenda untuk mengkonfirmasi visi kepemimpinan semua calon presiden, termasuk SBY-Boediono juga. Sayangnya, agenda pertemuan dengan SBY-Boediono pada pekan depan itu tidak terwujud karena kader-kader KAMMI kaki tangan PKS kini telah "mengkudeta" Rahman Toha dan pengurus pusat yang sah.
PKS melalui jaringan mereka di daerah dan pusat berupaya "memplokoto" KAMMI, mulai dari struktur tertinggi hingga terendah. Mereka hendak membawa KAMMI mendukung salah satu calon presiden dan wakil presiden. Dan itu jelas ditolak mentah-mentah oleh Rahman Toha. Independensi KAMMI dan perjuangan melawan kekuatan neolib adalah harga mati yang bisa ditawar-tawar lagi.
Meskipun taruhannya adalah "kudeta tidak berdarah" tanpa mengindahkan kaidah organisasi KAMMI.
Selasa (16/6) kemarin adalah agenda KAMMI Pusat melakukan Rapimnas (Rapat Pimpinan Nasional) di Bekasi. Namun agenda Rapimnas itu "ditelikung" oleh oknum petinggi KAMMI Pusat yang menjadi "kaki tangan" PKS. Dari sekitar 45 KAMMI Daerah (kamda), lebih dari 30 kamda "dibujuk" untuk tidak hadir dalam Rapimnas di Bekasi. Anda harus mencermati kata "dibujuk" ini tentu dengan berbagai "kompensasi" yang mereka dapatkan.
Akhirnya sekitar 20-an pengurus pusat KAMMI ditambah puluhan panitia penyelenggara Rapimnas, duduk lemas lunglai melihat bahwa hampir 70% pengurus kamda "berpindah" tempat Rapimnas ke sebuah tempat yang "dirahasiakan" di Jakarta. Menurut saya, mereka yang datang ke Rapimnas KAMMI di Bekasi adalah pejuang sejati independensi KAMMI dan anti neoliberal. Demikian juga sebaliknya. Ini benar-benar cara yang paling kasar untuk menelikung kepemimpinan KAMMI
Pusat yang sah secara konstitusional dan legal di mata hukum negara.
Sebagai Ketua Umum KAMMI Pusat, Rahman Toha tidak "mendapat" ruang sedikit pun untuk menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi pada kader-kader di bawah. Padahal Rapimnas adalah ruang yang paling pantas untuk menjelaskan semua duduk permasalahan secara kesatria. Namun kenyataan pahit justru didapat, "kudeta" itu terlalu cepat untuk dapat dihindari lagi.
Karena "korban terfitnah" tidak mendapatkan ruang memberi penjelasan, maka yang terjadi adalah kasak kusuk internal organisasi yang itu kemudian meluas menjadi bola panas dan mendapat "restu" PKS yang sudah kecewa karena KAMMI memilih bersikap independen dan anti neoliberal. Kasak-kusuk itu pun telah menjadi fitnah dan ghibah yang itu lebih kejam dari pembunuhan dan lebih buruk daripada memakan bangkai saudaranya sendiri.
Beberapa fakta yang ada ialah beberapa orang petinggi KAMMI kecewa dengan Rahman Toha, tapi kekecewaan itu tak terkomunikasikan dengan baik sehingga terjadi konspirasi tidak sehat untuk menjatuhkan kepemimpinan Rahman Toha. Kekecewaan itu ada berbagai alas an, karena memang berbagai alasan bisa dibuat.
Tapi secara organisasional, "mereka" tidak memilih logika organisasi yang telah telah disepakati dalam setiap Muktamar sebelumnya, untuk menjatuhkan kepemimpinan seseorang. Surat kudeta pemecatan terhadap Rahman Toha itu keluar sebelum Muktamar Luar Biasa digelar. Inilah pelanggaran besar dalam "kudeta" tersebut. Seharusnya pemecatan itu terjadi dalam Muktamar Luar Biasa agar proses tabayun berjalan dengan adil. Tidak ada proses penjelasan apa pun dalam kudeta tersebut. Tanpa ba-bi-bu, Rahman Toha dan pengurus pusat dipecat.
Mereka lebih memilih "menelikung" dari belakang, menusuk dari belakang punggung seseorang. Dan tragisnya, mereka yang melakukan adalah orang-orang yang selalu mengajarkan "tabayun" atau mengklarifikasi masalah secara langsung pada orangnya, bukan dari sumber rumor dan fitnah. Lebih tragis lagi, kudeta itu dilakukan oleh teman-teman dekatnya sendiri. Sekali lagi terbukti kata pepatah, musuh paling berbahaya adalah teman terdekat kita, karena merekalah yang tahu setiap titik kelemahan terkecil kita.
Mereka menodai ajaran-ajaran baik yang selalu didengung-dengungkan, mulai tentang masalah "tabayun", jangan ghibah, dan jangan memfitnah. Jikapun kepemimpinan seseorang dijatuhkan, seharusnya, jika memiliki etika berpolitik dan berorganisasi yang santun, tidak melalui cara yang amat
sangat menodai independensi KAMMI sebagai sebuah organisasi mahasiswa yang telah dibesarkan dengan keringat dan air mata.
Rahman Toha dan kepengurusan pusat KAMMI saat ini telah "dipecat" atau "dikudeta" dari para anggota KAMMI yang selalu mengatakan dirinya independen namun sebenarnya tidak independen. Kemunafikan banyak kader KAMMI itu sekarang terungkap dengan jelas saat ini. Siapa yang independen dan siapa yang memang menjadi penjilat sebuah institusi partai politik, telah dinampakkan dengan jelas di depan kita sekarang.
Muktamar Luar Biasa KAMMI sekarang, hari Rabu (17/6) sedang digelar untuk "mengkudeta" Rahman Toha yang rela dikhianati kader-kader KAMMI sendiri yang "selalu mengaku" independen. Dia menolak melakukan "perlawanan" atas kudeta tidak berdarah itu. Dia memilih jalan damai karena tidak menginginkan perpecahan lebih jauh dalam organisasi yang turut dibesarkannya dalam satu
dekade terakhir.
Dan dia dengan legowo turun agar semua orang mendapat pelajaran berharga tentang banyak hal, mulai dari pengkhianatan hingga kemunafikan.
"Alhamdulillah..akhirnya amanah ini berakhir lebih cepat dari yang saya rencanakan.... Mohon maaf buat semua kader KAMMI di seluruh Indonesia..dan terimakasih sebesarnya atas semua bantuan, suport dan doanya... semoga tetap konsisten berada di garis independesi,netralitas dan keterbukaan pemikiran..Tetaplah di garis melawan rezim Neoliberal serta capres/wapres neoliberal...," itulah kalimat yang tertulis di status Facebook Rahman Toha, di detik-detik kudeta terhadapnya.
Maka, jika suatu saat anda mendengar ocehan tentang independensi KAMMI, lebih dari pantas anda tersenyum kecil di hati dan meludah ke arah lain, sambil mengucapkan "Afwan Akhi, Antum Jangkrik!" Tapi cukup di dalam hati saja, biar belum termasuk dosa-dosa besar seperti kemunafikan dan pengkhianatan. [*]
Makin terbuka kedok kedok nya - semoga kita bisa belajar dari kejadian di bawah ini.
---------- Forwarded message ----------
From: satriabintangpagi <satriabintangpagi@yahoo.c
Date: 2009/6/17
Subject: [Milis KAMMI] Kudeta Tidak Berdarah di KAMMI
To: milis-kammi@yahoogroups.co
Mungkin public Indonesia tidak tahu fakta terbaru, KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) telah "diplekoto" PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Plekoto merupakan kosakata Jawa yang artinya kurang lebih ialah dianiaya habis-habisan, diperas kemampuannya habis-habisan, ditelikung dari belakang, ditelanjangi terang-terangan di depan public, dizolimi dengan "kekerasan" paling vulgar.
Independensi KAMMI yang selama ini coba dibangun sejak organisasi mahasiswa itu berdiri sebelas tahun silam, telah ternoda. Parahnya, penghancuran itu tidak dilakukan oleh pihak luar tapi "orangtua" KAMMI sendiri, dan itu adalah PKS. Lebih parah lagi, itu dilakukan menjelang pemilihan umum (pemilu) presiden. Apalagi alasannya kalau bukan karena terkait dukung mendukung salah satu calon presiden dan wakil presiden.
Dalam hal ini tentu PKS merupakan pendukung pasangan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan calon wakil presiden Boediono. Sedangkan KAMMI berupaya bersikap independen sesuai dengan fatsun gerakan KAMMI yang memang independen. KAMMI "dipaksa" mendukung pasangan SBY-Boediono. Tentu saja KAMMI menolak tegas "paksaan" itu.
KAMMI dibawah kepengurusan Ketua Umum KAMMI Pusat Rahman Toha B memilih untuk tetap mengusung isu "Anti Neoliberal". Siapa pun pemimpinnya, KAMMI tetap menegaskan sikap anti neoliberalnya. Pada beberapa calon presiden dan wakil presiden selain SBY-Boediono, Rahman Toha memang pernah bertemu dan mendiskusikan tentang apa visi dan misi kepemimpinan mereka jika terpilih. Beberapa forum diskusi public itu difitnah untuk mendapatkan kepentingan pribadi.
Langkah ini juga difitnah sebagai bentuk manufer politik untuk mendapatkan dana atau lainnya. Padahal, Rahman Toha memiliki agenda untuk mengkonfirmasi visi kepemimpinan semua calon presiden, termasuk SBY-Boediono juga. Sayangnya, agenda pertemuan dengan SBY-Boediono pada pekan depan itu tidak terwujud karena kader-kader KAMMI kaki tangan PKS kini telah "mengkudeta" Rahman Toha dan pengurus pusat yang sah.
PKS melalui jaringan mereka di daerah dan pusat berupaya "memplokoto" KAMMI, mulai dari struktur tertinggi hingga terendah. Mereka hendak membawa KAMMI mendukung salah satu calon presiden dan wakil presiden. Dan itu jelas ditolak mentah-mentah oleh Rahman Toha. Independensi KAMMI dan perjuangan melawan kekuatan neolib adalah harga mati yang bisa ditawar-tawar lagi.
Meskipun taruhannya adalah "kudeta tidak berdarah" tanpa mengindahkan kaidah organisasi KAMMI.
Selasa (16/6) kemarin adalah agenda KAMMI Pusat melakukan Rapimnas (Rapat Pimpinan Nasional) di Bekasi. Namun agenda Rapimnas itu "ditelikung" oleh oknum petinggi KAMMI Pusat yang menjadi "kaki tangan" PKS. Dari sekitar 45 KAMMI Daerah (kamda), lebih dari 30 kamda "dibujuk" untuk tidak hadir dalam Rapimnas di Bekasi. Anda harus mencermati kata "dibujuk" ini tentu dengan berbagai "kompensasi" yang mereka dapatkan.
Akhirnya sekitar 20-an pengurus pusat KAMMI ditambah puluhan panitia penyelenggara Rapimnas, duduk lemas lunglai melihat bahwa hampir 70% pengurus kamda "berpindah" tempat Rapimnas ke sebuah tempat yang "dirahasiakan" di Jakarta. Menurut saya, mereka yang datang ke Rapimnas KAMMI di Bekasi adalah pejuang sejati independensi KAMMI dan anti neoliberal. Demikian juga sebaliknya. Ini benar-benar cara yang paling kasar untuk menelikung kepemimpinan KAMMI
Pusat yang sah secara konstitusional dan legal di mata hukum negara.
Sebagai Ketua Umum KAMMI Pusat, Rahman Toha tidak "mendapat" ruang sedikit pun untuk menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi pada kader-kader di bawah. Padahal Rapimnas adalah ruang yang paling pantas untuk menjelaskan semua duduk permasalahan secara kesatria. Namun kenyataan pahit justru didapat, "kudeta" itu terlalu cepat untuk dapat dihindari lagi.
Karena "korban terfitnah" tidak mendapatkan ruang memberi penjelasan, maka yang terjadi adalah kasak kusuk internal organisasi yang itu kemudian meluas menjadi bola panas dan mendapat "restu" PKS yang sudah kecewa karena KAMMI memilih bersikap independen dan anti neoliberal. Kasak-kusuk itu pun telah menjadi fitnah dan ghibah yang itu lebih kejam dari pembunuhan dan lebih buruk daripada memakan bangkai saudaranya sendiri.
Beberapa fakta yang ada ialah beberapa orang petinggi KAMMI kecewa dengan Rahman Toha, tapi kekecewaan itu tak terkomunikasikan dengan baik sehingga terjadi konspirasi tidak sehat untuk menjatuhkan kepemimpinan Rahman Toha. Kekecewaan itu ada berbagai alas an, karena memang berbagai alasan bisa dibuat.
Tapi secara organisasional, "mereka" tidak memilih logika organisasi yang telah telah disepakati dalam setiap Muktamar sebelumnya, untuk menjatuhkan kepemimpinan seseorang. Surat kudeta pemecatan terhadap Rahman Toha itu keluar sebelum Muktamar Luar Biasa digelar. Inilah pelanggaran besar dalam "kudeta" tersebut. Seharusnya pemecatan itu terjadi dalam Muktamar Luar Biasa agar proses tabayun berjalan dengan adil. Tidak ada proses penjelasan apa pun dalam kudeta tersebut. Tanpa ba-bi-bu, Rahman Toha dan pengurus pusat dipecat.
Mereka lebih memilih "menelikung" dari belakang, menusuk dari belakang punggung seseorang. Dan tragisnya, mereka yang melakukan adalah orang-orang yang selalu mengajarkan "tabayun" atau mengklarifikasi masalah secara langsung pada orangnya, bukan dari sumber rumor dan fitnah. Lebih tragis lagi, kudeta itu dilakukan oleh teman-teman dekatnya sendiri. Sekali lagi terbukti kata pepatah, musuh paling berbahaya adalah teman terdekat kita, karena merekalah yang tahu setiap titik kelemahan terkecil kita.
Mereka menodai ajaran-ajaran baik yang selalu didengung-dengungkan, mulai tentang masalah "tabayun", jangan ghibah, dan jangan memfitnah. Jikapun kepemimpinan seseorang dijatuhkan, seharusnya, jika memiliki etika berpolitik dan berorganisasi yang santun, tidak melalui cara yang amat
sangat menodai independensi KAMMI sebagai sebuah organisasi mahasiswa yang telah dibesarkan dengan keringat dan air mata.
Rahman Toha dan kepengurusan pusat KAMMI saat ini telah "dipecat" atau "dikudeta" dari para anggota KAMMI yang selalu mengatakan dirinya independen namun sebenarnya tidak independen. Kemunafikan banyak kader KAMMI itu sekarang terungkap dengan jelas saat ini. Siapa yang independen dan siapa yang memang menjadi penjilat sebuah institusi partai politik, telah dinampakkan dengan jelas di depan kita sekarang.
Muktamar Luar Biasa KAMMI sekarang, hari Rabu (17/6) sedang digelar untuk "mengkudeta" Rahman Toha yang rela dikhianati kader-kader KAMMI sendiri yang "selalu mengaku" independen. Dia menolak melakukan "perlawanan" atas kudeta tidak berdarah itu. Dia memilih jalan damai karena tidak menginginkan perpecahan lebih jauh dalam organisasi yang turut dibesarkannya dalam satu
dekade terakhir.
Dan dia dengan legowo turun agar semua orang mendapat pelajaran berharga tentang banyak hal, mulai dari pengkhianatan hingga kemunafikan.
"Alhamdulillah..akhirnya amanah ini berakhir lebih cepat dari yang saya rencanakan.... Mohon maaf buat semua kader KAMMI di seluruh Indonesia..dan terimakasih sebesarnya atas semua bantuan, suport dan doanya... semoga tetap konsisten berada di garis independesi,netralitas dan keterbukaan pemikiran..Tetaplah di garis melawan rezim Neoliberal serta capres/wapres neoliberal...," itulah kalimat yang tertulis di status Facebook Rahman Toha, di detik-detik kudeta terhadapnya.
Maka, jika suatu saat anda mendengar ocehan tentang independensi KAMMI, lebih dari pantas anda tersenyum kecil di hati dan meludah ke arah lain, sambil mengucapkan "Afwan Akhi, Antum Jangkrik!" Tapi cukup di dalam hati saja, biar belum termasuk dosa-dosa besar seperti kemunafikan dan pengkhianatan. [*]
New Email names for you!
Get the Email name you've always wanted on the new @ymail and @rocketmail.
Hurry before someone else does!
__._,_.___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar