Dear ll; Mereka yang ikut memilih dengan pegangan "memilih yang terbaik dari yang ada", ini bisa dipertanggung-jawabkan landasan moralnya tapi juga bisa tidak. Kalau "yang ada" itu semua "yang buruk-buruk", bagaimana mungkin bisa memilih "yang terbaik," sebab tidak ada "yang baik" maka tidak mungkinlah ada "yang terbaik." Kalau iniolah kondisi kandidat kita, maka tidak heranlah jika banyak yang Golput. Di zaman Soeharto berkuasa itu, siapa yang TIDAK tergolong "yang buruk-buruk" ketika itu? Kalau pertanyaannya siapa saja "yang buruk-buruk" maka jawabnya akan mudah, yaitu kelompok yang disebut "ABG" itulah! ABG singkatan dari ABRI-Birokrat-Golkar. Tentu, tidak semua mereka yang tergolong ABG itu bisa disamaratakan semuanya buruk. Tapi yang bertanggung-jawab tentulah yang tergolong petingginya, bukan? Yang paling tinggi jelas Soeharto. Petinggi lainnya banyak, antara lain di kalangan ABRI adalah Wiranto, Prabowo dan SBY (waktu itu stafnya Wiranto). Mereka ini semua bertanggung-jawab atas tindakan bawahannya ketika itu, karenanya contoh dari ABRI yang tiga orang sekarang jadi capres dan cawapres tidaklah bisa digolongkan sebagai "yang baik" kalau diukur dari trek-rekod mereka di masa lalu itu. Sekarang bagaimana? Jelas sekarang sudah ada perobahan akibat Gerakan Reformasi. Pertanyannya tentulah: Apakah ketiganya sudah "direformasi"? Kalau secara formal, ataun ukurann undang-undang yang berlaku, tampaknya ketiga-tiganysa tergolong kepada "sudah direformasi." Karena itulah ketiga-tiganya sekarang diterima secara sah sebagai calon-calon petinggi negara kita. Tinggal sekarang, mana dari ketiganya itu tadi yang bisa Anda percaya akan membawa bangsa kita ini menuju masyarakat adil-makmur sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD kita? Maka bacalah UUD kita, misalnya Pasal 33 itu. Apakah selama ini sistem Ekonomi Global (yang di negeri kita dikenal sebagai "Ekonomi Neolib") itu melanggar Pasal 33 itu atau tidak? Saya sependapat dengan para ahli yang menyatakan sistem Ekonomi Global yang dipakai oleh Soeharto dan kemudian diteruskan oleh Gus Dur, Mega dan SBY ini bertentangan dengan Pasal 33 itu. Pasal 33 ini bukan sekedar memihak kepada "rakyat kcil" saja, melainkan kepada seluruh warganegara Indonesia. Ada semangat Demokrasi Ekonomi di dalamnya, dan ini tidak mungkin dilaksanakan dalam sistem Ekonomi Global yang kita pakai sekarang ini. Ketiga Capres dan Cawapres yang tampil kali ini tempaknya mengusung janji akan melaksnakan Pasal 33 UUD itu, bukan? Tapi, apakah janji itu murni, artinya akan dilaksanakan sepenuh hati nanti kalau sudah berkuasa, tentulah kita tidak bisa mengetahuinya. Bukankah di masa kampanye janji para kandidat selalu bagaikan angin surga, tetapi begitu berhasil menduduki kursi empuk, angin neraka masih berlanjut terus melanda rakyat miskin di perkotaaan dan di pedesaaan kita dari sejak berdirinya republik kita ini sampai zamannya SBY sekarang pun! Nah, nama ekonom seperti Kwiek Kian Gie dan Revrisond Baswir mencuat minggu ini gara-gara interviu dilakukan TV kita terhadap mereka berdua minggu ini. Kritik mereka terhadap kebijakan yang diambil oleh Mega (ketika menjadi presiden) dan SBY keras. Bagaimana dengan JK? Ketika Kwiek ikut dalam Kabinet Mega, tampaknya ketika itu Mega tetap akan meneruskan pembangunan dengan sistem Neolib. Ide Kwiek gak dipakai sama sekali. Ketika SBY terpilih, ide Kwiek itu diterima oleh SBY, tetapi kemudian tidak dilaksanakan oleh SBY karena Boediono dan Mulyani yang sangat pro free-market itu menjadi penentu kebijakan ekonomi SBY yang Neolib. Karena itu, Kwiek menyatakan apa yang diungkapkan sekarang oleh Mega dan SBY sebagai janjinya untuk tidak menganut Neolib, tidak lagi bisa dipercaya, hanya sekedar janji kampanye Capres saja. Apalagi SBY akan "melanjutkan" apa yang sudah dijalankannya selama ini. Bagaimana dengan JK? Kwiek sekarang memang tidak kehilangan harapannya setelah dua presiden sebelumnya tidak sejalan dengan dia, maka sekarang berharap JK akan menerima idenya. Kemarin ini ada diskusi tentang Neolib dengan menampilkan Kwiek sebagai salah seorang pembicaranya di Kantor Pusat Partai Hanura-nya Wiranto. Selain itu Kwiek telah menerbitkan "Indonesia Menggugat Jilid II - Menjabarkan Pidato Proklamasi Calon Wakil Presiden Boediono." Semangat dan ide Kwiek dalam buku ini tampaknya dimaksudkan menggugah kita para reformis, bahwa setelah demokrasi di bidang politik, maka tahapan reformasi berikutnya adalah demokrasi di bidang ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagai seoarang Golden (Golongan Indipenden), tentulah semua itu menjadi masukan berharga bagi saya dalam menentukan siapa capres yang akan saya pilih nanti. Ikra.- ====== (sampai hari ini belum mentapkan capres pilihanku) |
__._,_.___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar