Senin, 29 Desember 2008

[bali-bali] Perda Tinggi Bangunan di Bali, perlukah di rubah?

Om Swastyastu,
 
Ampurayang semeton, niki wenten malih asiki nitip topik, sane minab manut ring ke pekayunan ide dane sareng sami mande ke parumang/ke diskusiang sareng BOS (Bali Open Society) niki.
 
suksme,
 
 
Perda Tinggi Bangunan di Bali, perlukah di rubah?
 
 
Pemandangan diatas menunjukkan bagaimana bentuk arsitektur dari salah satu kota di Jerman, yaitu Frankfurt. sebuah kota yang cukup international karena di diami oleh penduduk dari berbagai ras dari berbagai negara. Sama seperti kota metropolitan di belahan dunia lainnya, berdirinya gedung-gedung pencakar langit tidaklah bisa di hindari walaupun sesungguhnya pemerintah Jerman termasuk cukup ketat dalam memberlakukan undang-undang tata letak kota serta tinggi bangunannya, salah satunya yang terkenal adalah tinggi bangunan tidak boleh melebihi tinggi tower lonceng gereja.
 
dengan semakin meningkatnya permintaan akan ruang perkantoran, apartement, ataupun tempat tinggal yang terintegrasi dengan pusat perbelanjaan, akhirnya pemerintah jerman mengijinkan untuk kota-kota ukuran besar seperti frankfurt, berlin, munchen, hamburg, pendirian gedung pencakar langitpun di ijinkan dengan harapan agar jangan sampai kompleks perkotaan meluas tanpa kendali yang akhirnya akan mengurangi luas lahan pertanian masyarakat serta hutan kota yng berfungsi sebagai paru-paru kota. Namun demikian untuk ukuran kota-kota kecil lainnya, undang-undang tinggi bangunan yang tidak boleh melebihi tinggi tower lonceng gereja masih tetap di berlakukan.
 
Sekilas, undang-undang kompromi diatas cukup bijaksana dalam menghadapi setiap perubahan jaman yang selalu berubah dari waktu ke waktu, sehingga kalau di lihat dari sisi planologi tata kota, sisi lingkungan hidup, budaya lokal, semuanya bisa berjalan beriringan tanpa ada yang merasa di langkahi satu sama lainnya.
 
menghubungkannya dengan issue yang terjadi di provinsi bali saat ini dimana topik yang di posting oleh Ida bagus Ru di milis Klungkung@yahoogroups.com , tentang keinginan dari bapak gubernur bali Made Mangku Pastika untuk merevisi peraturan daerah tinggi bangunan yang ada di bali yang awalnya di buat tidak boleh melebihi tinggi pohon kelapa (15 m), kalau di amati secara arif dan bijaksana, sesungguhnya setiap peraturan pastilah memiliki sisi positif ataupun negatifnya, apalagi menghubungkannya dengan tuntutan jaman yang terus berubah dari waktu ke waktu.
 
sisi positif dari perda bali ini, adalah seperti yang di ungkapkan oleh salah satu wakil rakyat DPRD bali bapak Arjaya, perda ini sesungguhnya tidak hanya berfungsi menjaga kelestarian arsitektur bali melainkan juga berfungsi sebagai "benteng" untuk melindungi budaya bali ataupun agama hindunya. Saya kira semua komponen masyarakat Bali sepakat dengan argument bapak Arjaya ini.
 
Namun bila di lihat dari terus meningkatnya jumlah pertambahan penduduk di bali , baik karena populasi warga balinya sendiri yang terus meningkat, juga di sebabkan karena terus meningkatnya jumlah pendatang luar ke bali untuk menetap dan mencari pekerjaan, mau tidak mau permintaan akan tempat tinggal perumahan akan teruslah meningkat. bila mengacu kepada perda tinggi bangunan di bali saat ini yaitu setinggi pohon kelapa, permintaan ini hanyalah bisa di jawab dengan membuat kompleks perumahan yang terus melebar ke samping, yang tentunya akan memakan lahan persawahan produktif di bali. dimana semua ini akan bermuara kepermasalahan semakin berkurangnya jumlah petani bali dan yang lebih berat lagi adalah akan menghilangnya pura subak (pura ulun suwi). hal ini tentulah akan menjadi dampak negatif dari perda bangunan setinggi pohon kelapa tersebut. karena bila perda ini sama sekali tidak boleh di revisi, ada kecenderungan generasi baru yang terlahir di kota denpasar akan tidak mengenal sawah lagi ataupun tidak mengenal pura subak lagi.
 
saya kira para pemimpin bali yang sedang menjabat saat ini beserta para pinih sepuh di bali haruslah terus berembug untuk mencari jalan keluar yang terbaik untuk pembangunan di bali sehingga bisa terus berjalan beriringan dengan perubahan jaman ini. apakah pembangunan terus di pusatkan di bali selatan (di denpasar), atau mungkin mulai memikirkan untuk "mendistribusikan" pembangunannya ke daerah bali lainnya seperti ke arah utara di kabupaten buleleng, atau ke arah timur di kabupaten karangasem, atau ke arah barat di kabupaten jembrana. sebagai contoh: memindahkan lokasi bandara internasional ngurah rai ke kabupaten buleleng, atau ke jembrana, atau ke karangasem, mungkin akan bisa membantu meringankan beban kependudukan serta permintaan akan tempat tinggal di kota denpasar. yang jadi pertanyaannya, relakah para praktisi pariwisata di bali selatan bila airportnya di pindahkan ke kabupaten lainnya di bali.
 
semoga Ida Sang Hyang Widi Wasa selalu memberikan petunjuk kepada kita semua, sehingga Budaya Bali ataupun agama Hindunya tetap ajeg di Bali.
 
salam waRning,

__._,_.___

Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Tidak ada komentar: