kamerad,
hal yang selalu berulang kali terjadi memang tidak adanya transparansi dalam pembuatan aturan oleh legislatif. kita tdk pernah tau aturan apa saja yg sedang dirancang oleh DPR maupun eksekutif. lalu tiba2, dor!, jadilah aturan itu. kalau tidak karena koran yg memberitkan, maka kita tidak akan pernah tau.
belum ada kemauan politik dari DPR utk rajin mengabarkan kerjaan mereka, termasuk membuat aturan ttg RTRW ini pada publik. padahal kan tidak susah2 amat. update saja website mereka. atau kalau tidak mau keluar biaya mahal -karena duitnya mending dipake jalan2- ya blog sajalah. hehe..
di website itu akan selalu ada berita terbaru ttg kegiatan DPR, termasuk Ranperda yg mereka susun. stafnya tinggal cari orang yg ngerti materi informasi dan cara pake IT. beres kan.. ini bagian dari transparansi dan keterbukaan informasi. UU Keterbukaan Informasi Publik sudah menjamin itu. sayangnya mmg belum ada aturan yg mendukung pelaksanaannya, apalagi di tingkat daerah.
salam sepi dari subak dalem di pagi hari. nitip salam jg buat para TKI di sana. :D
2009/4/16 ancak ramone <ancakramone@yahoo.com>
Teman-teman,
Memang staf Sekda sempat menghubungi saya agar memberikan rekoemdasi siapa NGO yang akan masuk lagi di tim Substansi selain WALHI (karena sejak awal WALHI ditergetkan untuk masuk oleh Bappeda Bali untuk melakukan kanalisasi)..karena menjadi pertanyaan adalah mengapa NGO tidak memasukkan sejak awal tetapi justru setelah draft setengah jalan dan dibantai oleh banyak pihak?
Trus tadi membaca Bali Post online, saya dikagetkan dengan berita bahwa DPRD sudah mulai bersidang (nampaknya kejar tayang)...saya semakin bingung dengan tahap legislasi yang dilalui oleh Ranperda Tata Ruang ini. Sesuai dengan ilmu yang saya dapatkan di Fakultas Hukum dulu, proses pembuatan kebijakan itu adalah bertahap yakni dari Eksekutif jika sudah dihasilkan draft yang dianggap layak kemudian baru masuk ke legislatif. di keduai proses tersebut tetap melibatkan komponen masyarakat dalam pembahasannya.
Namun belum selesai pembahasan di Eksekutif karena mereka berjanji akan membuat dialog-dialog publik lagi, draft sudah masuk ke legislatif untuk dibahas secara bersamaan...trus draft yang dibahas oleh DPRD Bali itu yang mana? jika draft yang di Eksekutif mendapat masukan, apakah berarti masukan tersebut secara langsung masuk dalam draft yang dibahas DPRD? Atau memang sengaja dibuat bersamaan seperti ini agar fokus masyakat sipil terpecah dan akhirnya draft 'siluman' yang kan ditetapkan DPRD menjadi Perda?
Trus saya juga mendapatkan informasi dari beberapa teman di DPRD, bahwa pimpinan DPRD membentuk susunan Panitia Khusus (Pansus) Perda Tata Ruang ini dengan skenario melemahkan. terbukti yang menjadi ketua Pansus adalah orang yang jarang berbicara dalam sidang (kemungkinannya ada 2, yakni dia bodoh atau dia bisu! pepatah diam adalah emas tidak berlaku disini, karena tidak ada orang yang arfi bijaksana yang tidak bicara jika melihat sebuah kesalahan)...Trus skenario berikutnya adalah anggota DPRD yang vokal, justru tidak masuk dalam tim ini...ada apa ini?
Salam dari panasnya udara pantai di negeri 'jajahan' tenaga kerja Indonesia
--
Anton Muhajir
www.rumahtulisan.com - Personal Blog
www.balebengong.net - Balibased Citizen Journalism
__._,_.___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar