Radar Bali
[ Selasa, 19 Januari 2010 ]
Mega Kena Pelet
TABANAN - Rencana menggelar demonstrasi besar-besar dari massa pendukung Wayan Sukaja terbukti, kemarin siang (18/1). Sedikitnya 3.000-an massa pendukung calon bupati (cabup) PDIP yang "ditendang" atas turunnya rekomendasi jilid II, ini mengepung sekretariat DPC PDIP Tabanan di Jalan Yeh Gangga, nomor 99, Tabanan.
Diiringi belasan baleganjur (gamelan), massa datang dengan menumpang berbagai jenis kendaraan, dari puluhan truk, mobil, juga ratusan sepeda motor. Massa, baik laki maupun perempuan datang dari segala penjuru arah Tabanan.
Sekitar pukul 09.00, secara berangsur-angsur massa yang mayoritas mengenakan pakaian hitam dan merah, ini berdatangan diiringi baleganjur yang menghentakkan dada dan memekakkan telinga.
Sambil meneriakkan, ''Hidup Sukaja", sekitar 1000-an massa sudah memadati kantor DPC. Sedangkan baleganjur tak henti-hentinya ditabuh, membuat suasana berlangsung riuh.
Belum semuanya massa pendukung Sukaja datang, sejumlah massa dari Desa Gubug langsung beraksi. Mereka membawa papan ranting desa setempat dan membanting-banting papan dari seng itu di jalan, depan sekretariat DPC PDIP Tabanan, hingga hancur. Polisi hanya bisa melihat saja. Dan massa yang marah langsung ditenangkan oleh salah satu pentolan mereka.
Sekitar pukul 11.00, ribuan massa dari daerah Marga dan sekitarnya datang menyusul. Dengan menggunakan puluhan kendaraan seperti truk, mobil, dan ratusan sepeda motor, jalur-jalur yang dilalui langsung macet total. Bahkan, jalur By Pass Kediri-Terminal Pesiapan yang merupakan jalur utama Denpasar-Gilimanuk, dan diketahui begitu lebar harus tertutup sementara untuk kendaraan umum.
Jalur ini ditutup habis oleh kendaraan pendemo. Dan polisi menutup Jalan By Pass tersebut sekaligus mengalihkan kendaraan lintas Bali dari dua arah ke dalam Kota Tabanan.
Bergabungnya ribuan massa susulan ini membuat suasana di seputaran DPC PDIP Tabanan sedikit mencekam. Hentakan suara baleganjur benar-benar menggema sepanjang jalan Yeh Gangga menuju sekretariat DPC.
Suara bising juga datang dari gas poll kendaraan roda empat ataupun roda dua. Rasa-rasanya, genderang perang sudah ditabuh begitu kencang. Beruntung, massa berduyun-duyun tertib dengan sebagian membawa spanduk bertuliskan, ''Marga tidak mau dipimpin janda", dan ''hidup kami untuk Sukaja, yang lain no way".
Satu mobil Jeep Willis berisi soundsystem (pengeras suara) langsung masuk ke halaman sekretariat. Di sanalah, massa menumpahkan segala aspirasinya. Di atas mobil Jeep ini pula, salah satu pentolan massa pendukung Sukaja, I Gusti Made Sumadiyoga membacakan pernyataan sikap. Dan dari pengurus DPC PDIP Tabanan berdiri Wakil Ketua Bapilu IGM Suryantha Putra alias Sena.
Satu kalimat dari puisi berjudul "Peringatan" karangan Wiji Thukul, sastrawan muda yang hilang di tengah hiruk-pikuk kekuasaan Orde Baru menjadi pembuka. ''Hanya ada satu kata, ''Lawan!," teriak Sumagiyoga dari atas mobil Jeep Wilis diikuti gema koor ''lawan" dari pengunjuk rasa.
Setelah memekikkan ''Merdeka", salam nasional yang sering diucapkan Bung Karno, Sumadiyoga lanjut membacakan isi pernyataan sikap pendemo. Dikatakan, pasca rekomendasi jilid II yang dipaksakan oleh DPP, situasi perpolitikan Tabanan menjadi semakin panas.
Mereka juga menuding, ulah DPP yang hanya percaya satu orang dan mengabaikan mekanisme partai telah melukai kader dan simpatisan PDIP Tabanan dan Bali pada umumnya. ''DPP seolah-olah buta. Tidak melihat realitas di lapangan dan mengabaikan hak-hak kadernya," jelas mantan anggota DPRD Tabanan asal Baturiti ini.
Dikatakan pula, masih dengan teriakan lantang, Sumadiyoga mengatakan bahwa tanpa koordinasi, tanpa pertimbangan matang, DPP telah mendepak Sukaja yang begitu tunduk kepada rekomendasi dan menggantinya dengan Eka yang sudah jelas-jelas melawan rekomendasi. "Sehingga, yang "membangkang" diberi "penghargaan", sedangkan yang ''patuh" di-"tendang"," sebut jubir pendemo ini.
Yang lebih ngeri dari pernyataan sikap ini adalah, pendemo juga menyatakan bahwa kader, simpatisan, dan masyarakat Tabanan menyatakan melawan bahkan sampai titik darah penghabisan. Dikatakan pula, hanya satu kata, lawan, lawan, dan lawan. Pendemo juga mengajak agar semangat Puputan Margarana kembali digelorakan.
"Rezim harus ditundukkan, dinasti harus ditumbangkan. Setuju...!?" kata Sumadiyoga dari pengeras suaranya dan disambut teriakan serupa dari massa yang membuat halaman sekretariat DPC penuh sesak.
Di tengah panas terik matahari siang itu, semangat massa tidak mengendur. Malah, massa semakin bersemangat mendengar pernyataan sikap dari Sumadiyoga dengan baju merah membara. Dalam teriakannya, muncul juga kalimat, ''Tunduk ditindas, atau bangkit melawan, karena diam berarti mati".
Itu baru pengantar pernyataan sikap. Sumadiyoga melanjutkan, yang intinya, mereka menuntut tiga hal yang mereka sebut Tritura (tiga tuntutan rakyat). Yakni, mendesak DPC PDIP Tabanan menolak rekomendasi jilid II dan kembali kepada rekomendasi pertama dengan segala risikonya. Kedua, mendesak DPC PDIP Tabanan untuk berjanji, bersumpah dan tidak mendaftarkan rekomendasi jilid II ke KPUD Tabanan. Dan terakhir, mereka mendesak DPC PDIP Tabanan segera menemui DPP guna melakukan langkah-langkah konkret mengembalikan berlakunya rekomendasi pertama.
"Jika tuntutan kami tidak dipenuhi dalam waktu satu minggu, dan rekomendasi jilid II ini dipaksakan maka kami atas nama kader, simpatisan dan masyarakat Tabanan akan terus melakukan perlawanan sampai titik darah penghabisan dan siap mengalahkan paket yang direkomendasikan jilid II ini dengan segala resikonya," demikian paparan akhir dari pernyataan sikap tersebut.
Usai perwakilan massa pendukung Wayan Sukaja menyatakan sikapnya, Wakil Ketua Bappilu DPC PDIP Tabanan IGM Suryantha Putra alias Sena tampil berbicara selintas. Dia tidak menjawab pernyataan sikap itu, namun Ketua DPC PDIP Tabanan Made Sudana yang akan menjawab.
Di tengah kerumunan massa, politisi nyentrik ini tampil parlente mengenakan baju hitam dan celana biru, namun tanpa kacamata hitam sebagaimana biasanya. ''Saya tahu siapa yang menyebabkan situasi ini di Tabanan. Apa sebab ada dua kali rekomendasi? Tahu penyebabnya?" kata Sudana lantang yang dijunjung ke atas mobil Jeep Wilis itu.
Atas pertanyaan bertubi-tubi dari Sudana, muncul celetukan dari sudut-sudut massa. Ada yang sebut karena uang, nafsu kekuasaan, dan banyak lagi.
Tapi apa yang dibilang Sudana? ''Tidak!. Bu Mega tidak pikun, tapi kena pelet. ''Itu disebabkan, bu Mega tidak mendengarkan saya, tapi mendengar pengurus bayangan yang dibayar," teriak Sudana menggelegar disambut tawa pendemo. Bahkan, puluhan wartawan nasional maupun lokal, juga polisi ikut cekikikan geli dengan pernyataan ketua FPDIP DPRD Bali ini.
Politisi asal Desa Lalanglinggah, Selemadeg Barat, ini juga menyatakan, karena dalam keadaan ''sakit" ini, maka Mega, menurut Sudana harus dibawa ke paranormal.
Lantas, Sudana menyatakan bahwa dia akan memimpin dan memperjuangkan apa yang dikehendaki oleh pendemo. Dia juga menegaskan, bila tuntutan kembali ke rekomendasi awal tidak dipenuhi oleh DPP DPP PDIP dalam hal ini Ketum Megawati Soekarnoputri, maka dia menyatakan tidak usah lagi memenangkan paket rekomendasi jilid II, yakni Eka-Sanjaya.
"Saya tidak takut. Saya akan bangga kalau dari proses yang benar ini, lalu saya dipecat," terang Sudana hampir serupa dengan pernyataan Sukaja beberapa hari lalu.
Sudana menyebut, penjungkiran Sukaja dari cabup PDIP adalah bentuk pola politik tak beradab. Karena, Sukaja yang sudah jelas-jelas mendapat rekomendasi, tanpa salah dan tanpa dasar apapun ditendang begitu saja.
Tak hanya membela Sukaja, Sudana juga menyindir kempimpinan N. Adi Wiryatama sebagai bupati Tabanan dua kali periode alias 10 tahun ini. Dia mengaku sudah mengevaluasi bahwa tidak ada perubahan yang berarti selama bapak Eka Wiryastuti itu menjabat sebagai orang nomor satu di daerah Lumbung Beras ini.
"Dalam 10 tahun ini, apa yang sudah dilakukan Adi Wiryatama untuk membangun Tabanan?" sergah Sudana langsung dijawab massa dengan teriakan, ''Belum ada".
Yang jelas, Sudana menegaskan bahwa pihaknya akan ke Jakarta dalam waktu dua hari lagi untuk menemui Megawati dan meminta penjelasan mengapa sampai turunnya rekomendasi jilid II. Dan apapula yang mendasari ditendangnya Sukaja dari posisi cabup, dan digantikan Eka-Sanjaya.
Mendapat penjelasan dari Sudana, massa sepertinya sedikit puas. Sudana turun dari ''panggung" orasinya, dan massa membubarkan diri secara berangsur-angsur. Tapi, ternyata massa tidak langsung pulang ke "kandang". Ribuan massa dengan baleganjur-nya malah menggerudug kantor bupati di Jalan Pahlawan. Beruntung, polisi sigap, dan membuat pagar betis di bebrapa mulut pintu gerbang kantor tempat Adi Wiryatama bekerja itu.
Massa hanya berorasi mengelilingi kantor bupati. Dan akhirnya semua bentuk aksi mereka disudahi. Massa balik ke rumah dengan meninggalkan kondisi Tabanan yang tetap aman dan damai.
DPC PDIP Tabanan sendiri bergerak cepat setelah datangnya ribuan massa pendukung Sukaja. Sekitar dua jam, mereka rapat diikuti juga oleh ketua dan sekretaris Dewan Pertimbangan Cabang (Depercab) PDIP Tabanan, masing-masing IGG Putra Wirasana dan Wayan Gunadi. Hasil rapat itu menyetujui bahwa mereka akan berangkat Selasa (19/1) siang ini ke Jakarta. Dan sekitar Rabu (20/1) siang bertemu dengan Megawati.
Terkait jumlah pengurus DPC PDIP, Wakil Bapilu IGM Suryantha Putra menyatakan bahwa jumlahnya sebanyak 15 orang. Namun, yang aktif 13 orang, lantaran satu orang sudah dipecat karena indisipliner, dan satu lagi perempuan sedang hamil sehingga dipastikan tidak bisa ikut.
"Semua harus ikut. Kalau tidak punya uang, cabang yang belikan tiket," tegas Sena, panggilan Suryantha.
Jalan By Pass Diblokir
Demonstrasi sekitar 2000-an massa pendukung Wayan Sukaja menyisakan cerita lain. Di mana, jalan utama Denpasar-Gilimanuk, tepatnya yang melintas di Jalan By Pass Kediri-Terminal Pesiapan diblokir massa . Puluhan truk, mobil, dan ratusan sepeda motor diparkir di seluruh badan jalan. Tak pelak, tidak ada satupun kendaraan umum yang melewati jalur padat ini.
Di bawah kendali Kapolres Tabanan AA Made Sudana, polisi memang cukup sukses sehingga demonstrasi berjalan aman dan damai tanpa rusuh sedikitpun. Meski demikian, polisi harus mengalah dengan kemauan pendemo. Yakni badan jalan By Pass yang dijadikan parkir. Polisi mengalah dan mengalihkan seluruh kendaraan yang datang dari arah Denpasar atau Gilimanuk ke dalam Kota Tabanan.
Pemblokiran berlangsung sekitar satu jam. Sesuai dengan aksi massa pendukung Sukaja ini. Sekitar pukul 12.00, jalur By Pass ini akhirnya dibuka kembali untuk umum, dan lalu lintas kembali lancar.
"Mohon maaf kalau jalan By Pass itu diblokir. Itu hanya bukti kecintaan kita kepada Sukaja," tandas salah satu pendemo Nyoman Sukarca yang juga ketua PAC Penebel saat tampil dalam orasinya di atas mobil Jeep Willis di depan sekretariat DPC PDIP Tabanan.
Kapolres AA Made Sudana saat ditanya wartawan terkait jumlah personel yang diterjunkan dalam pengamanan demo tersebut sebanyak 500 orang. Terdiri atas Dalmas, lalulintas, Reskrim, Intelkam, juga bantuan satu SSK (satuan setingkat kompi) Brimobda Bali atau sekitar 100 personel.
"Saya sudah mempertimbangkan jumlah massa dan kekuatan personel saya. Saya yakin masyarakat Tabanan tidak anarkis," tandas Kapolres Made Sudana yang "dijenguk" Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Gede Sugianyar.
Di luar demonstrasi ini, ternyata bakar-bakaran posko PDIP terus berlanjut. Bila Minggu (17/1) lalu berlangsung di empat desa di Marga, tiga desa di Kediri , lantas kantor PAC Selemadeg Barat, dan satu desa di Tabanan, kemarin (18/1) kembali terulang. Yakni posko di Desa Gubug, Tabanan.
Posko itu dirusak, dihancurkan, kemudian dibakar oleh puluhan massa yang marah dengan munculnya rekomendasi jilid II yang memkaetkan Eka Wiryastuti dan Sanjaya sebagai cabup-cawabup dari PDIP sekaligus menggusur Sukaja dari posisi cabup. Sejumlah simbol dan atribut partai, seperti bendera, juga ikut dibumihanguskan. (yor)
Penghancuran Posko Berlanjut Kemarin
Kubu Eka-Jaya Sembahyang
PADA waktu bersamaan, di tengah panasnya demo pendukung Sukaja, kubu Ni Putu Eka Wiryatstuti dan Komang Sanjaya memilih jalan lain. Mereka menggelar persembahyangan bersama dengan melibatkan sedikitnya seribu orang di Pura Luhur Batukaru, Penebel, Tabanan, kemarin (18/1). Paket ini malah didampingi sejumlah anggota DPRD Tabanan.
Di antaranya Ketua DPRD Tabanan Ketut Suryadi, Ketua FPDIP Made Dirga, anggota dewan Wayan Sarjana, dan puluhan anggota dewan lainnya. Selain itu pula, sejumlah pengurus PAC dan ranting se-Kabupaten datang ikut dalam acara ini.
Tak seperti layaknya persembahyangan, ternyata bau politiknya masih kental. Buktinya, di sekitaran pura tersebut terdapat beberapa spanduk. Di antaranya, bertuliskan, ''Eka-Jaya Metaksu" dan ''Eka-Jaya Merakyat".
Selesai bersembahyang, langsung mesimakrama di wantilan pura itu. Ketua Mahagotra Pasek Sanak Sapta Rsi (MGPSSR) Kabupaten Tabanan Wayan Tontra yang ikut dalam simakrama itu menyatakan bahwa sudah selayaknya wanita mendapat peran dalam kancah politik. Pasalnya, undang-undang mengisyaratkan kuota 30 persen wanita di arena politik.
Dalam simakrama itu pula, Ketut Suryadi menyatakan untuk menyikapi ketidakpuasan beberapa pihak tentang rekomendasi jilid II ini, dia yakin dengan pendekatan, rasa cinta kasih, dan rasa persaudaraan, maka proses ini akan terlewati. Menurut dia, keputusan DPP sudah tegas dan tepat dan kader partai harus siap untuk mengamankan. Beberapa kali, massa meneriakkan yel-yel "Eka-Jaya metaksu. Pasti menang".
Di tengah itu, mereka juga menyayangkan adanya perusakan posko PDIP oleh oknum yang tidak puas. Apalagi sampai membakar foto Megawati.
Dikonfirmasi usai acara persembahyangan Eka mengatakan, dirinya bersama Sanjaya sengaja menggelar persembahyangan bersama dengan melibatkan banyak masyarakat untuk menciptakan Tabanan yang kondusif. ''Karena menjaga kondusifitas merupakan tanggungjawab semua masyarakat Tabanan," tandas srikandi PDIP ini.
Dengan kondusifnya Tabanan, lanjut Eka, maka diharapkan PDIP bisa memenangkan pertarungan dalam Pilkada Tabanan 2010 mendatang. (yor)
--
'The greatest event of our age is the meeting of cultures, meeting of civilizations, meeting of different points of view, making us understand that we should not adhere to any one kind of single faith, but respect diversity of belief. That is what we should attempt to do. The iron curtain, so to say, which divided one culture from another, has broken down. It is good that we recognize and emphasize the need of man to regard other people, their cultures, their beliefs etc. to be more or less on the same level as our own cultures and our own civilizations. It is not a sign of weakening faith; it is a sign of increasing maturity. If man is unable to look upon other people's cultures with sympathy and if he is not able to co-operate with them, then it only shows immaturity on the part of the human individual. We need co-operation, not conflict. It requires great courage in such difficult days as the present to speak of peace and co-operation. It is more easy to talk of enemies, of conflict and war. We should try to resist that temptation. Our attempt should always be to co-operate, to bring together people, to establish friendship and have some kind of a right world in which we can live together in happiness, harmony and friendship. Let us therefore realize that this increasing maturity should express itself in this capacity to understand what other points of view are'.
-Professor Sarvepalli Radhakrishnan, philosopher, President of India, his speech for the inauguration of the The Indian Institute of Advanced Study on 20 October 1965. http://www.iias.org/
__._,_.___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar