Minggu, 23 November 2008

[bali-bali] Tentang mendidik anak

Halo Rekans,

Ada seorang sahabat yang membutuhkan kawan curhat, Bagi yang tidak berkeberatan ditunggu komentar, saran dan wejangannya di link berikut, terimakasih buat Pak Moderator:

http://cyberdharma.net/v1/index.php?option=com_content&view=article&id=133:tentang-mendidik-anak&catid=6:mbah-kakung

Om Swastyastu, mbah Kakung dan rekan-rekan sedarma yang saya banggakan.
Perkenalkan nama saya Bud seorang pegawai swasta dan tinggal di kota Kembang. Dari hasil kerja keras akhirnya saya mencapai karir yang cukup baik di perusahaan, namun waktu saya pun semakin sempit untuk bersama keluarga, bahkan dua tahun belakangan ini saya lebih banyak berada di luar negeri. Saya termasuk golongan yang telat kawin (TeKa), karena di usia 30 tahun barulah memiliki keberanian untuk mepersunting pacar saya. Kami merupakan alumnus dari kampus yang sama di kota Kembang dan istri saya lebih muda 2 tahun. Istri masuk Hindu saat kami menikah dan akibat TeKa, putri bungsu (anak ketiga) kami baru berusia empat tahun padahal saya sendiri sudah berusia 43 tahun, ada kekhawatiran saat saya sudah tidak produktif si bungsu belum mandiri.

Beberapa minggu lalu saat berada di Indonesia saya menyempatkan untuk bersama keluarga. Kehangatan dan kebanggaan begitu besar saya rasakan, setimpal dengan keringat yang mengucur. Namun ada hal kecil yang terjadi dikebersamaan kami yang justru membuat saya sulit tidur dan cenderung merasa bersalah. Saat itu sore menjelang malam setelah makan malam bersama, putra sulung yang duduk di bangku SMP kembali melanjutkan kegemarannya bermain PlayStation. Sudah dua kali saya memintanya untuk menghentikan sejenak game-nya dan melakukan Trisandya. Karena tidak diindahkan, saya pun menegurnya lagi dengan nada yang cukup keras. Dengan nada kesal ia mematikan gamenya sambil berkata "papa bisa ngomong aja, ngelakuin juga nggak". Saya cukup tertegun mendengar ucapan putra kebangaan saya itu.

Bagaimana ia bisa mengucapkan kata-kata tadi, apakah ada yang salah dari cara kami mendidiknya, apakah ada yang kurang dari kasih sayang kami. Berbagai pertanyaan muncul di pikiran saya. Jika saat ini saja ia sudah berani berkata demikian, bagaimana nanti. Harus saya akui bahwa saya jarang mengerjakan Trisandya, karena kesibukan saya pun memang jarang membawanya ke Pura dan berkenalan dengan keluarga Hindu lainnya. Saya merasa di telanjangi oleh darah daging sendiri, tetapi saya juga merasa tidak tepat kalau memarahinya. " Tahukan kamu nak, papa bekerja banting tulang agar kalian bisa sekolah, bisa menikmati makanan begizi dan kebutuhan kalian bisa tercukupi semuanya" gumamku dalam hati.

Mbah Kakung dan rekan-rekan sedarma yang saya banggakan, mohon tanggapan, saran serta sharingnya. Apakah ada yang salah dari cara kami mendidik anak, apa ada yang salah dari cara kami memberikan perhatian dan kasih sayang?

Om Santi santi santi Om

Note: Terimakasih telah memuat keluh kesah ini. Juga terimakasih atas photo-photonya, jadi salah satu obat kangen saat ada di luar negeri __._,_.___

Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Tidak ada komentar: