Senin, 21 Maret 2011

Re: [bali-bali] Re: FW: Yes to GAMBARU



keren banged nih..
rockin ur day, gambaru japan, and me!

soal dompet-lagu ebiet-tangisan ini juga ramai dibincangkan di milis2 jurnalisme.. membandingkan live gempa jepang dan bencana di indonesia.. tapi soal gambaru ini agaknya baru saya baca.

perumpamaan pak agung di bawah juga layak disebarkan.

arigato

2011/3/22 Agung Pindha <agungpindha@yahoo.com>
 


satu pasang tangan yang bekerja , lebih berguna dari seribu tangan yang dicakupkan untuk berdoa,,,,,

shanti , ohio gosaimasu.



--- In bali-bali@yahoogroups.com, "Asana Viebeke Lengkong" <asanasw@...> wrote:
>
> Memang agak panjang, tapi baik sekali untuk dibaca.
>
>
>
> dari milis tetangga, could be usefull.
> Salam "gambaru" !!!
>
>
>
> Viebeke
>
>
>
>
>
>
>
>
> Ditulis oleh seorang mahasiswi yg tinggal Jepang:--- ---------Say YES to
> GAMBARU!
>
> By Rouli Esther Pasaribu
>
> Terus terang aja, satu kata yang bener2 bikin muak jiwa raga setelah tiba di
> Jepang dua tahun lalu adalah : GAMBARU alias berjuang mati-matian sampai
> titik darah penghabisan. Muak abis, sumpah, karena tiap kali bimbingan sama
> prof, kata-kata penutup selalu : motto gambattekudasai (ayo berjuang lebih
> lagi), taihen dakedo, isshoni gambarimashoo (saya tau ini sulit, tapi ayo
> berjuang bersama-sama) , motto motto kenkyuu shitekudasai (ayo bikin
> penelitian lebih dan lebih lagi).
>
> Sampai rasanya pingin ngomong, apa ngga ada kosa kata lain selain GAMBARU?
> apaan kek gitu, yang penting bukan gambaru.
>
>
>
> Gambaru itu bukan hanya sekadar berjuang2 cemen gitu2 aja, yang kalo males
> atau ketemu banyak rintangan, ya udahlah ya...berhenti aja deh.
>
> Menurut kamus bahasa jepang sih, gambaru itu artinya : "doko made mo nintai
> shite doryoku suru" (bertahan sampai kemana pun juga dan berusaha
> abis-abisan)
>
> Gambaru itu sendiri, terdiri dari dua karakter yaitu karakter "keras" dan
> "mengencangkan". Jadi image yang bisa didapat dari paduan karakter ini
> adalah "mau sesusah apapun itu persoalan yang dihadapi, kita mesti keras dan
> terus mengencangkan diri sendiri, agar kita bisa menang atas persoalan tu"
> (maksudnya jangan manja, tapi anggap semua persoalan itu adalah sebuah
> kewajaran dalam hidup, namanya hidup emang pada dasarnya susah, jadi jangan
> ngarep gampang, persoalan hidup hanya bisa dihadapi dengan gambaru, titik.).
>
>
> Terus terang aja, dua tahun gw di jepang, dua tahun juga gw ngga ngerti,
> kenapa orang2 jepang ini menjadikan gambaru sebagai falsafah hidupnya.
>
> Bahkan anak umur 3 tahun kayak Joanna pun udah disuruh gambaru di sekolah
> nya, kayak pake baju di musim dingin mesti yang tipis2 biar ngga manja
> terhadap cuaca dingin, di dalam sekolah ngga boleh pakai kaos kaki karena
> kalo telapak kaki langsung kena lantai itu baik untuk kesehatan, sakit2
> dikit cuma ingus meler2 atau demam 37 derajat mah ngga usah bolos sekolah,
> tetap dihimbau masuk dari pagi sampai sore, dengan alasan, anak akan kuat
> menghadapi penyakit jika ia melawan penyakitnya itu sendiri.
>
> Akibatnya, kalo naik sepeda ditanjakan sambil bonceng Joanna, dan gw ngos2an
> kecapean, otomatis Joanna ngomong : Mama, gambare! mama faitoooo! (mama ayo
> berjuang, mama ayo fight!).
>
> Pokoknya jangan manja sama masalah deh, gambaru sampe titik darah
> penghabisan it's a must!
>
> Gw bener2 baru mulai sedikit mengerti mengapa gambaru ini penting banget
> dalam hidup, adalah setelah terjadi tsunami dan gempa bumi dengan kekuatan
> 9.0 di jepang bagian timur.
>
> Gw tau, bencana alam di indonesia seperti tsunami di aceh, nias dan
> sekitarnya, gempa bumi di padang, letusan gunung merapi....juga bukanlah hal
> yang gampang untuk dihadapi.
>
> Tapi, tsunami dan gempa bumi di jepang kali ini, jauuuuuh lebih parah dari
> semuanya itu. Bahkan, ini adalah gempa bumi dan tsunami terparah dan
> terbesar di dunia.
>
> Wajaaaaaaar banget kalo kemudian pemerintah dan masyarakat jepang panik
> kebingungan karena bencana ini.
>
> Wajaaaaar banget kalo mereka kemudian mulai ngerasa galau, nangis2, ga tau
> mesti ngapain.
>
> Bahkan untuk skala bencana sebesar ini, rasanya bisa "dimaafkan" jika
> stasiun-stasiun TV memasang sedikit musik latar ala lagu-lagu ebiet dan
> membuat video klip tangisan anak negeri yang berisi wajah-wajah korban
> bencana yang penuh kepiluan dan tatapan kosong tak punya harapan.
>
> Bagaimana tidak, tsunami dan gempa bumi ini benar-benar menyapu habis
> seluruh kehidupan yang mereka miliki.
>
> Sangat wajar jika kemudian mereka tidak punya harapan. Tapi apa yang terjadi
> pasca bencana mengerikan ini? Dari hari pertama bencana,
>
> gw nyetel TV dan nungguin lagu-lagu ala ebiet diputar di stasiun TV.
> Nyari-nyari juga di mana rekening dompet bencana alam. Video klip tangisan
> anak negeri juga gw tunggu2in.
>
> Tiga unsur itu (lagu ala ebiet, rekening dompet bencana, video klip tangisan
> anak negeri), sama sekali ngga disiarkan di TV. Jadi yang ada apaan dong?
> Ini yang gw lihat di stasiun2 TV :
>
> 1. Peringatan pemerintah agar setiap warga tetap waspada
>
> 2. Himbauan pemerintah agar seluruh warga jepang bahu membahu menghadapi
>
> bencana (termasuk permintaan untuk menghemat listrik agar warga di
> wilayah
>
> tokyo dan tohoku ngga lama-lama terkena mati lampu)
>
> 3. Permintaan maaf dari pemerintah karena terpaksa harus melakukan
>
> pemadaman listrik terencana
>
> 4. Tips-tips menghadapi bencana alam
>
> 5. nomor telepon call centre bencana alam yang bisa dihubungi 24 jam
>
> 6. Pengiriman tim SAR dari setiap perfektur menuju daerah-daerah yang
> terkena
>
> bencana
>
> 7. Potret warga dan pemerintah yang bahu membahu menyelamatkan warga
>
> yang terkena bencana (sumpah sigap banget, nyawa di jepang benar-benar
>
> bernilai banget harganya)
>
> 8. Pengobaran semangat dari pemerintah yang dibawakan dengan gaya tenang
>
> dan tidak emosional : mari berjuang sama-sama menghadapi bencana, mari
>
> kita hadapi (government official pake kata norikoeru, yang kalo
> diterjemahkan
>
> secara harafiah : menaiki dan melewati) dengan sepenuh hati
>
> 9. Potret para warga yang terkena bencana, yang saling menyemangati :*ada
> yang
>
> nyari istrinya, belum ketemu2, mukanya udah galau banget, tapi tetap
> tenang
>
> dan ngga emosional, disemangati nenek2 yang ada di tempat pengungsian :
>
> gambatte sagasoo! kitto mitsukaru kara.
>
> Akiramenai de (ayo kita berjuang cari istri kamu. Pasti ketemu. Jangan
>
> menyerah)
>
> *Tulisan di twitter : ini gempa terbesar sepanjang sejarah. Karena itu, kita
> mesti memberikan usaha dan cinta terbesar untuk dapat melewati bencana ini;
>
> Gelap sekali di Sendai, lalu ada satu titik bintang terlihat terang. Itu
> bintang yang sangat indah.
>
> Warga Sendai, lihatlah ke atas. Sebagai orang Indonesia yang tidak pernah
> melihat cara penanganan bencana ala gambaru kayak gini, gw bener-bener
> merasa malu dan di saat yang bersamaan : kagum dan hormat banget sama warga
> dan pemerintah Jepang. Ini negeri yang luar biasa, negeri yang sumber daya
> alamnya terbatas banget, negeri yang alamnya keras, tapi bisa maju luar
> biasa dan punya mental sekuat baja, karena : falsafah gambaru-nya itu.
>
> Bisa dibilang, orang-orang jepang ini ngga punya apa-apa selain GAMBARU.
> Dan, gambaru udah lebih dari cukup untuk menghadapi segala persoalan dalam
> hidup. Bener banget, kita mesti berdoa, kita mesti pasrah sama Tuhan.
>
> Hanya, mental yang apa-apa "nyalahin" Tuhan, bilang2 ini semua kehendakNya,
> Tuhan marah pada umatNya, Tuhan marah melalui alam maka tanyalah pada rumput
> yang bergoyang... ..I guarantee you 100 percent, selama masih mental ini
> yang berdiam di dalam diri kita, sampai kiamat sekalipun, gw rasa bangsa
> kita ngga akan bisa maju.
>
> Kalau ditilik lebih jauh, "menyalahkan" Tuhan atas semua bencana dan
> persoalan hidup, sebenarnya adalah kata lain dari ngga berani
> bertanggungjawab terhadap hidup yang dianugerahkan Sang Pemilik Hidup. Jika
> diperjelas lagi, ngga berani bertanggungjawab itu maksudnya : lari dari
> masalah, ngga mau ngadepin masalah, main salah2an, ngga mau berjuang dan
> baru ketemu sedikit rintangan aja udah nangis manja.
>
> Kira-kira setahun yang lalu, ada sanak keluarga yang mempertanyakan, untuk
> apa gw menuntut ilmu di Jepang. Ngapain ke Jepang, ngga ada gunanya, kalo
> mau S2 atau S3 mah, ya di eropa atau amerika sekalian, kalo di Jepang mah
> nanggung. Begitulah kata beliau. Sempat terpikir juga akan perkataannya itu,
> iya ya, kalo mau go international ya mestinya ke amrik atau eropa sekalian,
> bukannya jepang ini. Toh sama-sama asia, negeri kecil pula dan kalo ga bisa
> bahasa jepang, ngga akan bisa survive di sini.
>
> Sampai sempat nyesal juga,kenapa gw ngedaleminnya sastra jepang dan bukan
> sastra inggris atau sastra barat lainnya. Tapi sekarang, gw bisa bilang
> dengan yakin sama sanak keluarga yang menyatakan ngga ada gunanya gw nuntut
> ilmu di jepang. Pernyataan beliau adalah salah sepenuhnya. Mental gambaru
> itu yang paling megang adalah jepang.
>
> Dan menjadikan mental gambaru sebagai way of life adalah lebih berharga
> daripada go international dan sejenisnya itu. Benar, sastra jepang, gender
> dan sejenisnya itu, bisa dipelajari di mana saja. Tapi, semangat juang dan
> mental untuk tetap berjuang abis-abisan biar udah ngga ada jalan, gw rasa,
> salah satu tempat yang ideal untuk memahami semua itu adalah di jepang. Dan
> gw bersyukur ada di sini, saat ini.
>
> Maka, mulai hari ini, jika gw mendengar kata gambaru, entah di kampus, di
> mall, di iklan-iklan TV, di supermarket, di sekolahnya joanna atau di mana
> pun itu, gw tidak akan lagi merasa muak jiwa raga.
>
> Sebaliknya, gw akan berucap dengan rendah hati : Indonesia jin no watashi ni
> gambaru no seishin to imi wo oshietekudasatte, kokoro kara kansha
> itashimasu. Nihon jin no minasan no yoo ni, gambaru seishin wo mi ni
> tsukeraremasu yoo ni, hibi gambatteikitai to omoimasu. (Saya ucapkan terima
> kasih dari dasar hati saya karena telah mengajarkan arti dan mental gambaru
> bagi saya, seorang Indonesia. Saya akan berjuang tiap hari, agar mental
> gambaru merasuk dalam diri saya, seperti kalian semuanya, orang-orang
> Jepang). Say YES to GAMBARU!
>
>
>
>
> --
> - Laksmi K. Satrio -
>
>
>
>
> --
> - Laksmi K. Satrio -
>




--
Luh De Suriyani
http://luhde.nawalapatra.com



__._,_.___


Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Tidak ada komentar: