Bali justru menarik karena tataran sawahnya , dan adat istiadatnya yang juga dilaksanakan oleh petani petani Bali.
Paginya bertani , malamnya megambel dan nari atau ngecak.
shanti , beeeh.. kalau yang begini mimpin APINDO , kenken gumi dadine wih..
--- In bali-bali@yahoogroups.com, "Asana Viebeke Lengkong" <asanasw@...> wrote:
>
>
> Jumat, 25 Februari 2011
>
>
> Sesat Pikir Tanah dan Pertanian Bali
>
>
> (Tanggapan atas sikap Apindo Bali)
>
>
>
> Oleh
>
>
>
> Agung Wardana
>
>
>
>
>
> Kondisi dilema memang tengah dihadapi masyarakat Bali. Antara mempertahankan
> kondisi pertanian Bali (bahkan meningkatkannya), dengan mendukung perluasan
> industri pariwisata yang semakin lama semakin rakus. Dalam kondisi dilema
> ini, Panundiana Khun, Ketua APINDO Bali, sebagaimana diberikan oleh sebuah
> media online (BB, 15/02/11), menyatakan bahwa pertanian tidak cocok di Bali
> dan mengusulkan agar pemerintah melaksanakan program transmigrasi bagi para
> petani Bali.
>
>
>
> Sikap Bapak Panundiana Khun ini, entah atas nama pribadi ataupun mewakili
> organisasi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Bali, nampaknya mendapat
> respon beragam di dunia maya. Namun demikian, pertama, masyarakat Bali perlu
> angkat topi atas kelugasan beliau untuk memberikan gagasan dan solusi atas
> dilema. Kedua, bahwa dengan pernyataan tegas kepada publik tersebut, saat
> ini menjadi semakin jelas siapa dan kelompok mana yang berpotensi menghambat
> perbaikan sektor pertanian di Bali.
>
>
>
> Ketiga, sebagai kelompok kapitalis yang berkepentingan untuk mendapatkan
> lahan dalam ranga melakukan ekspansi modal dan akumulasi keuntungan, sikap
> beliau tersebut adalah sebuah kewajaran. Namun cara pandang yang lain
> semestinya juga tidak begitu saja boleh dinegasikan melainkan cara pandang
> lain juga harus mendapat porsi yang sama untuk dipahami publik.
>
>
>
> Dengan demikian tulisan ini bermaksud untuk mengurai cara pandang lain dan
> sekaligus juga merespon kesesatan berpikir yang disampaikan oleh beliau.
> Adapun premis-premis yang bisa ditarik dari argumentasi tersebut adalah:
>
>
>
> 1. Tanah Sebagai Sumber Daya Alam Semata
>
> Lewat pernyataannya, sepertinya Apindo Bali hanya melihat tanah (lahan)
> sebagai sumber daya alam semata (kapital). Sehingga asumsi mereka tanah
> sepenuhnya tunduk pada hukum-hukum ekonomi pasar dengan prinsip utama: siapa
> yang memiliki uang untuk membeli maka ia memiliki hak mutlak atas lahan
> tersebut.
>
>
>
> Pandangan ini jelas ahistoris dan bias ekonomistik. Pertama, pandangan ini
> ahistoris karena melupakan sejarah bahwa begitu banyak pengorbanan dilakukan
> untuk mempertahankan sejengkal tanah yang coba dirampas oleh pihak lain,
> misalnya kolonial, negara maupun investor. Mari kita belajar bersama dari
> kasus-kasus seperti perjuangan melawan kolonial, melawan proyek BNR, proyek
> Selasih atau Pecatu, hingga kasus pembantaain massal 1965-1966 dimana tanah
> menjadi salah satu pemicu konflik yang terpenting.
>
>
>
> Kedua, pandangan ini sangat bias ekonomistik karena menurut Undang-Undang
> Pokok Agraria (UUPA) 1960 tanah memiliki fungsi yang tidak semata-mata
> sebagai kapital tapi juga berfungsi sosial dan bernilai religius-magis.
> Artinya, tanah menjadi ruang hidup dan landasan untuk membangun relasi
> sosial-ekologi manusia dan alam yang diatasnya. Selain itu, hubungan manusia
> dengan tanah juga terkadang merupakan relasi spiritual seperti misalnya cara
> pandang tradisional yang melihat tanah sebagai 'Ibu Pertiwi" yang
> melindungi, memelihara, dan menghidupi para sentana-nya.
>
>
>
> 2. Pertanian Hanya Merupakan Corak Produksi
>
> Di mata kaum industrialis, pertanian dilihat hanya sebagai sebuah corak
> produksi untuk menghasilkan pangan yang diperdagangkan (kegiatan ekonomi).
> Dalam hal ini Bapak Panundiana Khun menegasikan fakta bahwa bahwa banyak
> petani yang memproduksi pangan untuk makanan mereka sendiri (subsisten).
>
>
>
> Hal yang terpenting lagi, bertani bukanlah semata kegiatan ekonomi bagi para
> petani Bali tetapi sebuah praktek spiritual yang sarat makna dan ritual.
> Selain itu, kegiatan pertanian tradisional juga merupakan praktek untuk
> menyeimbangkan ekologi. Misalnya, irigasi tradisional dengan menggunakan
> parit-parit lahan basah, merupakan kearifan traditional yang mampu
> mengurangi resiko banjar akibat run-off air hujan.
>
>
>
> Keanekaragaman hayati juga dipertahankan dalam praktek pertanian tradisional
> ini. Sehingga dapat mendukung produksi dan diversifikasi pangan, serta
> menyediakan layanan yang lain seperti obat-obatan. Jelas sekali bahwa,
> pertanian bukan saja kegiatan ekonomi semata, tetapi pertanian juga
> merupakan corak kehidupan rakyat kecil dan merupakan kerja pelayanan bagi
> keseimbangan alam dan kehidupan yang sudah sepatutnya mendapatkan
> penghormatan dari semua orang yang perlu makan.
>
>
>
> 3. Menjawab Akar Permasalahan Hancurnya Sendi Pertanian Bali
>
> Nampaknya sikap yang disampaikan Apindo Bali bahwa lahan di Bali sudah tidak
> mampu lagi untuk dikembangkan untuk pertanian sehingga petani Bali harus
> transmigrasi merupakan tawaran solusi yang prematur. Bagi para industrialis
> akar permasalahan pertanian menjadi tidak relevan untuk dibicarakan karena
> mereka membutuhkan solusi pragmatis dalam mengejar keuntungan secepat
> mungkin.
>
>
>
> Mereka ini ingin menutup mata terhadap akar permasalahan hancurnya sendi
> pertanian Bali. Bagi orang yang mendapatkan informasi utuh atas kondisi
> Bali, akan dengan mudah menunjuk bahwa kerakusan industri pariwisata adalah
> salah satu akar masalah ini. Memang juga harus diakui bahwa lemahnya
> keberpihakan politik terhadap pertanian juga menjadi hal yang penting. Namun
> sikap meng-anak-emas-kan industri pariwisata dan menelantarkan pertanian
> diambil para politisi merefleksikan pandangan politisi melihat industri
> pariwisata yang dapat menjadi pundi-pundi dana untuk berkuasa.
>
>
>
> 4. Simplifikasi Persoalan Transmigrasi
>
> Bapak Panundiana Khun menawarkan solusi untuk pemberlakukan program
> transmigrasi bagi para petani, misalnya ke Kalimantan. Sepertinya, logika
> model Orde Baru masih kental dalam solusi ini, yang melihat bahwa dengan
> program transmigrasi permasalahan lahan ini bisa terselesaikan. Jika beliau
> memahami kompleksitas permasalahan transmigrasi di negeri ini, mungkin
> beliau akan lebih hati-hati dalam menawarkan solusi ini.
>
>
>
> Transmigrasi tidak menyelesaikan permasalahan lahan dan malah memparah
> kusutnya permasalahan transmigrasi. Pertama, transmigrasi berarti
> memindahkan satu permasalahan di Bali ke tempat transmigrasi. Hal ini karena
> sering kali lahan yang disediakan untuk bertani di kawasan transmigrasi
> adalah hutan atau gambut, yang memiliki fungsi ekologis bagi kawasan
> setempat. Selanjutnya, sering kali terjadi tensi ataupun konflik antara
> transmigran dengan penduduk lokal akibat kecemburuan sosial.
>
>
>
> Kedua, dengan transmigrasi, berarti masyarakat Bali sedang 'membuang'
> warga-nya yang miskin dan tidak mampu bertahan ditengah kompetisi yang
> semakin menggila di Bali. Ironisnya, disisi yang lain, masyarakat Bali
> (terutama para pengusaha dan penguasa) justru mengundang jutaan turis, orang
> kaya, maupun ekspatriat, untuk menetap di Bali. Pertanyaannya, apakah hal
> ini sebuah tindakan yang etis dan bermoral? Bukankan seharusnya kita yang
> membela warga Bali yang sedang dimarjinalkan oleh ketidakadilan pariwisata
> ini?
>
>
>
> Dengan uraian diatas, bahwa jelas premis-premis yang diungkapkan oleh Bapak
> Panundiana Khun, atas nama pribadi atau organisasi, sangat lemah dan tidak
> etis untuk diikuti. Karena premis tersebut justru akan mempercepat
> kehancuran Bali secara sosial, ekonomi dan ekologi.
>
>
>
> Tentu kita tidak ingin kehancuran tersebut terjadi dan kita juga tidak ingin
> melihat Bali semata-mata dijadikan taman bermain kelompok berduit dan
> koloni-koloni para turis. Sedangkan kita yang miskin semakin terpinggirkan
> dan ingin dibuang dari pertiwi sendiri, dengan agenda agar kemiskinan tidak
> merusak pemandangan para turis tersebut yang sedang bermain-main di pulau
> yang disebut surga ini.
>
>
>
> Penulis, Aktivis Lingkungan
>
> Sedang Belajar di Inggris
>
> Diposkan oleh Agung Wardana di 04:50
> <http://www.agungwardana.com/2011/02/sesat-pikir-tanah-dan-pertanian-bali.ht
> ml>
> <http://www.blogger.com/email-post.g?blogID=101569027729598537&postID=541824
> 9110537038442> http://img1.blogblog.com/img/icon18_email.gif
> <http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=101569027729598537&postID=5418249
> 110537038442> http://img2.blogblog.com/img/icon18_edit_allbkg.gif
>
------------------------------------
Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/bali-bali/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/bali-bali/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
bali-bali-digest@yahoogroups.com
bali-bali-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
bali-bali-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar