Senin, 31 Januari 2011

Re: [bali-bali] Re: Keprihatinan Saya Orang Tua



G**u kencing berdiri, P*l*s* kencing berlari, murid terkencing-kencing...
Ditunggu temen-temen penggiat hukum untuk berpartisipasi...

Probo

--- Pada Sel, 1/2/11, SUDI / Mr <baliesia@gmail.com> menulis:

Dari: SUDI / Mr <baliesia@gmail.com>
Judul: Re: [bali-bali] Re: Keprihatinan Saya Orang Tua
Kepada: bali-bali@yahoogroups.com
Tanggal: Selasa, 1 Februari, 2011, 11:47 AM

 

Gila........................
guru gila...

oknum polisi juga stres ya..........kelihatan polisi cari uang damai ya ? jangan2 pemukul itu anak pejabat sehigga polisi nggak mau selidiki, dan kepala sekolah juga takuttt......


cari aja oknum pemukulnya ?


selanjutnya lapor ke desa adat pak,


salam

SUDI
LEmbongan
===================

On 1/31/2011 5:27 PM, ale_lino wrote:

 

Om Swastyastu,
Dear pak Komang, saya ikut prihatin atas musibah yang menimpa putri bapak. Sebaiknya memang lapor ke polisi, biar sekolah maupun anak-anak yang bandel itu mendapat pelajaran (kalau polisinya serius menangani). Jaman sekarang kok masih ada preman di sekolah ya.

Saya jadi ingat film My Name Is Khan, yang anaknya sampai meninggal karena dihajar temannya. Akhirnya polisi menangkap teman yang mengeroyoknya. Moga aja polisi kita seperti yang di film itu, hehe. Saya agak pesimis dengan citra kepolisian saat ini..:(.

Btw, selamat berjuang. Jangan mau berdamai dengan sekolah, bila perlu tulis aja di koran mengenai sekolahnya itu. Guru-gurunya sudah tidak memikirkan moralitas murid-miridnya. Bila perlu putra-putri bapak dipindahkan aja ke sekolah lain. Sekolah tidak menjamin keberhasilan seseorang. Semoga putri bapak lekas pulih.

Salam,
I Wayan Warmada
Yogyakarta

--- In bali-bali@yahoogroups.com, "Gunita" <kgunita@...> wrote:
>
> Dear, Semua
>
>
> Nama Saya I Komang Gunita
> Dalam kebingungan saya menghadapi situasi yang saya hadapi kini, mencoba
> sampaikan kepada teman - teman sekalian berharap dapat membantu saya
> menemukan jalan keluar yang seadilnya.
>
> Saya Memiliki Seorang Putri dan dua orang Putra
> Putri saya sekarang duduk di kelas XI IPA SMAN I Amlapura, Pada Hari senen,
> 10 Januari 2011 selepas Upacara yang kurang lebih pukul 08.30 wita anak saya
> dan temannya bermaksud masuk keruang kelas, tetapi sebelum sampai pintu
> masuk kelas, anak saya melihat ada kakak kelas duduk- duduk di kebun didepan
> kelas anak saya. Kemudian salah seorang murid yang duduk-duduk itu sengaja
> didorong ke arah anak saya dan anak yang didorong kearah anak saya dengan
> ditekukkan tangannya oleh teman yang satunya lagi dibantingkan ke hulu hati
> anak saya. Anak saya masih sempat mendengar ejekan yang ditujukan kepadanya
> dan salah seorang temannya yang duduk-duduk berujar eh lessy kamu kok tega
> amat gituin temannya...? Itu kata -kata terahir yang didengar oleh anak saya
> sebelum matanya berkunang dan dunia berputar lantas anak saya tidak sadarkan
> diri. Demikian cerita yang dapat anak saya sampaikan kehadapan saya.
> Selanjutnya cerita yang benar setelah anak saya pingsan tidak ada yang
> berani bicara apa yang sesungguhnya terjadi.
>
> Selah sekitar Jam 10.30wita saya justru dihubungi oleh kakak perempuan saya
> yang dihubungi oleh anaknya yang sedang kuliah di Udayana .yang dihubungi
> oleh temannya yang kebetulan saat itu sedang Trainee di SRUD Amlapura yang
> mendengar alamat pasien dari kampung saya, sebagai rasa kemanusiaan dan
> ingin si pasien dapat pertolongan sesegera mungkin, si trainee ine cepat
> -cepat menghubungi temannya yang sedang kuliah di Unud yang mana berasal
> dari kampung sipasien yang memerlukan pertolongan yang kebetulan pula yang
> dihubungi adalah paman si pasien itu.
>
> Setelah anak saya sadarkan diri pihak rumah sakit minta jaminan uang biar
> anak saya dapat obat-batan yang dibutuhkan. Dengan rasa tanggung jawab
> terhadap teman yang lagi sakit, teman -teman anak saya yang menggotong ke
> UGD harus rela mengeluarkan uang jajan mereka ada yg lima ribu, dua ribu
> sepuluh ribu sampai ahirnya terkumpul semuanya lima puluh ribu rupiah
> dipakai jaminan untuk pengambilan obat.
>
> Rumah tempat tinggal saya kurang lebih memerluan sekitar 45 menit sampai
> rumah sakit. Saat saya dihubungi sudah sekitar satu jam dari kejadian.
> Sampai rumah sakit saya lihat anak saya sudah siuman dengan alat bantu
> pernapasan masih terpasang dihidungnya. Saya coba tetap tegar dan sabar
> menghadapi situasi ini, pelan-pelan saya mencoba bertanya keadannya dengan
> berlinag air mata anak saya terdiam sambil menahan dadanya yang terasa
> teramat sakit. dalam kebingungan saya menunggu jawaban anak saya salah
> seorang temannya datang menghampiri Istri saya yang kebetulan sedang meremas
> - remas jari kaki anak saya mereka membisikkan kata sambil malu-malu bahwa
> mereka mengumpulkan uang jaminan dari uang saku mereka yg peruntukannya
> sebagai uang makan siang mereka. Dengan perasaan haru saya sampaikan
> terimakasih dan uang yang mereka kumpulkan untuk jaminan pengambilan obat
> saya kembalikan dan saya katakan semua biaya rumah sakit akan dibayar oleh
> pihak ASKES. Karena anak saya adalah peserta ASKES.
>
> Selang setengah jam berikutnya anak saya sudah mulai berani cerita apa
> sesungguhnya yang terjadi. Bahwa mereka yang duduk-duduk itu memang sering
> melakukan intimidasi terhadap anak saya dan teman -temannya, hampir sering
> dilakukan apakah dikantin, tempat parkir dan dihalaman sekolah. Anak saya
> tidak berani cerita sama siapa saja takut dengan ancaman mereka itu.
>
> Dari kejadian itu yang paling sangat saya sayangkan dan sesali kenapa pihat
> sekolah (Guru) mereka tidak ada yang perduli mau meminjamkan uang lima puluh
> ribu untuk jaminan obat ? dan kenapa pula mereka tidak ada yang perduli dgn
> siswanya yang lagi tertimpa musibah ?
>
> Saking kecewanya saya, ahirnya saya beritahukan kepada teman-teman anak saya
> yang sedari tadi nungguin di ruang UGD, bahwasanya peristiwa yang menimpa
> anak saya mau saya laporkan kepada pihak Kepolisian. Mereka mendukung
> langkah saya, salah seorang teman anak saya bilang pada saya mau bilang pada
> pihak sekolah saya persilahkan bila itu dirasa perlu.
> Selang beberapa saat ada dua orang guru datang pada saya dan mengatakan
> terserah keinginan saya. Sesuai perintah dokter anak saya diperbolehkan
> pulang dengan catatan bila mengeluh sakit segera dibawa kembali. Ditengah
> perjalanan pulang, anak saya mengeluh kesakitan setiap mau bernafas. Tidak
> mau ambil resiko saya bawa balik kembali ke UGD. Kemudian anak saya di
> ronsen. Sesuai hasil ronsen tidak ada patah tulang begitu kata dokter cuman
> ada pembengkakan bagian hulu hati sebelah kiri. Disarankan cepat pulang
> istirahat dan minum obat.
>
> Begitu saya mau mengantar anak saya pulang datang Guru -Guru dan Kepala
> Sekolah berbicara dengan anak dan istri saya, yang mana saat itu saya sedang
> berbira dengan dokter yang menangani anak saya dari awal masuk UGD. Kata
> istri saya mereka mau mendamaikan antara pihak saya, sekola dan yang
> dicurigai sebagai tersangka. Kemudian saya menghampiri si kepala Sekolah
> Saya katakan alangkah tidak etisnya bila mau bicara perdamaian, anak saya
> memerlukan istirahat dan harus minum obat. Sampai-sampai pihak rumah sakit
> geleng-geleng kepala menyaksikan peristiwa ini. ruang UGD yang seharusnya
> tenag, mereka buat seperti pasar jalanan keluar masuk dan berbicara
> seenaknya.
>
> Ahirnya Hari itu juga peristiwa itu saya laporkan kepada pihak kepolisian
> Kota Amlapura dengan bukti laporan sudah saya pegang. Ditengah perjalanan
> saya ditelpon oleh pihak kepolisian tempat saya melapor, bahwasanya mereka
> mau mendamaikan antara saya, pihak sekolah dan tersangka.
> Saya sampaikan hukum harus ditegakkan. Peristiwa ini bagi saya sangat
> menyakitkan dan semoga tidak ada yang mencoba menut-nutupi.
>
> Setelah dua hari istirahan anak saya katakan sakitnya masih sedikit terasa,
> mau sekolah yang katanya ada ulangan hari ini. Saya katakan silahkan
> Ternyata belum satu jam disekolah anak saya katakan tolonng hentikan perkara
> ini dan dia minta pindah.
> Sebagai orang tua saya tidak mengerti peristiwa apa yang sedang terjadi hari
> ini, padahal sebelumnya dia berharap polisi segera mengambil tindakan
> terhadap tersangka biar tidak ada lagi premanisasi disekolah yang menurut
> anak saya sangat dibanggakan ini. Yang keadan ini telah dialami sejak
> setahun lalu.
>
> Mohon maaf bila ada yang kurang berkenan
>
>
>
> Hormat saya
>
> I Komang Gunita
> Br. Dinas Kanginan Pesedahan, Manggis, Karangasem
>


--   Bali Esia Holidays PT.Bali Esia Tour & Travel. http://www.baliesiaholidays.com ph: +62 361 428677, fax : +62 361 429589, M: +62 81337314000 YM ID : sudibaliesia ===================================================



__._,_.___


Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Re: [bali-bali] Re: Keprihatinan Saya Orang Tua



 
 
 
 
 
 
 
 
Sampai kini masalah ini belum juga menemukan hasil seperti harapan saya dan keluarga saya.
Eee malah saya dipanggil kesekolah dan diadili alla sekolah.
 
Dan berita acara pemeriksaan anak saya setiap hari berubah-ubah. Saya selalu datang kekantor Polisi menanyakan kelanjutannya,
Mereka selalu bilang sedang diproses itu selalu kata mereka.
Dari hari kejadian itu pihak Polisi memohon waktu dua minggu untuk menyelesaikan proses penyelidikan dan penyidikan.
Ternyata sekarang sudah berjalan lebih dari tiga minggu.
 
Saya selalu berfikiran positip dan selau berdoa kehadapan tuhan semoga yang baik selalu dapat jalan yg tebaik.
 
 
 
 
-------Original Message-------
 
From: SUDI / Mr
Date: 02/01/11 13:08:04
Subject: Re: [bali-bali] Re: Keprihatinan Saya Orang Tua
 
 

Gila........................
guru gila...

oknum polisi juga stres ya..........kelihatan polisi cari uang damai ya ? jangan2 pemukul itu anak pejabat sehigga polisi nggak mau selidiki, dan kepala sekolah juga takuttt......


cari aja oknum pemukulnya ?


selanjutnya lapor ke desa adat pak,


salam

SUDI
LEmbongan
===================

On 1/31/2011 5:27 PM, ale_lino wrote:

 

Om Swastyastu,
Dear pak Komang, saya ikut prihatin atas musibah yang menimpa putri bapak. Sebaiknya memang lapor ke polisi, biar sekolah maupun anak-anak yang bandel itu mendapat pelajaran (kalau polisinya serius menangani). Jaman sekarang kok masih ada preman di sekolah ya.

Saya jadi ingat film My Name Is Khan, yang anaknya sampai meninggal karena dihajar temannya. Akhirnya polisi menangkap teman yang mengeroyoknya. Moga aja polisi kita seperti yang di film itu, hehe. Saya agak pesimis dengan citra kepolisian saat ini..:(.

Btw, selamat berjuang. Jangan mau berdamai dengan sekolah, bila perlu tulis aja di koran mengenai sekolahnya itu. Guru-gurunya sudah tidak memikirkan moralitas murid-miridnya. Bila perlu putra-putri bapak dipindahkan aja ke sekolah lain. Sekolah tidak menjamin keberhasilan seseorang. Semoga putri bapak lekas pulih.

Salam,
I Wayan Warmada
Yogyakarta

--- In bali-bali@yahoogroups.com, "Gunita" <kgunita@...> wrote:
>
> Dear, Semua
>
>
> Nama Saya I Komang Gunita
> Dalam kebingungan saya menghadapi situasi yang saya hadapi kini, mencoba
> sampaikan kepada teman - teman sekalian berharap dapat membantu saya
> menemukan jalan keluar yang seadilnya.
>
> Saya Memiliki Seorang Putri dan dua orang Putra
> Putri saya sekarang duduk di kelas XI IPA SMAN I Amlapura, Pada Hari senen,
> 10 Januari 2011 selepas Upacara yang kurang lebih pukul 08.30 wita anak saya
> dan temannya bermaksud masuk keruang kelas, tetapi sebelum sampai pintu
> masuk kelas, anak saya melihat ada kakak kelas duduk- duduk di kebun didepan
> kelas anak saya. Kemudian salah seorang murid yang duduk-duduk itu sengaja
> didorong ke arah anak saya dan anak yang didorong kearah anak saya dengan
> ditekukkan tangannya oleh teman yang satunya lagi dibantingkan ke hulu hati
> anak saya. Anak saya masih sempat mendengar ejekan yang ditujukan kepadanya
> dan salah seorang temannya yang duduk-duduk berujar eh lessy kamu kok tega
> amat gituin temannya...? Itu kata -kata terahir yang didengar oleh anak saya
> sebelum matanya berkunang dan dunia berputar lantas anak saya tidak sadarkan
> diri. Demikian cerita yang dapat anak saya sampaikan kehadapan saya.
> Selanjutnya cerita yang benar setelah anak saya pingsan tidak ada yang
> berani bicara apa yang sesungguhnya terjadi.
>
> Selah sekitar Jam 10.30wita saya justru dihubungi oleh kakak perempuan saya
> yang dihubungi oleh anaknya yang sedang kuliah di Udayana .yang dihubungi
> oleh temannya yang kebetulan saat itu sedang Trainee di SRUD Amlapura yang
> mendengar alamat pasien dari kampung saya, sebagai rasa kemanusiaan dan
> ingin si pasien dapat pertolongan sesegera mungkin, si trainee ine cepat
> -cepat menghubungi temannya yang sedang kuliah di Unud yang mana berasal
> dari kampung sipasien yang memerlukan pertolongan yang kebetulan pula yang
> dihubungi adalah paman si pasien itu.
>
> Setelah anak saya sadarkan diri pihak rumah sakit minta jaminan uang biar
> anak saya dapat obat-batan yang dibutuhkan. Dengan rasa tanggung jawab
> terhadap teman yang lagi sakit, teman -teman anak saya yang menggotong ke
> UGD harus rela mengeluarkan uang jajan mereka ada yg lima ribu, dua ribu
> sepuluh ribu sampai ahirnya terkumpul semuanya lima puluh ribu rupiah
> dipakai jaminan untuk pengambilan obat.
>
> Rumah tempat tinggal saya kurang lebih memerluan sekitar 45 menit sampai
> rumah sakit. Saat saya dihubungi sudah sekitar satu jam dari kejadian.
> Sampai rumah sakit saya lihat anak saya sudah siuman dengan alat bantu
> pernapasan masih terpasang dihidungnya. Saya coba tetap tegar dan sabar
> menghadapi situasi ini, pelan-pelan saya mencoba bertanya keadannya dengan
> berlinag air mata anak saya terdiam sambil menahan dadanya yang terasa
> teramat sakit. dalam kebingungan saya menunggu jawaban anak saya salah
> seorang temannya datang menghampiri Istri saya yang kebetulan sedang meremas
> - remas jari kaki anak saya mereka membisikkan kata sambil malu-malu bahwa
> mereka mengumpulkan uang jaminan dari uang saku mereka yg peruntukannya
> sebagai uang makan siang mereka. Dengan perasaan haru saya sampaikan
> terimakasih dan uang yang mereka kumpulkan untuk jaminan pengambilan obat
> saya kembalikan dan saya katakan semua biaya rumah sakit akan dibayar oleh
> pihak ASKES. Karena anak saya adalah peserta ASKES.
>
> Selang setengah jam berikutnya anak saya sudah mulai berani cerita apa
> sesungguhnya yang terjadi. Bahwa mereka yang duduk-duduk itu memang sering
> melakukan intimidasi terhadap anak saya dan teman -temannya, hampir sering
> dilakukan apakah dikantin, tempat parkir dan dihalaman sekolah. Anak saya
> tidak berani cerita sama siapa saja takut dengan ancaman mereka itu.
>
> Dari kejadian itu yang paling sangat saya sayangkan dan sesali kenapa pihat
> sekolah (Guru) mereka tidak ada yang perduli mau meminjamkan uang lima puluh
> ribu untuk jaminan obat ? dan kenapa pula mereka tidak ada yang perduli dgn
> siswanya yang lagi tertimpa musibah ?
>
> Saking kecewanya saya, ahirnya saya beritahukan kepada teman-teman anak saya
> yang sedari tadi nungguin di ruang UGD, bahwasanya peristiwa yang menimpa
> anak saya mau saya laporkan kepada pihak Kepolisian. Mereka mendukung
> langkah saya, salah seorang teman anak saya bilang pada saya mau bilang pada
> pihak sekolah saya persilahkan bila itu dirasa perlu.
> Selang beberapa saat ada dua orang guru datang pada saya dan mengatakan
> terserah keinginan saya. Sesuai perintah dokter anak saya diperbolehkan
> pulang dengan catatan bila mengeluh sakit segera dibawa kembali. Ditengah
> perjalanan pulang, anak saya mengeluh kesakitan setiap mau bernafas. Tidak
> mau ambil resiko saya bawa balik kembali ke UGD. Kemudian anak saya di
> ronsen. Sesuai hasil ronsen tidak ada patah tulang begitu kata dokter cuman
> ada pembengkakan bagian hulu hati sebelah kiri. Disarankan cepat pulang
> istirahat dan minum obat.
>
> Begitu saya mau mengantar anak saya pulang datang Guru -Guru dan Kepala
> Sekolah berbicara dengan anak dan istri saya, yang mana saat itu saya sedang
> berbira dengan dokter yang menangani anak saya dari awal masuk UGD. Kata
> istri saya mereka mau mendamaikan antara pihak saya, sekola dan yang
> dicurigai sebagai tersangka. Kemudian saya menghampiri si kepala Sekolah
> Saya katakan alangkah tidak etisnya bila mau bicara perdamaian, anak saya
> memerlukan istirahat dan harus minum obat. Sampai-sampai pihak rumah sakit
> geleng-geleng kepala menyaksikan peristiwa ini. ruang UGD yang seharusnya
> tenag, mereka buat seperti pasar jalanan keluar masuk dan berbicara
> seenaknya.
>
> Ahirnya Hari itu juga peristiwa itu saya laporkan kepada pihak kepolisian
> Kota Amlapura dengan bukti laporan sudah saya pegang. Ditengah perjalanan
> saya ditelpon oleh pihak kepolisian tempat saya melapor, bahwasanya mereka
> mau mendamaikan antara saya, pihak sekolah dan tersangka.
> Saya sampaikan hukum harus ditegakkan. Peristiwa ini bagi saya sangat
> menyakitkan dan semoga tidak ada yang mencoba menut-nutupi.
>
> Setelah dua hari istirahan anak saya katakan sakitnya masih sedikit terasa,
> mau sekolah yang katanya ada ulangan hari ini. Saya katakan silahkan
> Ternyata belum satu jam disekolah anak saya katakan tolonng hentikan perkara
> ini dan dia minta pindah.
> Sebagai orang tua saya tidak mengerti peristiwa apa yang sedang terjadi hari
> ini, padahal sebelumnya dia berharap polisi segera mengambil tindakan
> terhadap tersangka biar tidak ada lagi premanisasi disekolah yang menurut
> anak saya sangat dibanggakan ini. Yang keadan ini telah dialami sejak
> setahun lalu.
>
> Mohon maaf bila ada yang kurang berkenan
>
>
>
> Hormat saya
>
> I Komang Gunita
> Br. Dinas Kanginan Pesedahan, Manggis, Karangasem
>


--   Bali Esia Holidays PT.Bali Esia Tour & Travel. http://www.baliesiaholidays.com ph: +62 361 428677, fax : +62 361 429589, M: +62 81337314000 YM ID : sudibaliesia ===================================================

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
FREE Animations for your email - by IncrediMail! Click Here!

__._,_.___


Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Re: [bali-bali] Re: Keprihatinan Saya Orang Tua



Saya sangat prihatin dengan keadaan ini  usia sekolah sudah bermental preman , bagaimana gedenya nanti  ?  Pak  KEP- SEK  tolong anak ini  dijadikan sebuah project  sekolah untuk mengembalikan mental anak didik  ini ke tujuan semula  yaitu menjadi anak yang  berguna dalam arti positip .

Made  Sudharta.


From: ale_lino <iw.warmada@yahoo.com>
To: bali-bali@yahoogroups.com
Sent: Monday, 31 January 2011 16:27:03
Subject: [bali-bali] Re: Keprihatinan Saya Orang Tua

 

Om Swastyastu,
Dear pak Komang, saya ikut prihatin atas musibah yang menimpa putri bapak. Sebaiknya memang lapor ke polisi, biar sekolah maupun anak-anak yang bandel itu mendapat pelajaran (kalau polisinya serius menangani). Jaman sekarang kok masih ada preman di sekolah ya.

Saya jadi ingat film My Name Is Khan, yang anaknya sampai meninggal karena dihajar temannya. Akhirnya polisi menangkap teman yang mengeroyoknya. Moga aja polisi kita seperti yang di film itu, hehe. Saya agak pesimis dengan citra kepolisian saat ini..:(.

Btw, selamat berjuang. Jangan mau berdamai dengan sekolah, bila perlu tulis aja di koran mengenai sekolahnya itu. Guru-gurunya sudah tidak memikirkan moralitas murid-miridnya. Bila perlu putra-putri bapak dipindahkan aja ke sekolah lain. Sekolah tidak menjamin keberhasilan seseorang. Semoga putri bapak lekas pulih.

Salam,
I Wayan Warmada
Yogyakarta

--- In bali-bali@yahoogroups.com, "Gunita" <kgunita@...> wrote:
>
> Dear, Semua
>
>
> Nama Saya I Komang Gunita
> Dalam kebingungan saya menghadapi situasi yang saya hadapi kini, mencoba
> sampaikan kepada teman - teman sekalian berharap dapat membantu saya
> menemukan jalan keluar yang seadilnya.
>
> Saya Memiliki Seorang Putri dan dua orang Putra
> Putri saya sekarang duduk di kelas XI IPA SMAN I Amlapura, Pada Hari senen,
> 10 Januari 2011 selepas Upacara yang kurang lebih pukul 08.30 wita anak saya
> dan temannya bermaksud masuk keruang kelas, tetapi sebelum sampai pintu
> masuk kelas, anak saya melihat ada kakak kelas duduk- duduk di kebun didepan
> kelas anak saya. Kemudian salah seorang murid yang duduk-duduk itu sengaja
> didorong ke arah anak saya dan anak yang didorong kearah anak saya dengan
> ditekukkan tangannya oleh teman yang satunya lagi dibantingkan ke hulu hati
> anak saya. Anak saya masih sempat mendengar ejekan yang ditujukan kepadanya
> dan salah seorang temannya yang duduk-duduk berujar eh lessy kamu kok tega
> amat gituin temannya...? Itu kata -kata terahir yang didengar oleh anak saya
> sebelum matanya berkunang dan dunia berputar lantas anak saya tidak sadarkan
> diri. Demikian cerita yang dapat anak saya sampaikan kehadapan saya.
> Selanjutnya cerita yang benar setelah anak saya pingsan tidak ada yang
> berani bicara apa yang sesungguhnya terjadi.
>
> Selah sekitar Jam 10.30wita saya justru dihubungi oleh kakak perempuan saya
> yang dihubungi oleh anaknya yang sedang kuliah di Udayana .yang dihubungi
> oleh temannya yang kebetulan saat itu sedang Trainee di SRUD Amlapura yang
> mendengar alamat pasien dari kampung saya, sebagai rasa kemanusiaan dan
> ingin si pasien dapat pertolongan sesegera mungkin, si trainee ine cepat
> -cepat menghubungi temannya yang sedang kuliah di Unud yang mana berasal
> dari kampung sipasien yang memerlukan pertolongan yang kebetulan pula yang
> dihubungi adalah paman si pasien itu.
>
> Setelah anak saya sadarkan diri pihak rumah sakit minta jaminan uang biar
> anak saya dapat obat-batan yang dibutuhkan. Dengan rasa tanggung jawab
> terhadap teman yang lagi sakit, teman -teman anak saya yang menggotong ke
> UGD harus rela mengeluarkan uang jajan mereka ada yg lima ribu, dua ribu
> sepuluh ribu sampai ahirnya terkumpul semuanya lima puluh ribu rupiah
> dipakai jaminan untuk pengambilan obat.
>
> Rumah tempat tinggal saya kurang lebih memerluan sekitar 45 menit sampai
> rumah sakit. Saat saya dihubungi sudah sekitar satu jam dari kejadian.
> Sampai rumah sakit saya lihat anak saya sudah siuman dengan alat bantu
> pernapasan masih terpasang dihidungnya. Saya coba tetap tegar dan sabar
> menghadapi situasi ini, pelan-pelan saya mencoba bertanya keadannya dengan
> berlinag air mata anak saya terdiam sambil menahan dadanya yang terasa
> teramat sakit. dalam kebingungan saya menunggu jawaban anak saya salah
> seorang temannya datang menghampiri Istri saya yang kebetulan sedang meremas
> - remas jari kaki anak saya mereka membisikkan kata sambil malu-malu bahwa
> mereka mengumpulkan uang jaminan dari uang saku mereka yg peruntukannya
> sebagai uang makan siang mereka. Dengan perasaan haru saya sampaikan
> terimakasih dan uang yang mereka kumpulkan untuk jaminan pengambilan obat
> saya kembalikan dan saya katakan semua biaya rumah sakit akan dibayar oleh
> pihak ASKES. Karena anak saya adalah peserta ASKES.
>
> Selang setengah jam berikutnya anak saya sudah mulai berani cerita apa
> sesungguhnya yang terjadi. Bahwa mereka yang duduk-duduk itu memang sering
> melakukan intimidasi terhadap anak saya dan teman -temannya, hampir sering
> dilakukan apakah dikantin, tempat parkir dan dihalaman sekolah. Anak saya
> tidak berani cerita sama siapa saja takut dengan ancaman mereka itu.
>
> Dari kejadian itu yang paling sangat saya sayangkan dan sesali kenapa pihat
> sekolah (Guru) mereka tidak ada yang perduli mau meminjamkan uang lima puluh
> ribu untuk jaminan obat ? dan kenapa pula mereka tidak ada yang perduli dgn
> siswanya yang lagi tertimpa musibah ?
>
> Saking kecewanya saya, ahirnya saya beritahukan kepada teman-teman anak saya
> yang sedari tadi nungguin di ruang UGD, bahwasanya peristiwa yang menimpa
> anak saya mau saya laporkan kepada pihak Kepolisian. Mereka mendukung
> langkah saya, salah seorang teman anak saya bilang pada saya mau bilang pada
> pihak sekolah saya persilahkan bila itu dirasa perlu.
> Selang beberapa saat ada dua orang guru datang pada saya dan mengatakan
> terserah keinginan saya. Sesuai perintah dokter anak saya diperbolehkan
> pulang dengan catatan bila mengeluh sakit segera dibawa kembali. Ditengah
> perjalanan pulang, anak saya mengeluh kesakitan setiap mau bernafas. Tidak
> mau ambil resiko saya bawa balik kembali ke UGD. Kemudian anak saya di
> ronsen. Sesuai hasil ronsen tidak ada patah tulang begitu kata dokter cuman
> ada pembengkakan bagian hulu hati sebelah kiri. Disarankan cepat pulang
> istirahat dan minum obat.
>
> Begitu saya mau mengantar anak saya pulang datang Guru -Guru dan Kepala
> Sekolah berbicara dengan anak dan istri saya, yang mana saat itu saya sedang
> berbira dengan dokter yang menangani anak saya dari awal masuk UGD. Kata
> istri saya mereka mau mendamaikan antara pihak saya, sekola dan yang
> dicurigai sebagai tersangka. Kemudian saya menghampiri si kepala Sekolah
> Saya katakan alangkah tidak etisnya bila mau bicara perdamaian, anak saya
> memerlukan istirahat dan harus minum obat. Sampai-sampai pihak rumah sakit
> geleng-geleng kepala menyaksikan peristiwa ini. ruang UGD yang seharusnya
> tenag, mereka buat seperti pasar jalanan keluar masuk dan berbicara
> seenaknya.
>
> Ahirnya Hari itu juga peristiwa itu saya laporkan kepada pihak kepolisian
> Kota Amlapura dengan bukti laporan sudah saya pegang. Ditengah perjalanan
> saya ditelpon oleh pihak kepolisian tempat saya melapor, bahwasanya mereka
> mau mendamaikan antara saya, pihak sekolah dan tersangka.
> Saya sampaikan hukum harus ditegakkan. Peristiwa ini bagi saya sangat
> menyakitkan dan semoga tidak ada yang mencoba menut-nutupi.
>
> Setelah dua hari istirahan anak saya katakan sakitnya masih sedikit terasa,
> mau sekolah yang katanya ada ulangan hari ini. Saya katakan silahkan
> Ternyata belum satu jam disekolah anak saya katakan tolonng hentikan perkara
> ini dan dia minta pindah.
> Sebagai orang tua saya tidak mengerti peristiwa apa yang sedang terjadi hari
> ini, padahal sebelumnya dia berharap polisi segera mengambil tindakan
> terhadap tersangka biar tidak ada lagi premanisasi disekolah yang menurut
> anak saya sangat dibanggakan ini. Yang keadan ini telah dialami sejak
> setahun lalu.
>
> Mohon maaf bila ada yang kurang berkenan
>
>
>
> Hormat saya
>
> I Komang Gunita
> Br. Dinas Kanginan Pesedahan, Manggis, Karangasem
>




__._,_.___


Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

[bali-bali] (unknown)



SISI GELAP KEKERASAN IDEOLOGI PATRIAKI PADA PEREMPUAN BALI

: Gayatri Mantra*

Karakter perempuan Bali sering digambarkan secara streriotif, sebagai figur manusia ber-etos kerja tinggi, ulet, mandiri dan memiliki bakti yang tinggi pada keluarga. Tidak ada masalah bagi perempuan Bali untuk mengembangkan diri sebagai seorang profesional dibidang karir yang digelutinya dan didedikasikan untuk keluarga.

Perempuan memainkan lakon yang multidimensi dan multijender, sebagai : perempuan, pekerja, anggota keluarga dan anggota sosial, serta sebagai penyelenggara praktek keagamaan.  Praktik agama  Hindu adat Bali hampir bisa dipastikan digerakkan oleh mayoritas kaum perempuan Bali.  Namun seringkali, beban berat yang disandang sebagai besar kaum perempuan Bali ini tidak sepadan dengan hak-hak yang mereka dapatkan. 

Fenomena ini memunculkan pertanyaan seperti apa ideologi patriaki bekerja dalam keluarga Hindu adat Bali? Bukankan secara kultural perempuan Bali relatif memiliki kemandirian dan kebebasan untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan, lalu apa yang menyebabkan kemandirian ini justru secara paradoksal tidak menyentuh rasa keadilan terhadap hak-hak hidup kaum perempuan Bali?  Hak-hak mana yang telah tercerabuti dari diri kaum perempuan Bali?

 

PURUSA, SANG PEWARIS DALAM KELUARGA HINDU ADAT BALI

Dalam realitas, keluarga-keluarga apalagi yang beragama Hindu adat Bali sebagian besar mengharapkan memiliki anak laki-laki. Jika kita bertanya lebih lanjut, untuk apa memiliki anak lelaki? Maka para orang tua akan menjawabnya untuk dijadikan purusa, pewaris, pelanjut garis silsilah atau garis keturunan. Atau, untuk menggantikan posisi mereka sebagai anggota komunitas (banjar) jika mereka tua. Lagi pula menurut mereka, sangkep atau rapat di banjar biasanya menghadirkan para kepala keluarga yang berjenis kelamin laki-laki.

Padahal faktanya dalam  relasi sosial di level komunitas, banjar mengakui warganya yang berstatus  menikah terdiri dari 'warga lanang' (kelompok laki-laki, atau kepala keluarga)  dan 'warga istri' (kelompok perempuan). Sementara, anggota yang belum menikah dimasukkan dalam sekaa teruna teruni ( karang taruna). Hanya saja, peran politik laki-laki dan perempuan di banjar berbeda.

Kelompok laki-laki mengambil peran dalam pembuatan keputusan politik yang kemudian dilaksanakan oleh anggota banjar. Sedangkan peran perempuan lebih banyak mengambil porsi sebagai pelaksana kegiatan. Kalaupun kelompok perempuan mengadakan rapat, itupun ditujukan sebagai perpanjangan perintah untuk melaksanakan agenda yang diputuskan oleh pihak penguasa atau pemerintah, seperti : posyandu, senam dan arisan PKK.

Anak lelaki mendapat keistimewaan (privilege) dalam keluarga adat Bali khususnya dalam pewarisan konon karena kapasitas-kapasitas yang dijalani di dalam relasi keluarga dan sosialnya. Peran lelaki Bali dalam adat  menjadi penting dalam kapasitasnya, seperti: mengadakan 'sangkep', yaitu rapat dalam kelompoknya, menentukan seorang pemimpin, pelaksana pemilu di banjar, membuat keputusan jadwal ritual dan adat keagamaan, 'mébat' membuat ragam kuliner untuk pesta sebagai bagian ritual upacara, 'megambel' bermain musik, menyelenggarakan kremasi bagi keluarga yang meninggal dan 'negen wadah' yaitu memanggul jenasah  keluarga dan warga pada saat kematian.  

Sesungguhnya, hampir semua peran ini dapat dilakukan perempuan. Termasuk megambel untuk perlombaan antarbanjar juga melibatkan peran perempuan.  Sesungguhnya, ini menjadi beban bagi perempuan karena mengambil waktu tambahan (biasanya dilakukan pukul 8-11 malam). Dan, ketidakhadiran mereka dalam mendukung program penguasa banjar atau pemerintah ini dapat dikenakan 'dosa' atau denda oleh pengelola kegiatan. Kecuali peran yang terakhir, mungkin akan dicarikan solusinya.

Jika pertanyaan makin meluas, lantas akan diapakan anak perempuan yang lahir dalam keluarga mereka? Paling banter jawaban yang memuaskan: anak perempuan itu akan dijadikan 'bungan natah' alias 'kembang di halaman rumah' . Konotasi ini bisa bermakna ganda, anak perempuan semata-mata sebagai aksesoris atau pelengkap, jenis mahluk berkelamin perempuan yang terberi dalam keluarga. Atau perempuan itu dipersiapkan sebagai sang penjaga tradisi dan ritual adat istiadat dengan segala konsekuensinya.

Sang Bungan Natah inilah yang diharapkan melayani kepentingan keluarga dan kaum purusa di rumah-rumah mereka. Perempuan Bali diberikan kesempatan dan belajar dan bekerja  semata-mata ditujukan untuk melayani kepentingan para purusa. Hasil kerja mereka pun giring untuk untuk memenuhi kepentingan keluarga. Sehingga meskipun perempuan Bali muncul sebagai pekerja keras, sebagian besar dari mereka tetaplah kelompok yang tak berdaya dan dimiskinkan secara politis. "Sayang-sayang kendang" merupakan ekspresi untuk menyatakan keberadaan perempuan Bali dipuji karena kemampuan kerjanya yang luar biasa namun miskin penghargaan karena kurang dihargai hasil kerjanya. Inilah ironi yang dialami sebagian besar perempuan Bali.

 

PRADANA YANG TAK SEMPURNA

Perempuan sering disimbolkan sebagai pradana atau feminitas (lembut, memelihara). Perempuan Bali dituntut menjadi figur pradana yang sempurna.  Perempuan diakui keberadaannya ketika ia mampu menjadi seorang istri, ibu yang melahirkan anak laki-laki. Jika ia tidak bisa melakukan kedua hal ini, maka prestasi dan konstribusinya dalam keluarga dan sosial tidak akan  mendapat tempat penghargaan yang pantas. Ada tiga katagori perempuan yang dianggap tidak sempurna di Bali yakni, perempuan yang tidak menikah, yang tidak punya keturunan dan yang tidak memiliki keturunan laki-laki.

Perempuan yang tidak menikah diejek 'daha tua' atau perawan tua. Keberadaan mereka menjadi menarik karena sering sekali ketika perempuan ini masih berusia muda, eksistensinya cenderung dipertahankan dalam keluarga. Kemampuannya secara finansial dibutuhkan untuk mendukung ekonomi keluarga. Sayangnya, ketika beranjak tua dan tidak memiliki 'sekaya' atau harta benda, anggota keluarga akan mencoba menyingkirkannya karena menganggapnya sebagai beban keluarga. Kekerasan dalam ranah keluarga seperti ini seringkali ditutup-tutupi dengan membawa para daha tua ke panti-panti jompo di usia senja. Beberapa dari para daha tua ini ada juga yang dipertahankan di rumah jika sang perempuan ini dinilai cukup kuat secara finansial. Kelak jika dia mati,  hartanya bisa dinikmati oleh anggota keluarga lainnya.

Kedua, perempuan yang menikah tetapi tidak memiliki anak, juga tidak sempurna. Ia disebut balu, Sang Mandul. Padahal dalam kekinian, kemandulan tidak melulu dikarenakan masalah dari perempuan, lelaki juga bisa mandul. Tetapi siapa yang perduli?  Jika suaminya meninggal lebih dahulu, keluarga sang suami  akan berusaha menyingkirkan mereka dengan berbagai strategi.

Strategi pertama adalah dengan dengan mengembalikan si perempuan kembali ke rumah asalnya dengan istilah "mulih bajang". Atau,  dengan cara bermartabat yakni, membawa perempuan itu ke 'lingkungan yang lebih baik" seperti ke panti jompo. Strategi ini dilakukan untuk mengurangi beban ekonomi dan tanggung jawab,  juga untuk mengalihkan kepemilikan atau warisan (dari perkawinannya) dari tangan  perempuan ini  kepada pihak-pihak keluarga suami secara samar tetapi pasti.

Perempuan yang menikah, punya anak tetapi tidak melahirkan anak lelaki maka ia juga dituding tidak sempurna. Perempuan yang 'hanya' memiliki anak perempuan di Bali tidak jarang mendapat tekanan dari keluarga dan lingkungan sosial untuk melahirkan bayi laki-laki. Rahimnya dijadikan mesin pencetak bayi laki-laki.  Namun jika mesin itu 'gagal' memproduksi laki-laki, maka para orang tua cenderung untuk menekan anak perempuannya untuk mencari sentana ketika anak gadisnya beranjak dewasa.

Orang tua ini akan melakukan tekanan-tekanan psikologis kepada para gadis di rumah mereka untuk mencari suami yang bersedia di-'adopsi', atau sentana. Mencari sentana juga menyesuaikan dengan status sosial keluarga dan ini tidak mudah. Terlebih, jika mereka dari keluarga yang berkasta harus mencari seorang lelaki yang berderajat setara.

Anak perempuannya hendak dikawinkan dengan lelaki yang mau menikah dengan cara  Nyentana agar mereka bisa diterima sebagai keluarga yang sempurna. Sehingga, anak perempuannya secara adat bisa sah  menjadi 'trans-jender'  beralih peranan menjadi  'lelaki, purusa', menggantikan ayahnya  dan  suaminya yang berubah status menjadi 'perempuan' di rumah itu.  Dengan demikian, eksistensi keluarga perempuan tetap dapat dipertahankan  dalam silsilah keluarganya. 

Tekanan ini kerap mengabaikan hak-hak anak untuk membuat keputusan atau menentukan sendiri pilihan hidupnya. Dalam usia yang sangat remaja  Sang Anak memendam persoalan psikologis untuk mencari bakal suami seperti yang diharapkan orang tuanya. Jika mereka tidak mampu, maka niscaya keluarga lain seperti sepupu dan paman-paman mereka akan melakukan ekspansi kekuasaan untuk mengambil-alih pewarisan.

Anak gadis yang merasa tidak mampu mencari sentana ada yang nekat menikah tanpa ijin keluarga, atau kawin lari. Atau, nekat married by accident  (hamil sebelum menikah) agar mereka bisa hidup bersama dengan orang yang mereka cintai. Dan, ada juga yang menempuh cara fatalistik dengan selibat, tidak menikah untuk menjaga perasaan orang tua dan identitas keluarga dalam komunitas keluarga dan sosial. Inilah bentuk pengorbanan dan sekaligus bakti anak kepada orang tua.

Intervensi ideologi patriaki merasuk terlalu jauh dalam ranah privat. Ideologi patriaki bekerja dengan melakukan tekanan sosial. Mereka tidak saja menekan perempuan tetapi juga menekan lelaki feminis yang berpihak pada perempuan. Lelaki yang nyentana bisa jadi mendapat tekanan sosial karena perubahan status jender menjadi 'perempuan' dianggap rendah oleh keluarganya sendiri atau oleh lingkungannya yang baru.

Tampaknya konsep ini telah terdistorsi begitu jauh. Wacana transjender ini sesungguhnya tidak ada. Lelaki yang menikah dengan cara Nyentana sesungguhnya menjalankan kewajibannya sebagai kepala keluarga sama seperti keluarga lainnya. Hanya saja kewajiban itu tidak dilaksanakan di rumah keluarga batihnya, melainkan dilakukan pada keluarga istrinya. Lelaki inilah yang mewakili istrinya sebagai kepala keluarga dan menggunakan haknya  di lingkungan di mana mereka tinggal.

Jika kemudian lelaki nyentana dilabelkan sebagai 'perempuan', atau di-istilahkan dengan 'paid bangkung'  (diseret oleh babi betina)  merupakan konotasi yang merendahkan yang ditujukan untuk pihak suami dan keluarganya, sesungguhnya ini bersifat politis. Asumsinya,  pelabelan ini ditujukan untuk membatasi ruang gerak perempuan yang tidak memiliki saudara laki-laki agar pewarisan bisa diambil alih oleh pihak-pihak dari keluarga lain dalam klan mereka. Dan untuk membatasi keluarga lain dari klan, etnik yang berbeda untuk masuk dalam sistem pewarisan  dalam sistem kekerabatan pihak perempuan. 

Fatalnya, tidak jarang para suami yang melewati perkawinan dengan sistem nyentana ini terjebak pada wacana macho-isme, persoalan harga diri yang ditebar lingkungannya dan tidak jarang mempengaruhi relasi mereka dengan pihak keluarga istrinya. Pertengkaran hingga berbagai ragam kekerasan dalam rumah tangga bisa muncul begitu saja.

Sebaliknya, ada juga karakter ekstrem lelaki yang nyentana ini justru menunjukkan 'kekuasaan'. Di tempat barunya, ia bertindak sebagai penindas baru bagi istri dan keluarganya. Lelaki ini cenderung bertingkah apatis misalnya,  memilih untuk tidak bekerja, tidak melakukan apapun dan menjadikan semua itu sebagai kewajiban istri dan keluarga barunya.

Ia memperlakukan  perkawinannya  sebagai pertukaran simbolik. Pertukaran bagi keajegan eksistensi keluarga perempuan dengan jaminan sosial bagi dirinya. Anak perempuan atau istri dari perkawinan ini mengalami kekerasan rangkap tiga. Pertama karena ia berjenis kelamin perempuan, kemudian ia mengalami tekanan keluarga dan tekanan sosial, dan terakhir kekerasan rumah tangga dari suami sendiri.

Padahal, dalam hukum adat Bali, persoalan carut marut perkawinan "nyentana" telah memiliki solusi dengan sistem pernikahan 'Pade Gelahang'. Pihak keluarga lelaki dan pihak keluarga perempuan tidak perlu merasa kedudukan mereka lebih rendah satu dari yang lainnya. Pernikahan ini dirasakan lebih demokrastis, mengakui tanggung jawab dan hak anak yang sama dalam keluarga.

Namun, dalam praktik sosial sekali lagi, hukum seperti ini mengalami pergulatan di tengah ideologi yang mengaburkan  eksistensi kesetaraan kedudukan perempuan dalam hukum adat Bali. Sementara pihak suami dan istri telah mencapai jalan tengah resolusi demokratis, justru keberadaan ini diperdebatkan oleh orang-orang yang ingin mempertahankan gaya machoisme-nya.

 

AKAR DAN RESOLUSI

Sesungguhnya, konsep purusa dan pradana dalam tataran wacana simbolik di Bali diakui dan ditempatkan secara adiluhung sebagai sifat kesimbangan hidup. Purusa dan pradana sepadan dengan yin dan yang, langit dan bumi, lelaki dan perempuan. Dualitas ini sesungguhnya ada untuk saling mengisi dan melengkapi, ditujukan untuk mencapai harmoni hidup.

Namun dalam praktiknya, konsep purusa telah terdistorsi, semata-mata sebagai hak pewarisan bagi kaum laki-laki tanpa disertai penjelasan mengenai tanggung jawabnya bagi pemenuhan kebutuhan hidup keluarga.  Purusa atau maskulinitas (tegar, melindungi) ditafsir secara ngawur menjadi macho-isme (kasar, brutal) sebagai ajang unjuk kekuatan perebutan wilayah dan harta warisan. Siapa yang kuat itu yang berkuasa sebagaimana ideologi selalu melayani kepentingan kelompok dominan. Wacana keistimewaan pada anak lelaki didalihkan  sebagai akibat  tanggung jawabnya yang dominan dalam menjalankan adat istiadat keluarga, dan komunitas mereka.  Padahal ini tidak sepenuhnya benar. Perempuan pun dalam praktik sosialnya melakukan hal yang sama.

Justru, peran perempuan Bali sangatlah besar dalam menjalankan roda keagamaan, memelihara adat istiadat Bali dari level keluarga hingga relasi sosial sangat besar.  Hampir bisa dikatakan Agama Hindu adat Bali adalah agama yang bersifat sangat feminis. Praktik keagamaan dan ritual dikaryakan dengan melibatkan kerja-bakti kaum perempuan Bali. Tidak jarang segi finansial dari penyelenggaraan ritual adat juga berasal dari kantong pundi-pundi perempuan. 

 Pada tataran praksis, hak-hak perempuan tercerabuti oleh praktik ideologi patriaki yang men-subordinasi eksistensi perempuan justru dalam rumah-rumah tangga mereka. Ideologi ini bekerja dengan modus penipuan (dissimulation) dimana keberadaan perempuan seperti di-ingkari. Selain itu, eksistensi dan hak-hak  perempuan dikaburkan atau disembunyikan melalui wacana praktik mengatasnamakan adat. Eksistensi perempuan dimarjinalisasi dalam permainan kepentingan politik keluarga dalam konteks pengambilan keputusan dan keadilan distribusi hak hidup bagi mereka. Basis materialisme yang merambah pemikiran masyarakat telah menjadikan pertarungan kata beralih pada ekspansi kekuasaan dan perebutan warisan.

Meskipun konon hukum adat Bali mengatur tentang pewarisan bagi kaum perempuannya, tetapi seringkali dalam praktiknya, distribusi hak itu tidak sampai di tangan perempuan. Resolusi untuk persoalan ini membutuhkan penguatan advokasi hukum. Penguatan ini dibutuhkan keluarga yang cemas karena tidak memiliki anak lelaki dan bagi anak perempuan yang ingin mengenal hak-hak sipilnya khususnya dalam masyarakat adat Bali.

Selain itu, hidup secara mandiri dan ketegasan sikap dari keluarga batih diperlukan untuk melindungi privasi dan  properti keluarga mereka. Di masa depan, steriotip negatif tentang nyentana tidak akan menjadi persoalan lagi, ketika keluarga-keluarga Bali  yang baru, berani keluar dari ketergantungannya dengan ikatan keluarga. Penguatan kesadaran tentang hak-hak mereka ditujukan untuk mempertegas kesetaraan peranan jender dalam ranah keluarga demi rasa keadilan dan kesejahteraan hidup bersama.

 

 

·         Mahasiswa S3 Kajian Budaya UNUD-Bali




__._,_.___


Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Re: [bali-bali] Re: Keprihatinan Saya Orang Tua



Gila........................
guru gila...

oknum polisi juga stres ya..........kelihatan polisi cari uang damai ya ? jangan2 pemukul itu anak pejabat sehigga polisi nggak mau selidiki, dan kepala sekolah juga takuttt......


cari aja oknum pemukulnya ?


selanjutnya lapor ke desa adat pak,


salam

SUDI
LEmbongan
===================

On 1/31/2011 5:27 PM, ale_lino wrote:
 

Om Swastyastu,
Dear pak Komang, saya ikut prihatin atas musibah yang menimpa putri bapak. Sebaiknya memang lapor ke polisi, biar sekolah maupun anak-anak yang bandel itu mendapat pelajaran (kalau polisinya serius menangani). Jaman sekarang kok masih ada preman di sekolah ya.

Saya jadi ingat film My Name Is Khan, yang anaknya sampai meninggal karena dihajar temannya. Akhirnya polisi menangkap teman yang mengeroyoknya. Moga aja polisi kita seperti yang di film itu, hehe. Saya agak pesimis dengan citra kepolisian saat ini..:(.

Btw, selamat berjuang. Jangan mau berdamai dengan sekolah, bila perlu tulis aja di koran mengenai sekolahnya itu. Guru-gurunya sudah tidak memikirkan moralitas murid-miridnya. Bila perlu putra-putri bapak dipindahkan aja ke sekolah lain. Sekolah tidak menjamin keberhasilan seseorang. Semoga putri bapak lekas pulih.

Salam,
I Wayan Warmada
Yogyakarta

--- In bali-bali@yahoogroups.com, "Gunita" <kgunita@...> wrote:
>
> Dear, Semua
>
>
> Nama Saya I Komang Gunita
> Dalam kebingungan saya menghadapi situasi yang saya hadapi kini, mencoba
> sampaikan kepada teman - teman sekalian berharap dapat membantu saya
> menemukan jalan keluar yang seadilnya.
>
> Saya Memiliki Seorang Putri dan dua orang Putra
> Putri saya sekarang duduk di kelas XI IPA SMAN I Amlapura, Pada Hari senen,
> 10 Januari 2011 selepas Upacara yang kurang lebih pukul 08.30 wita anak saya
> dan temannya bermaksud masuk keruang kelas, tetapi sebelum sampai pintu
> masuk kelas, anak saya melihat ada kakak kelas duduk- duduk di kebun didepan
> kelas anak saya. Kemudian salah seorang murid yang duduk-duduk itu sengaja
> didorong ke arah anak saya dan anak yang didorong kearah anak saya dengan
> ditekukkan tangannya oleh teman yang satunya lagi dibantingkan ke hulu hati
> anak saya. Anak saya masih sempat mendengar ejekan yang ditujukan kepadanya
> dan salah seorang temannya yang duduk-duduk berujar eh lessy kamu kok tega
> amat gituin temannya...? Itu kata -kata terahir yang didengar oleh anak saya
> sebelum matanya berkunang dan dunia berputar lantas anak saya tidak sadarkan
> diri. Demikian cerita yang dapat anak saya sampaikan kehadapan saya.
> Selanjutnya cerita yang benar setelah anak saya pingsan tidak ada yang
> berani bicara apa yang sesungguhnya terjadi.
>
> Selah sekitar Jam 10.30wita saya justru dihubungi oleh kakak perempuan saya
> yang dihubungi oleh anaknya yang sedang kuliah di Udayana .yang dihubungi
> oleh temannya yang kebetulan saat itu sedang Trainee di SRUD Amlapura yang
> mendengar alamat pasien dari kampung saya, sebagai rasa kemanusiaan dan
> ingin si pasien dapat pertolongan sesegera mungkin, si trainee ine cepat
> -cepat menghubungi temannya yang sedang kuliah di Unud yang mana berasal
> dari kampung sipasien yang memerlukan pertolongan yang kebetulan pula yang
> dihubungi adalah paman si pasien itu.
>
> Setelah anak saya sadarkan diri pihak rumah sakit minta jaminan uang biar
> anak saya dapat obat-batan yang dibutuhkan. Dengan rasa tanggung jawab
> terhadap teman yang lagi sakit, teman -teman anak saya yang menggotong ke
> UGD harus rela mengeluarkan uang jajan mereka ada yg lima ribu, dua ribu
> sepuluh ribu sampai ahirnya terkumpul semuanya lima puluh ribu rupiah
> dipakai jaminan untuk pengambilan obat.
>
> Rumah tempat tinggal saya kurang lebih memerluan sekitar 45 menit sampai
> rumah sakit. Saat saya dihubungi sudah sekitar satu jam dari kejadian.
> Sampai rumah sakit saya lihat anak saya sudah siuman dengan alat bantu
> pernapasan masih terpasang dihidungnya. Saya coba tetap tegar dan sabar
> menghadapi situasi ini, pelan-pelan saya mencoba bertanya keadannya dengan
> berlinag air mata anak saya terdiam sambil menahan dadanya yang terasa
> teramat sakit. dalam kebingungan saya menunggu jawaban anak saya salah
> seorang temannya datang menghampiri Istri saya yang kebetulan sedang meremas
> - remas jari kaki anak saya mereka membisikkan kata sambil malu-malu bahwa
> mereka mengumpulkan uang jaminan dari uang saku mereka yg peruntukannya
> sebagai uang makan siang mereka. Dengan perasaan haru saya sampaikan
> terimakasih dan uang yang mereka kumpulkan untuk jaminan pengambilan obat
> saya kembalikan dan saya katakan semua biaya rumah sakit akan dibayar oleh
> pihak ASKES. Karena anak saya adalah peserta ASKES.
>
> Selang setengah jam berikutnya anak saya sudah mulai berani cerita apa
> sesungguhnya yang terjadi. Bahwa mereka yang duduk-duduk itu memang sering
> melakukan intimidasi terhadap anak saya dan teman -temannya, hampir sering
> dilakukan apakah dikantin, tempat parkir dan dihalaman sekolah. Anak saya
> tidak berani cerita sama siapa saja takut dengan ancaman mereka itu.
>
> Dari kejadian itu yang paling sangat saya sayangkan dan sesali kenapa pihat
> sekolah (Guru) mereka tidak ada yang perduli mau meminjamkan uang lima puluh
> ribu untuk jaminan obat ? dan kenapa pula mereka tidak ada yang perduli dgn
> siswanya yang lagi tertimpa musibah ?
>
> Saking kecewanya saya, ahirnya saya beritahukan kepada teman-teman anak saya
> yang sedari tadi nungguin di ruang UGD, bahwasanya peristiwa yang menimpa
> anak saya mau saya laporkan kepada pihak Kepolisian. Mereka mendukung
> langkah saya, salah seorang teman anak saya bilang pada saya mau bilang pada
> pihak sekolah saya persilahkan bila itu dirasa perlu.
> Selang beberapa saat ada dua orang guru datang pada saya dan mengatakan
> terserah keinginan saya. Sesuai perintah dokter anak saya diperbolehkan
> pulang dengan catatan bila mengeluh sakit segera dibawa kembali. Ditengah
> perjalanan pulang, anak saya mengeluh kesakitan setiap mau bernafas. Tidak
> mau ambil resiko saya bawa balik kembali ke UGD. Kemudian anak saya di
> ronsen. Sesuai hasil ronsen tidak ada patah tulang begitu kata dokter cuman
> ada pembengkakan bagian hulu hati sebelah kiri. Disarankan cepat pulang
> istirahat dan minum obat.
>
> Begitu saya mau mengantar anak saya pulang datang Guru -Guru dan Kepala
> Sekolah berbicara dengan anak dan istri saya, yang mana saat itu saya sedang
> berbira dengan dokter yang menangani anak saya dari awal masuk UGD. Kata
> istri saya mereka mau mendamaikan antara pihak saya, sekola dan yang
> dicurigai sebagai tersangka. Kemudian saya menghampiri si kepala Sekolah
> Saya katakan alangkah tidak etisnya bila mau bicara perdamaian, anak saya
> memerlukan istirahat dan harus minum obat. Sampai-sampai pihak rumah sakit
> geleng-geleng kepala menyaksikan peristiwa ini. ruang UGD yang seharusnya
> tenag, mereka buat seperti pasar jalanan keluar masuk dan berbicara
> seenaknya.
>
> Ahirnya Hari itu juga peristiwa itu saya laporkan kepada pihak kepolisian
> Kota Amlapura dengan bukti laporan sudah saya pegang. Ditengah perjalanan
> saya ditelpon oleh pihak kepolisian tempat saya melapor, bahwasanya mereka
> mau mendamaikan antara saya, pihak sekolah dan tersangka.
> Saya sampaikan hukum harus ditegakkan. Peristiwa ini bagi saya sangat
> menyakitkan dan semoga tidak ada yang mencoba menut-nutupi.
>
> Setelah dua hari istirahan anak saya katakan sakitnya masih sedikit terasa,
> mau sekolah yang katanya ada ulangan hari ini. Saya katakan silahkan
> Ternyata belum satu jam disekolah anak saya katakan tolonng hentikan perkara
> ini dan dia minta pindah.
> Sebagai orang tua saya tidak mengerti peristiwa apa yang sedang terjadi hari
> ini, padahal sebelumnya dia berharap polisi segera mengambil tindakan
> terhadap tersangka biar tidak ada lagi premanisasi disekolah yang menurut
> anak saya sangat dibanggakan ini. Yang keadan ini telah dialami sejak
> setahun lalu.
>
> Mohon maaf bila ada yang kurang berkenan
>
>
>
> Hormat saya
>
> I Komang Gunita
> Br. Dinas Kanginan Pesedahan, Manggis, Karangasem
>


--   Bali Esia Holidays PT.Bali Esia Tour & Travel. http://www.baliesiaholidays.com ph: +62 361 428677, fax : +62 361 429589, M: +62 81337314000 YM ID : sudibaliesia ===================================================


__._,_.___


Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___