Senin, 14 Maret 2010 | BP
Seniman Sebagai Pengawal Taksu Bali
Seniman Sebagai Pengawal Taksu Bali
Seni dan budaya adalah bagian yang tak terpisahkan dari kepariwisataan Bali. Semakin berkembang pariwisata, seharusnya para penabuh dan penari semakin banyak tumbuh. Sayangnya masih ada keluhan belum adanya pembinaan secara riil yang menyentuh sampai ke banjar-banjar. Tari pendet sempat diklaim Malaysia. Klaim tersebut akhirnya menyadarkan semua pihak bahwa sesungguhnya belum ada pembinaan serius terhadap seni dan budaya. Banjar sebagai cikal bakal munculnya bibit-bibit seni di Bali kini mulai mengalami krisis seniman. Banyak banjar di Bali kesulitan untuk mencari pembina seni untuk membina anak muda di banjar tersebut. Krisis pembinaan seni di tingkat paling bawah itu disebabkan karena penataan budaya yang tak professional. Untuk itu tokoh seniman muda Ida Bagus Pada Kesuma beberapa waktu lalu mengatakan, krisis Pembina seni di bawah mesti disikapi secara bijaksana. Ini penting disikapi karena seniman sebagai pengawal taksu Bali. ''Jika penataan budaya tak professional ini, terus berlanjut akan menyebabkan berkurangnya bibit-bibit seniman sekaligus akan melemahkan kekuatan pariwisata budaya Bali,''katanya gusar. Sebab pariwisata Bali adalah pariwisata budaya dan seniman adalah pengawal taksu Bali. Dengan sendirinya tumbuh dan berkembangnya pariwisata di Bali amat tergantung dari budaya Bali. Rapuhnya pembinaan seni tersebut dan krisis seniman dalam pembinaan seni di banjar-banjar, akan menyebabkan makin keroposnya pariwisata Bali. Akhirnya muncul budaya instans, budaya pesanan yang terkadang menyimpang dari konteks. Dia mengamati kelangkaan para pembina seni ini lantas disikapi dengan munculnya sanggar-sanggar seni. Para penari dibina serius disana. Ada kesan para pembina diatas melihat ini sebuah perkembangan menarik. Sebab para pembina tak perlu payah-payah melakukan pembinaan sampai ke banjar yang memakan waktu berlama-lama, mereka cukup menunjuk sebuah sanggar professional untuk mewakili daerahnya dalam pementasan di pesta kesenian Bali. Tengoklah dalam sejumlah PKB akhir-akhir ini, sudah bermunculan sanggar-sanggar seni pentas di PKB. Di dalam sanggar tersebut, para penari atau penabuh dibina secara kontinu oleh para seniman untuk mendukung sebuah proyek pertunjukkan di hotel, pesta seni dan sebagainya. Sanggar khusus dibina untuk melayani pesanan jika ada pementasan di hotel.
Ditekankan, titik tolak pembinaan seni tetap di banjar-banjar. Peran pemerintah tetap diperlukan agar tetap ada pemerataan Pembina seni di banjar-banjar. Jangan Pembina tersebut baru diterjunkan ketika mempersiapkan sesuatu kejuaraan. Setelah itu tak ada lagi. Harus ada pembinaan secara teratur untuk menumbuhkan semangat berkesenian di banjar-banjar. Jika pembinaan mulai rapuh dikhawatirkan para generasi muda yang seharusnya dibina secara kontinu, memilih mengalihkan perhatian dengan budaya yang lebih berbau kenikmatan. Lebih-lebih internet sudah masuk ke desa-desa. Pengaruh budaya luar itu menyebabkan mereka lebih suka ke kafe-kafe. Budaya pergaulan bebas dan sebagainya. Faktor yang paling membunuh semangat berkesenian di bawah adalah pengaruh budaya global, budaya instan yang menyebabkan demoralisasi masyarakat Bali. Oleh karena itu sebelum pergeseran itu semakin nyata, para pembina seni, pemerintah daerah, instansi terkait yakni dinas kebudayaan dan dinas pariwisata untuk duduk bersama mencari solusi bagaimana agar pembinaan seni di banjar-banjar tetap berjalan seperti dulu lagi. Banjar tetap sebagai titik fokus pembinaan seni. ''Kalau perlu seniman sebagai Pembina seni di banjar-banjar di subsidi oleh pemerintah, dengan demikian tak akan terjadi krisis seniman di banjar,''katanya. Dengan demikian para seniman khususnya tamatan perguruan tinggi seni merasa dihargai pemerintah karena mereka diberikan peran membina ke banjar-banjar, di sisi lain tak terjadi krisis Pembina seni di banjar. ''Terus terang hal ini dialami di sejumlah banjar di Badung,''katanya. Seharusnya dengan adanya Dinas Kebudayaan dan Dewan Kesenian di kabupaten mestinya persoalan ini tak terjadi. ''Kami tak mengerti dimana benang kusut persoalan ini. Apakah pengurus dewan kesenian yang ada bersifat formalitas. Jarang turun ke banjar-banjar untuk melihat kondisinya atau masih ada sikap mental asal bapak senang terhadap pejabat atasan,''tanyanya. Dia berharap mereka yang diberikan kepercayaan untuk mengurus lembaga dewan kesenian jangan hanya memanfaatkan peluang untuk promosi diri. Jika kondisi ini terus dibiarkan maka akan sangat melenceng dari tujuan awal pembinaan tumbuhnya bibit seni di banjar-banjar. Kondisi ini mesti disikapi oleh mereka yang dipercaya sebagai Pemkab/Pemprop, dinas kebudayaan dan dinas pariwisata untuk duduk bersama menyikapi masalah ini. Wakil rakyat dari Mambal, Abiansemal Badung ini menyarankan pemerintah agar mengkongkretkan kalender pariwisata, evaluasi setiap tahapan PKB. Di Denpasar ada kalender tetap untuk budaya di depan Museum Bali. Bagaimana dengan Badung sudahkah mempunyai kalander tetap seperti itu. ''PKB berdasarkan pengalaman terakhir yang saya lihat di Taman Budaya masih terkesan pasar malam, walaupun sudah semakin berkurang,''
Sementara wakil ketua DPRD Bali Ida Bagus Putu Sukarta asal Sanur menilai pembinaan seni di Denpasar sudah berjalan teratur. Ada kegiatan seni di banjar-banjar. Malah dengan adanya berbagai lomba dari PKK, anak-anak, remaja, dewasa bahkan sampai Calonarang, kegaerahan berkesenian semakin bertambah. ''Lomba-lomba gong kebyar di Denpasar hendaknya diteruskan untuk memacu para seniman membina anak-anak muda mengasah seninya,''katanya (sua)
Jumat, 16 April 2010
[bali-travel] Seniman Sebagai Pengawal Taksu Bali
__._,_.___
Sekolah bahasa Jepang http://PandanCollege.com/ 0361-255-225/
MARKETPLACE
.
__,_._,___
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar