TERATAI MEKAR DI TELAGA HATI
iap minggu, Padmadewi datang ke rumah saya. Ibu muda ini memiliki raut wajah yang ayu dan anggun. Sayang, sejak setahun terakhir, kecantikan itu menyuram diraut oleh kepedihan. Ia begitu tegar ketika menuturkan kisah: "Suami saya di penjara. Dia dituduh menggelapkan uang kantornya. Bagus telah mengakui hal itu. 500 juta! Uang itu ditilepnya untuk hura-hura. Lihatlah keadaaan kami! rumah dan tanah saja masih kontrakan. Air mata ini sudah tak bisa mengalir lagi" Begitu getir tutur wanita tetanggaku itu.
erkejut! Ya, saya masih tak percaya! Saya baru yakin ketika menjenguk Bagus di penjara. Padmadewi meminta saya mengantarkannya. Ia membawakan suaminya makanan dan pakaian. Wanita ini baru pertama kali berkunjung ke rumah pembinaan masyarakat di kota itu. Tangannya dingin dan keringat bercucuran di wajahnya. Rumah para tahanan itu berterali besi, begitu menakutkannya. Itu seperti rumah hantu!
ami menyetor KTP dan petugas memberikan nomor besuk untuk digantung di leher. Kami kemudian masuk, melewati penjagaan beberapa polisi. Kulit tangan pun di stempel sebagai tanda bagi pengunjung. Lalu, pintu kayu dibuka sipir yang mengijinkan kami masuk. Di sini, kami membayar 5000 dan mendapatkan kertas coklat mini bertuliskan nama orang yang dibesuk. Handphone mesti dititip dan disimpan dalam rak, di tempat itu juga.
ami pun diminta melewati pintu terali besi lain, dan kemudian menuju ruang geledah. Di sebuah kamar, tubuh kami digerayangi dan digeledah. Konon banyak yang menyelundupkan narkotika sehingga, nasi rantang ransum hadiah istri untuk suamipun di aduk dengan tangan oleh para sipir. Sungguh menjijikkan! Air mata Padmadewi sulit menerima kenyataan ini. Saya membesarkan hatinya untuk melewati satu pos penjagaan lagi! Setelah beres, kami diijinkan menemui sipir yang akan memanggilkan para tahanan untuk dibesuk. Kami mesti membayar 5000 lagi untuk pelayanan itu. Dari depan pintu, kami bisa melihat sebuah aula besar dan terbuka tempat para tahanan menerima besukan. Tahanan dan tamunya duduk di lantai, beralaskan karton, tikar atau apa saja. Ada juga pembesuk yang menyewa kursi kecil seperti yang biasa diduduki murid TK. Tamping berkaus biru menyediakan dagangan minuman dingin dan rokok. Mereka berusaha bekerja dengan riang gembira untuk menikam waktu.
ula, disanalah kami bertemu Bagus. Kami duduk di lantai dan berdesakan dengan tahanan lain dan tamu mereka. Kami duduk berdampingan dengan pembunuh, pecandu dan pemasok narkoba, penjudi, pemerkosa, pencuri, perampok, preman dan pelaku tindak kejahatan lain, kecuali teroris! Penjara ini tampaknya kelebihan penghuni, over-loaded. Para tahanan mengobrol, bermesraan, memangku kekasihnya, berpelukan, bercumbu tanpa malu-malu dengan tamunya. Mereka melakukannya di depan pembesuk lain, bahkan di depan anak-anak yang menjenguk orangtuanya. Ya! Tidak ada tempat dan pilihan lain. Andai saja mereka lakukan itu di rumah dan dengan keluarganya dulu. Mengapa itu baru dilakukan ketika berada di penjara? Ya! Saat masih bebas dulu, mengapa itu jadi terlupakan dan tak ingin dilakukan? Ya, mengapa selalu terlambat menyadarinya? "Harusnya saya menyiapkan pakaian kerjamu, menyiapkan makanan untukmu! Mestinya, kita tidak berpiknik dengan cara seperti ini! Tidak di tempat ini! Kita bisa bicara berdua di tempat tidur, ngobrol dengan anak-anak. Kamu tahu? Widuri sekarang sudah bisa menulis angka satu sampai sepuluh yang akan ditunjukkan padamu. Ia selalu menanyakanmu. Kenapa bapaknya tak pulang-pulang? Apakah bapak tidak sayang sama Widuri, ya Bu? Jawaban apa yang mesti saya berikan padanya? Rangga juga kini telah tumbuh lebih besar dan sudah bisa berjalan. Sejak dalam kandungan hingga ia lahir, belum pernah melihatmu. Apakah kamu bisa gambarkan wajah anakmu hari ini? Bukankah kamu adalah ayah mereka? Kini saya datang kemari. Istri yang kau abaikan selama ini. Mana itu cewek kafe yang malam-malam dulu kamu temani? Adakah dia menjengukmu? Setelah semuanya habis dan kamu masuk bui, mana dia? Mana itu teman-teman yang kau traktir, tiap saat makan, ngopi gratis di rumah?".
agus menelan semua keluhan istrinya. Faktanya memang demikian! Selama sekian tahun ia telah melupakan wanita yang membesuknya hari ini. Dulu, wanita ini bahkan dengan licik telah dikibulinya. Selalu, hanya ada 50 ribuan didompetnya. Ia tahu betul, tidak mungkin istrinya akan mengambil duit rokok dan bensinnya itu. Sementara, beratus-ratus juta telah ia berikan untuk seorang Surti, cewek kafe. Teman-temannya pun selalu memuji, jika mereka sudah ditraktirnya dugem. "Mereka kabur dan aku mesti menanggung akibatnya. Kini aku tak bisa membela diriku sendiri. Mengapa untuk keluarga sendiri, aku begitu kejam? Sepeserpun tak kuberikan pada anak-anakku. Ya, apa jasa Surti dibandingkan wanita di hadapanku? Mengapa untuknya kuberikan segalanya? Mengapa tidak untuk istri dan bayiku? Mengapa? Cinta? Tidak! Sex? Dengan Surti, aku membayar tubuh dan perhatiannya. Apa untungnya? Tapi, dengan Surti aku merasa jadi raja. Tempat kostnya bersih memberiku privasi dengannya. Badannya selalu wangi dan dia selalu berdandan. Aku bisa bebas! Minum beer pun selalu dituangkannya. Kami berdua mendengarkan musik di tempatnya bekerja. Hidup yang menyenangkan! Sementara di rumah, aku mesti berbagi ruang dengan keluarga. Bau bayi dan bau pesing! Teriakan anak-anak dan kebutuhan rumah tangga! Tapi, bukankah mereka adalah anak-anakku? Kenapa aku merasa mereka merampas hasil keringatku? Bukankah aku berhak berbahagia dan bersantai? Surti dan teman-temanku memujiku hebat. Sementara di rumah, semua sibuk dengan urusan kerja dan sosial. Tapi, aku kan bukan bayi yang mesti mereka urus? Yah..mengapa? Ternyata, merasa kaya itu sensasi yang luar biasa. Sialan! Aku merasa bersalah!" sesal Bagus dalam hati. Namun kata-kata itu tak pernah diucapkannya. Ia hanya diam dan membuang resah lewat asap rokok yang dibelikan istrinya. "Widuri terpaksa tidak saya sekolahkan di TK depan rumah. Itu semua saya lakukan untuk menjaga perasaan anak kita. Saya khawatir Widuri diolok-olok temannya di sekolah, karena bapaknya di penjara. Tapi sebagai orang tuanya, sampai kapan saya akan mampu menyimpan rahasia ini?". "Saya di sini karena Togel" Warka turut mengobrol untuk merubah suasana. Mungkin dia mengerti dengan perasaan Bagus. Warka kebetulan tahanan yang tinggal satu blok dengannya. Setiap tahanan yang dibesuk diijinkan membawa satu teman mereka untuk menikmati besukan. Warka diijinkan keluar sel dengan Bagus. Dan, Warka duduk bersama kami. "Saya lakukan ini untuk istri dan bayi saya. Saya bersedia menanggung beban tinggal di sini untuk mereka. Saya tidak ingin istri hidup susah. Sejak bisnis togel, saya bisa membelikannya kompor gas. Kasihan juga, melihat dia punya bayi sambil memasak dengan kayu bakar. Saya berharap bisa keluar cepat, agar bisa mengembalikan modal yang hilang selama di penjara. Makanya, hanya togel harapan saya nanti". "Kamu dengar itu?! Orang bersedia di penjara untuk menyambung hidup keluarganya, untuk anak dan istrinya. Sementara kamu? Kini, keluargamu bilang pada saya, bahwa ini semua karena guna-gunalah, ditipulah! Yah, itulah cerita yang paling tepat untuk menenangkan istri! Saya menanggung semua perbuatanmu, membayar utangmu. Debt collector datang dan mengancam keluarga. Kebahagiaan apa lagi yang dicari? Saya sudah memberikan keluarga yang sempurna. Anak laki dan perempuan. Saya kini menanggung biaya hidup keluargamu. Saya tidak pernah memintamu memberikan saya kekayaan. Saya hanya berharap hidup normal, berkumpul dengan keluarga kembali. Jika wanita lain, ia sudah memilih cerai dan meninggalkanmu" "Dengar, saya tidak akan pulang ke rumah orang tua saya! Ibu menasehati saya, bercerai itu tidak menyelesaikan masalah. Jika terjadi kesalahan dalam pernikahan ini, saya berharap kita bisa memperbaikinya. Saya masih memberimu kesempatan. Bagaimanapun, kamu adalah ayah dari anak-anak saya. Camkanlah itu baik-baik!".
am 12, artinya waktu besukan telah habis. Kami harus pulang! Bagi saya, Padmadewi ibarat bunga yang terlanjur tumbuh di dalam lumpur kehidupan perkawinan. Wanita ini masih percaya untuk tetap menjaga kesucian janji perkawinannya, sebagai istri dan ibu. Wanita ini berhati bening - sebening telaga! Saya mengantarkannya pulang, lalu mempelajari berkas-berkas perkara milik Bagus. Meskipun bersalah, saya berdoa Bagus bisa mendapatkan pengampunan dan keluarganya kembali. Dan, tiap minggu saya mengantar Padmadewi membesuk suaminya. Saya mau melakukannya bagi mereka yang percaya bahwa kebahagiaan itu dibangun dengan keyakinan dan kerja keras, tanpa kehilangan rasa cinta. Apalagi untuk keluarga. Semoga Tuhan memberkatinya. |
__._,_.___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar