Selasa, 30 November 2010

[bali-travel] Doa Bali untuk Indonesia

 

Doa Bali untuk Indonesia
Selasa, 30 November 2010 | 04:53 WIB
KOMPAS/PUTU FAJAR ARCANA
Acara Doa Bali untuk Indonesia, Rabu (24/11), yang diikuti oleh seniman gitar Dewa Budjana dan I Wayan Balawan berhasil mengumpulkan dana Rp 188 juta. Dana disumbangkan kepada para korban bencana alam di Indonesia.

Tangan gitaris berjuluk Magic Fingers, I Wayan Balawan, secara cekatan memainkan komposisi ”Jayaprana-Layonsari”.

Komposisi yang terasa romantis karena mengisahkan sebuah legenda percintaan dua anak manusia yang berakhir menjadi tragedi. Jayaprana dibunuh di tengah hutan, sedangkan Layonsari nekat bunuh diri agar tidak dinikahi oleh raja yang tidak dicintainya.

Permainan gitar dan kisah legenda rakyat Bali itu menjadi salah satu pengisi pentas musik amal bertajuk ”Desa Warnana: Doa Bali untuk Indonesia” yang digagas bersama oleh sejumlah seniman Bali bersama News Museum arahan Taufik Rahzen, Rabu (24/11) di Gedung Kesenian Jakarta.

Dalam acara yang dipandu oleh novelis Cok Sawitri dan I Gusti Ngurah Arya Wirawan ini tampil pula penyanyi Ayu Laksmi, gitaris I Ketut Riwin, Dewa Budjana, penari I Nyoman Sura, penyanyi Ayu Wedayanti dan Saras Dewi.

Ikut berpartisipasi pula penyanyi jazz Trie Utami, yang tampil menutup acara dengan melantunkan ”Mantram Gayatri”, doa suci pujian terhadap Kemahaesaan Tuhan.

Selain acara pentas, Cok Sawitri dan Arya Wirawan juga memandu acara lelang lukisan karya para pelukis Pasar Baru, Jakarta. Hasil pengumpulan dana secara kolekte dan pelelangan lukisan yang berjumlah Rp 188.209.000 akan didonasikan untuk para korban bencana di Wasior, Mentawai, dan Merapi. Acara ini juga dihadiri secara spontan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik.

Taufik Rahzen mengungkapkan, gagasan ini muncul lantaran ingin berbuat secara lain dari yang sudah dikerjakan oleh banyak orang untuk meringankan beban penderitaan sesama, terutama mereka yang sedang dirundung bencana. Seni adalah doa; dan doa memiliki kekuatan untuk menggerakkan spirit agar memiliki kesamaan empati terhadap sesama.

”Bali adalah salah satu entitas kebudayaan yang masih memelihara warisan kebudayaan kuno, di mana seluruh energi pulau itu digerakkan oleh ritual dan doa. Saya harap doa Bali untuk Indonesia ini turut membantu meringankan penderitaan saudara kita,” tutur Taufik Rahzen.

Tragedi

Boleh jadi apa yang dilantunkan Balawan bernuansa populer karena didendangkan dengan gitar listrik. Namun, legenda yang ia kisahkan boleh jadi pula lahir sebagai simbolisasi terhadap tragedi bencana yang kini tengah dihadapi sebagian dari saudara-saudara kita di Wasior, Mentawai, dan Merapi. Kekuatan musik (doa), kata Taufik, melintas batas. Sesungguhnya, lewat tembang-tembang yang kemudian dilantunkan oleh Ayu Laksmi, Ayu Wedayanti, Trie Utami, serta para penyanyi dari kelompok Nyanyian Dharma pimpinan Dewa Budjana, yang sebagian besar berintikan pesan-pesan ketuhanan dan kemanusiaan, Bali sedang mengumandangkan doa. Doa suci untuk keselamatan serta ketenangan mereka yang sedang dilanda bencana.

Jero Wacik mengungkapkan, bencana menjadi hal yang harus terus diantisipasi di negeri kita lantaran pulau-pulau Nusantara berada dalam gugusan cincin api. Kita memiliki ratusan gunung berapi serta berada pada pertemuan tiga lempeng bumi, yang setiap saat bisa bertumbukan.

”Karena negara kita ada pada wilayah rawan bencana, dengan kebersihan hati (doa) kita selalu berkata: inilah negeri kita dan akan terus kita cintai bersama,” ujar Jero Wacik.

Kontemplatif

Pentas ini menjadi terasa kontemplatif dan mistis ketika Trie Utami melantunkan ”Mantram Gayatri”, ”Om bhur bhuvah svah/tat savitur varenyam/bhargo devasya dhimahi/dhiyo yo nah pracodayat/ (Ya Tuhan yang menguasai ketiga dunia ini/Engkau Mahasuci dan sumber segala kehidupan/sumber segala cahaya/Semoga Tuhan melimpahkan pada budi nurani kita/penerangan cahaya-Mu yang Mahasuci/.

Seluruh pengisi acara dan penonton bersama-sama menembangkan ”Mantram Gayatri”.

Inilah doa suci yang mengagungkan Tuhan, yang menguasai segenap makhluk hidup di dunia. Bahwa hidup dan kehidupan berada dalam kuasa alam. Hanya dengan kekuatan doa kita bisa menggapainya, tentu untuk keselarasan, keharmonisan, dan kebersamaan yang abadi.

Trie Utami menutup pentas ini dengan berucap, ”Musik adalah bahasa spiritual yang universal. Dengan musik kita bisa berdoa, apa pun jenisnya,” katanya.

Dalam bahasa Cok Sawitri, dalam aksara dan musik ada doa. Inilah cara para seniman melantunkan doa, sebagai rasa empati terhadap mereka yang sedang dilanda kesusahan. Semoga segala sesuatu menjadi lebih baik esok hari....

(Putu Fajar Arcana)

__._,_.___
Recent Activity:
Sekolah bahasa Jepang http://PandanCollege.com/ 0361-255-225/
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: