Jumat, 22 April 2011

RE: [bali-bali] RE: [bali] BAli on Rails



P Nengah Sudja yang baik,

 

Saya berpendapat bahwa gagasan itu sangat perlu, segala nya perlu dimulai dari gagasan; dan gagasan ini dasarnya adalah dari permasalahan transportasi di Bali yang sudah tidak nyaman sejak lebih dari 10 tahun yang lalu.  Cara conventional yang selalu berlaku adalah buat akses jalan yang di bagi menjadi jalan provinsi (jalan nasional), jalan Kabupaten atau jalan Desa/komunitas; tanpa memperhitungkan perlu adanya mass transit yang memadai untuk mengontrol terjadinya kendaraan pribadi yang berlebihan.

 

Tentu masyarakat senang dengan adanya akses jalan, dengan demikian berlomba lomba untuk beli motor atau tambah mobil agar bisa lebih cepat mencapai tujuan.  Tadinya banyak sekali orang dari desa yang kerja di Kuta tinggal di kos kos an di wilayah Kuta, tetapi dengan adanya akses jalan, mereka memilih untuk ‘nyajag’, disamping pulang kerumah sendiri dan berkumpul dengan keluarga, juga kos kosan di Kuta sudah mahal.

 

Apapun gagasannya, prosesnya itu pastinya akan melalui proses politik sebelum masuk UU APBN atau APBD; apapun bentuk pembiayaannya, misalnya melalui dana hibah, grant, ataupun hutang sekalipun karena itu bagian dari control pemerintah.  Diseluruh dunia itu sama prosesnya.

 

Gagasan Bali On Rail, itu kan baru gagasan saja, posisi politiknya ya karena Jro Wacik partainya Demokrat, partai Penguasa sekarang ini; jadi gampang saja mengutarakan gagasan; kalau proses politiknya komplit sampai UU APBN nya keluar; maka mechanism pembiayaannya pasti sudah masuk di APBN… tinggal tunggu apakah penguasanya masih Demokrat atau tidak dalam pemilu akan datang, kalau masih kemungkinan besar lah pelaksanaannya; tapi kalau partai penguasanya berubah, ya belum tentu juga bisa terlaksana kecuali ada dorongan politik yang tidak bisa di bendung.

 

Contohnya; gedung DPRD sudah masuk dalam UU APBN, para anggota DPR tinggal mendorong saja, apalagi kalau di hitung hitung, eksekutif bisa mengeluarkan dana 1000 triliun untuk pembangunan yang di restui oleh DPR dimana mana diseluruh Indonesia, jadi masa Cuma 1,7 triliun untuk kebutuhan DPR saja tidak bisa? Oleh sebab itu kan Presiden juga tidak bisa tegas bilang tidak kan….. jadi yang ada ya anggota DPR di gugah nuraninya untuk menolak pembangunan gedung; atau pembangunan gedung di tunda 200 tahun…. Hehehehe – tapi asal tau saja bahwa secara proses, anggaran itu sudah masuk UU APBN.

 

Jadi coba saja Tanya sama Jro Wacik, apakah gagasan Bali on Rail ini sudah memalui proses politik dan sudah ada UU APBN nya???? Karena setau saya sih gagasan ini bukan gagasan baru.

 

Kalau soal demand Forecst dan Supply sih itu teknis saja; yang jelas biaya tinggi tapi low cost untuk jangka panjangnya… coba saja google diskusi di Negara Negara lain soal ini.  Alternative solusi optimal memang karena tidak ada perbandingannya.  Kereta api itu rapid mass transport; satu jalur, waktu terukur.

 

Kalau maunya selesai 2014 – ya itu keputusan proses politik yang sudah di masuk UU APBN.  Apakah propinsi lain tidak akan menjegal gagasan ini karena dananya cukup fantastis…. Itu lain lagi soalnya…

 

Kalau soal teknis yang berhubungan dengan harus memindahkan Pura, nah itu bagaimana pendekatan dengan masyarakat saja; bukankah hakekat dari agama adalah demi kepentingan manusia yang lebih besar dan mensejahterakan kehidupan masyarakat?

 

Mohon maaf kalau tidak berkenan.

 

Salam cinta,

 

Viebeke

 

 

 

 

From: bali-bali@yahoogroups.com [mailto:bali-bali@yahoogroups.com] On Behalf Of Nengah Sudja
Sent: Wednesday, April 13, 2011 9:55 PM
To: bali@lp3b.or.id; bali-bali@yahoogroups.com
Subject: [bali-bali] RE: [bali] BAli on Rails

 

 

Semeton sareng sami,

 

Gagasan Bali On Rail,  maaf  bagi saya, hanya   gagasan pengadaan projek (  sebutan  jargon Project Oriented).

Padahal pembangunan setiap projek sepatutnya terlebih dahulu mulai dari  tinjauan  mengenai prakiraan kebutuhan

(disebut sebagai ungkapan Demand Forecast).

 

Dari prakiraan kebutuhan (Demand Forecast )  lalu dicari solusi pasokan ( Supply )  yang optimal untuk memenuhui

Demand. Yang dimaksud dengan solusi optimal, didasarkan atas solusi biaya termurah (least cost solution )  tanpa

melanggar syarat batas (contraints, lingkungan, social, seperti melanggar  kawasan suci misalnya ). Kaedah perencanaan

 proyek public  ini harus ditaati , dengan disertai pertanggungjawaban public, secara terbuka dengan melibatkan

partisipasi public, masyarakat.

 

Gagasan Bali On Rail, kereta api keliling bali, seperti seakan-akan sudah merupakan satu alternative solusi optimal,

apa sudah  dibandingkan dengan modus transportasi yang lain?.

 

Studi Kelayakan katanya akan dilakukan dalam 3 (tiga) bulan dan proyek akan diselesaikan pada akhir tahun 2014,

akhir pemerintahan SBY.

( Mumpung masih kuasa ?).

 

Apa benar Fesibility Study yang menyangkut aspek tehnis, ekonomi, keuangan, social politik (penerimaan masyarakat,

public acceptance)   bisa diselesaikan dalam 3 ( tiga) bulan, dengan disertai tindakan melakukan survai lapangan dan

mendapatkan persetujuan Pemerintah Daerah, apalagi  kesepakatan dari  Masyarakat? Kalau Pre- Feasibilty Study

( dibuat dari belakang meja) 3 bulan mungkin masih bisa, tapi kwalitasnya ?

 

Kita bisa melakukan pembahasan panjang mengenai gagsan Gagasan Bali On Rail, tapi kiranya perlu diketahui dan disadari

masayarakat  terus disodori proyek  keputusan dari atas  top down.   Project Oriented masih  terus  digagas.

Coba perhatikan projek berikut :

 

-           Jembatan Selat Sunda, mengabaikan alternatives  pembangunan pelabuhan dan angkutan yang lebih luas bukan saja dari

       Merak-Bakahuni, tapi pelabuhan lain dari Lampung- ke Banten, Sunda Kelapa atau ke Bekasi misalnya (konsep

       Negara Maritime   diabaikan).

-           PLTN  di Indonesia ( seolah hanya PLTN yang bisa memenuhui kebutuhan listrik), walaupun terjadi kecelakaan Fukushima.

-          Gedung DPR, tanpa merinci kebutuhan ruangan dan kemungkinan pegawai, staf ahli, yang bisa menyampaikan laporan

      kinerjanya  melalui internet..

-           Di masa lalu Proyek PLTGU Pemaron, yang tidak mencerminkan solusi optimal ( kebutuhan listrik terbesar di Bali Selatan,

      minyak diangkut dari Terminal Padang Bai dengan tongkang, listrik dibangkitkan di Pemaron, lalu listriknya dikirim ke selatan,

      proyek cagjag-cigjig, bukankah begitu Pak Nyoman Suwela,  bersama masyarakat Pemaron menolak proyek yang membisingi

       kawasan wisata Lovina?).

 

Pernahkah proyek2 tsb dijelaskan secara rinci ke masyarakat ?

 

Oleh karena itu gagasan proyek seperti itu patut dipertanyakan dulu rinciaanya sebelum dapat memperoleh persetujuan

masyarakat. Memang lama, Pemerintah perlu dan diminta kerja keras untuk melengkapi gagasannya dulu.

 

 

Mungkin sekian dulu.

 

SALAM.

Nengah Sudja.

 

 

 

 


From: bali-bounce@lp3b.or.id [mailto:bali-bounce@lp3b.or.id] On Behalf Of Asana Viebeke Lengkong
Sent: Tuesday, April 12, 2011 7:57 PM
To: bali@lp3b.or.id; bali-bali@yahoogroups.com
Subject: [bali] BAli on Rails

 

Circumnavigating Bali on Rails

Circumnavigating Bali on Rails

Bali Moving Ahead with Plans for a US$ 770 million Rail System.

(2011-04-11) The Indonesian government is moving ahead with plans to construct a 560 kilometer long rail system circumnavigating Bali at a total cost of Rp. 7 trillion (US$770 million).

The State news agency Antara quoted the Minister of Culture and Tourism, Jero Wacik, who said: “A survey is now being conducted on the feasibility (of the project) by a consultant of PT Kereta Api Indonesia (PT KAI). In three month’s time, a plan will be published , including both the grand design and a budget.”

http://www.embraceadventure.com/images/beach_train.jpg

(image from embraceadventure.com)

Wacik states that the new Bali rail system will redistribute wealth and improve the welfare of the Balinese public. The minister said that both foreign and local investors would be invited to take part in the creation of the Bali rail system.

“While a
number has not been created, PT KAI estimated the round Bali system including stations will cost Rp. 7 trillion. There are many private and foreign investors who want to take part in building the 560 kilometer long rail.” explained Wacik.

A main goal of undertaking the construction of the rail system circling Bali is to achieve a more even distribution of tourist visitors to the now less-visited areas of north Bali.

Explained Wacik: “The political will is to evenly distribute development, because in south Bali there is an over accumulation of hotels, tourists and human population. The airport is already small while the number of tourists continues to increase. By building the proposed rail system we will achieve a more equitable distribution (of tourists) in Bali. This will create new economic opportunities in Bali’s north.”

The Minister hopes the round-Bali rail system can be operation by 2014, near the end of President Yudhoyono’s final term of office. Adding, “if we can’t
(finish the project) in 2014, at least half of the rail system in Bali will be finished. Then by the end of this administration a part of the rail system can operate.”

 



__._,_.___


Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Tidak ada komentar: